2 HAL DALIL DASAR PEMBATALAN NASAB KLAN BA’ALAWIY SEBAGAI DZURIAT NABI S.A.W. SUDAH ILMIAH DAN SESUAI SYARIAT. (Tidak bisa menggunakan pendapat ulama ahli fiqih bahkan tidak bisa menggunakan ilmu kebathinan).
2 HAL displin ilmu tersebut adalah :
HAL 1: ILMU SEJARAH/ILMU NASAB DENGAN ILMU FILOLOGI
ilmu sejarah, ketokohan atau nasab, adalah ilmu duniawi, yang nampak, dan hanya bisa dipelajari dengan ilmu alat di dunia ini dari data peningggalan kitab-kitab/naskah.
Dan ilmu sejarah ketokohan ini bisa dipelajari dengan disiplin ilmu ,yang disebut ilmu filologi.
Filologi adalah sebuah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang sejarah, pranata, dan kehidupan suatu bangsa yang terdapat dalam naskah-naskah lama.
Ilmu filologi ini memiliki metode:
- Kodikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai adanya naskah-naskah(data kitab sejaman baik internal maupun eksternal ) dan juga meneliti untuk memastikan kitab/naskah tersebut asli.
- Tekstologi merupakan ilmu yang menelaah asal-usul teks, hingga mengenai pemahaman teksnya.
Dari disiplin ilmu filologi ini, Nasab habib klan ba’alawi menjadi mustahil menjadi dzuriat nabi s.a.w. , karena tidak ada ditemukan kitab /naskah yang menyebutkan nama ubaidillah bin ahmad baik naskah internal keluarganya maupun naskah eksternal dari orang lain pada jaman tersebut.
Nasab habib klan ba’alawi ini menjadi semakin tidak masuk akal, karena ubaidillah bin ahmad yang di klaim habib yaman sebagai seorang imam, dimana gelar imam ini adalah gelar yang lebih tinggi dari seorang mufti, tidak memiliki satupun karya tulis/naskah yang dibuat.
Dari hal-hal tersebut diatas, secara disiplin ilmu filologi, nasab habib klan ba’alawi menjadi semakin rungkad atau mustahil tersambung nasabnya ke Baginda nabi Muhammad s.a.w.
HAL 2: ILMU SEJARAH/ILMU NASAB TIDAK BISA MENGGUNAKAN ILMU KEBATHINAN (kasyaf).
Ilmu sejarah ketokohan adanya seorang tokoh ini Tidak bisa menggunakan ilmu kasyaf, yang hanya bisa digunakan untuk mengungkapkan rahasia rahasia ghaib yang tidak bisa terlihat dengan ilmu alat duniawi.
Kasyaf adalah merupakan karomah dan karunia Allah yang diberikan kepada seorang hamba yang dikasihiNya. Kasyaf dapat diartikan terbukanya tembok pemisah antara seorang hamba dengan Allah SWT untuk dapat melihat, merasakan dan mengetahui hal-hal ghaib yang sangat sulit diterima oleh akal sehat.
Jadi tidak bisa menentukan nasab seseorang itu dengan pandangan bathiniyah..
Misal: berdasarkan penerawangan kyai Fulan yang seorang wali, Paijo itu anaknya Paimin bin supormobin bin sekijo bin sumeno bin semenul bin mukimun bin…dst.
Karena Rasulullah Saw sendiri dalam polemik nasab pernah memberikan edukasi ke ummat, dengan melihat kemiripan fisik anaknya dari ayahnya, bukan dari penerawangan bathiniyah beliau.
Maka diperlukan ilmu alat untuk mendeteksi kemiripan tersebut untuk mengetahui nasab tersebut tersambung atau tidak kepada Baginda Nabi saw., dan teknologi jaman ini sudah memungkinkan penggunakan penglihatan kromosom DNA manusia dengan melakukan TEST DNA.
Ini dalilnya:
“Dari A’isyah Ra., ia berkata: “Sungguh Nabi Saw. mengunjunginya dengan keadaan suka cita, guratan kegembiraan nampak di wajah beliau. Lalu beliau bersabda: “Tidakkah kamu tadi melihat Mujazzir (seorang ahli nasab) memandang Zaid bin Haritsah dan Usamah bin Zaid, lalu berkata: “Kaki-kaki ini memiliki kesamaan antara satu dengan yang lain.” Abu Isa (Tirmidzi) berkata: “Ini merupakan hadits hasan shahih.” Dan sungguh Ibn ‘Uyainah meriwayatkan hadits ini dari al-Zuhri dari Urwah dari Aisyah, dengan tambahan: “Tidakkah kamu melihat Mujazzir melintas di depan Zaid bin Haritsah dan Usamah bin Zaid saat kepala mereka tertutup dan terlihat kakinya. Lalu ia berkata: “Sesungguhnya kaki-kaki ini memiliki kesamaan antara satu dengan yang lain.” Demikianlah Sa’id bin Abdirrahman dan lebih dari seorang perawi menceritakan hadits ini kepada kami, dari Sufyan bin Uyaynah, dari al-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah. Dan ini merupakan hadis shahih, sebagian ulama telah menjadikan hadits ini sebagai hujjah dalam masalah qiyafah. (HR. Tirmidzi)
Pemeriksaan DNA dapat memberikan petunjuk tentang hubungan antar keluarga dan garis keturunan. DNA adalah singkatan dari deoxyribonucleic acid, dalam Bahasa Indonesia disebut ADN (asam deoksiribonukleat). Terletak di inti sel dalam struktur kromosom dan pada mitokondria, DNA inilah yang menentukan jenis rambut, warna kulit, dan sifat-sifat khusus dari manusia.
Qiyas persamaan untuk melacak kemiripan fisik seseorang dengan ayahnya saat ini bisa diketahui lebih spesifik lagi dengan faktor genetik, yaitu test DNA.
ILMU SEJARAH/ILMU NASAB TIDAK BISA MENGGUNAKAN ACUAN ULAMA AHLI FIQIH MAUPUN TASSAWUF
Dari 2 hal diatas, ILMU FILOLOGI DAN ILMU TITEN MIRIP/DNA, maka tidak bisa sejarah dan nasab menggantungkan kepada pendapat ulama terdahulu yang tidak meneliti nasab klan ba’alawiy.
Karena ulama terdahulu hanya menggunakan metode husnudzon, maka ketika sudah ada hasil dari penelitian menggunakan 2 hal ilmu tersebut, maka pendapat ulama yang tidak menisbatkan/tidak meneliti nasab klan ba’alawi tidak bisa digunakan sebagai hujjah (tidak bisa dijadikan acuan) untuk mensohihkan nasab habib yaman klan ba’alawiy.
KENAPA ULAMA ULAMA TERDAHULU TIDAK MENELITI NASAN HBAIB YAMAN KLAN BAALAWIY?
Sejati-ulama terdahulu itu memandang para habib klan ba’alwi dengan pandangan husnudzon, terkait waktu itu belum ada urgensi dan belum ada kebutuhan mengaji soal pengakuan nasab habib yaman klan ba’alawi sebagai dzuriat Baginda Nabi saw , karena pada waktu itu/dulu pada habib dijaman itu belum ada yang berbuat kurang ajar seperti pak riziq, pak bahar, dsb yang suka menghina orang selain klannya/pribumi, beraqidah pemberontak, serta membelokkan sejarah bangsa.
Apalagi untuk membahas ilmu nasab, dibutuhkan waktu yang lama, karena untuk meneliti nasab seseorang, diperlukan untuk berkunjung ke berbagai negara asal orang yang tertulis dari jalur nasab orang tersebut, sedangkan waktu jaman tersebut(jaman dulu ) hal itu bisa menghabiskan waktu yang sangat lama, bahkan bisa menghabiskan umur panjang peneliti terkait fasilitas transportasi dan akses kitab yang belum memadai seperti di jaman ini, para ulama terdahulu lebih fokus menghabiskan umurnya untuk belajar ilmu Quran, Hadist, fiqih, tassawuf, falaq, dsb, yang dipandang sangat diperlukan di waktu itu pun hingga saat ini.