Inilah Ulama Nusantara Yang Mengguncang Dunia

Inilah Ulama Nusantara Yang Mengguncang Dunia
Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, “…Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi, sebab para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham. Mereka mewariskan ilmu. Siapa saja yang memungut ilmu itu, maka ia mendapatkan bagian yang sempurna”.
Bahwa Habib Utsman bin Yahya dikenal sebagai mufti Betawi dan diangkat oleh Belanda sebagai Honorair adviseur (Penasehat Kehormatan) untuk urusan Arab, dan juga sahabat dekat Snouck Hurgronje. Persahabatannya dengan Snouck Hurgronje memang mengundang kontroversi dan polemik di kalangan ulama dan cendikiawan sampai hari ini.
Namun, terlepas dari polemik itu ternyata di Nusantara, lahir banyak ulama yang perannya tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak ulama Nusantara yang memiliki pengaruh besar di dunia Internasional.
Ulama-ulama Nusantara ini telah berperan dalam mengembangkan pemikiran Islam dan menyebarkan pesan kebaikan ke seluruh penjuru dunia. Berikut adalah ulama Nusantara yang hingga kini nama dan karyanya dikenal dunia :

1. Syekh Nawawi al-Bantani
Nama lengkapnya adalah Abu Abd al-Mu’ti Muhammad bin Umar al-Tanara al-Jawi al-Bantani. Lahir di Tanara, Serang, Banten pada 1813 dan wafat di Mekah pada 1897.
Syekh Nawawi merupakan keturunan Maulana Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati Cirebon, Jawa Barat, serta generasi ke-12 dari Sultan Banten.
Saat usia 15 tahun, Syekh Nawawi memantapkan tekad untuk berhaji dan menuntut ilmu di Mekkah. Ia berguru dengan banyak tokoh penting dalam dunia Islam. Antara lain, Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Junaid, dan Syekh Ahmad Dimyati.
Syekh Nawawi juga sempat berguru kepada Syekh Muhammad Khatib dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan, dua ulama besar di Madinah, Arab Saudi. Kematangan dan kecerdasannya diakui setiap guru yang ia temui.
Bahkan, ulama asal Mesir, Syekh Umar Abdul Jabbar dalam karyanya berjudul al-Durus min Madhi al-Ta’lim wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Haram tak ragu menyebut Syekh Nawawi sebagai sosok yang produktif dan menguasai berbagai cabang keilmuan.
Hingga akhir hayatnya, Syekh Nawawi berhasil menulis ratusan judul kitab yang menjadi rujukan ulama-ulama di Jazirah Arab dan Asia Tenggara. Di Indonesia, karya-karya itu menjadi kurikulum wajib di pesantren dan madrasah.
Seperti kitab al-Tafsir al-Munir li al-Mualim al-Tanzil al-Mufassiran wujuh mahasin al-Ta’wil musamma Murah Labid li Kasyafi Ma’na Qur’an Majid, Kasyifah al-Saja syarah Safinah al-Naja, Sullam al-Munajah, Nihayah al-Zain, atau Nashaih al-‘Ibad.

2. Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi
Nama lengkapnya adalah al Allamah asy Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah bin Abdul Lathif bin Abdurrahman. Ia lahir di Koto Tuo – Balai Gurah, IV Angkek, Agam, Sumatera Barat pada 1860 dan wafat di Mekkah 1916.
Ia tercatat sejarah sebagai orang non-Arab pertama yang dipercaya menjadi imam besar di Masjidil Haram, Mekkah. Syekh Khatib sudah dititipkan ke beberapa ulama besar di Mekkah sejak usia 10 tahun.
Ia berguru kepada banyak ulama besar, di antaranya Sayyid Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha al Makki asy Syafi’i, Sayyid Utsman bin Muhammad Syatha al Makki asy Syafi’i, serta Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul Abidin Syatha ad Dimyathi al Makki asy Syafi’i.
Dari pikirannya, lahir ratusan karya. Beberapa judul yang sering dijadikan rujukan oleh ulama dunia ialah Hasyiyah an Nafahat ala Syarhil Waraqat lil Mahalli Al Jawahirun Naqiyyah fil Amalil Jaibiyyah, ad Da’il Masmu ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Maa Wujudil Ushul wal Furu, serta Raudhatul Hussab.
Di Indonesia, banyak tokoh besar belajar kepada Syakh Khatib, seperti Haji Rasul (ayah Buya Hamka), KH Hasyim Asyari dan KH Ahmad Dahlan.

3. Syekh Muhammad Yasin al-Fadani
Syekh Yasin memiliki nama lengkap Abu al Faydl Alam al Din Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al Fadani. Ulama berdarah Padang, Sumatera Barat ini dilahirkan 17 Juni 1915 dan wafat di Mekkah pada 20 Juli 1990.
Ia mengawali pendidikan agama dari ayahnya, Syekh Muhammad Isa al-Fadani. Setelah itu melanjutkan ke Madrasah ash-Shautiyyah, Mekkah. Pada saat dewasa, Syekh Yasin mendirikan madrasah Darul Ulum al-Diniyyah dan mengajar di Masjid al-Haram.
Sepanjang hidupnya, Syekh Yasin menulis 97 kita. Yang paling dikenal berjudul Al-Fawaid al-Janiyyah. Buku ini menjadi materi silabus dalam mata kuliah ushul fiqih di Fakultas Syariah Al-Azhar Kairo, Mesir.

4. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari lahir di Desa Lok Gabang Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada 17 Maret 1710. Ia wafat di Dalam Pagar, Martapura Timur, Banjar, pada pada usia 102, yakni 3 Oktober 1812.
Syekh Arsyad mendapat julukan Anumerta Datuk Kelampaian. Jelang remaja, ia pergi ke Mekkah dan bertemu dengan ulama masyhur sekelas Syekh Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, dan al-Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.
Dari kecerdasannya, lahir banyak karya, salah satunya adalah kitab berjudul Sabilal Muhtadin lit-Tafaqquh fi Amriddin. Kitab tersebut dianggap banyak tokoh sebagai buku paling monumental. Kitab yang memuat penjelasan hukum fikih itu bahkan dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.

5. Syekh Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi
Syekh Sulaiman atau yang dikenal dengan Inyiak Canduang lahir di Candung, Sumatera Barat pada 1871 dan wafat pada 1 Agustus 1970. Ia menempuh pendidikan agama di Mekkah bersama KH Hasyim Asyari, Syekh Hasan Maksum, Syekh Khatib, Syekh Zain Simabur, dan lainnya.
Selain itu, Syekh Sulaiman juga berguru ke ulama Kelantan dan Patani, Thailand. Ia menimba pengetahuan dari Syekh Wan Ali Abdur Rahman al-Kalantani, Syekh Muhammad Ismail al-Fathani dan Syekh Ahmad Muhammad Zain al-Fathani.
Sekembalinya ke Indonesia pada 1950, Syekh Sulaiman turut serta dalam keanggotaan Konstituante mewakili Persatuan Tarbiyah Indonesia (Perti).
Karya Syekh Sulaiman banyak menjadi sumber inspirasi bagi ulama di Asia Tenggara dan Jazirah Arab.
Beberapa judul yang dikenal antara lain Dhiyaus Siraj fil Isra’ Walmi’raj, Tsamaratul Ihsan fi Wiladah Sayyidil Insan, Dawaul Qulub fi Qishshah Yusuf wa Ya’qub, Risalah al-Aqwal al-Wasithah fi Dzikri Warrabithah, al-Qaulul Bayan fi Tafsiril Quran, serta al-Jawahirul Kalamiyyah.
Syekh Sulaiman dianggap sebagai tokoh yang menyebarluaskan gagasan keterpaduan adat Minangkabau dan syariat lewat ungkapan Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.

6. Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari
Ia lahir pada 14 Februari 1871 M yang bertepatan dengan Selasa Kliwon, 24 Dzulqa’dah 1287 H di Kabupaten Jombang. Wafat di Jombang dalam usia 76 tahun. Yakni, pada 21 Juli 1947 M atau 3 Ramadhan 1366 H. Sosok pendiri Nahdlotul Ulama (NU) ini dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.
Hampir sebagian besar pesantren di Jawa dan Sumatera lahir dari rahim Pesantren Tebuireng. Para Kiainya pernah menjadi santrinya.
Selain itu, Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari juga berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia serta menginspirasi perlawanan terhadap penjajahan di dunia Islam. Ia mengajak para santrinya untuk berjuang melawan penjajah. Menurutnya berjuang melawan penjajah hukumnya fardlu ‘ain, wajib bagi setiap kaum Muslimin Indonesia.
Pada 22 Oktober 1945 Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad. Isinya, hukum membela negara dan melawan penjajah adalah fardlu ‘ain alias wajib bagi setiap mukallaf (orang dewasa) yang berada dalam radius 88 kilometer.
Jadi, pahala perang melawan penjajah setara dengan jihad fi sabilillah. Oleh karena itu, orang Islam yang gugur dalam peperangan itu dihukumi mati syahid. Fatwa jihad ini kemudian dikenal dengan istilah Resolusi Jihad.
Sejumal karya Hadratussyekh KH Hasyim Asyari diantaranya adalah Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah fi Hadits al-Mauta wa Syarat as-Sa’ah wa Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah, Adab al Alim wa al Mutaalim, Ziyadat Ta’liqat, At Tanbihat al Wajibat Liman Yasna’u al Maulid bi al Munkarat, Ar Risalah al Jami’ah, Annur al Mubin fi Mahabatti Sayyid al Mursalin, Hasyiyat ‘ala fathi ar Rahman bi Syarhi risalat al Wali Risalani li Syaikhi al Islam Zakariya al Anshari, Ad Durar al Muntasirah fi al masail at Tis’a Asyarata, At Tibyan fi Nahyi an Muqotha at al Arham wa al Aqrab wa al Akhwan, Ar Risalah at Tauhid, Al Qawaid fi Bayani Yasibu min al ‘Aqaid, dan masih banyak lagi lainnya.
Waallahu Alam




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *