Pembohong Dan Penipu Haram Dijadikan Mursyid

Akhir-akhir ini kita di suguhkan sejuta fakta keculasan serta penghianatan dari mereka yang kita anggap sebagai guru spiritual bahkan ada yang sampai ke derajat mursyid sebuah thariqah, tanpa sadar para murid atau salik hanya dijadikan komoditi kapitalisasi industri agama yang mereka kelola.

Tidak sampai hanya di situ, merekapun sudah mengobrak abrik tatanan bangsa dengan memanipulasi sejarah serta sejuta freaming yang dipaksakan untuk menaikan kelas sosialnya dengan merendahkan para Ulama pribumi.

Oleh karena itu bahwa seharusnya seorang murid atau salik mencari mursyid sejati berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Syekh Abdul Wahab asy-Sya’roni ra dalam kitab Tanbih al-Mughtarrin.

Menurutnya, dalam mencari mursyid, murid harus memiliki kehati-hatian untuk menghindari mursyid yang bukan mursyid hakiki dengan memahami kriteria berikut:

1. Seseorang yang disebut mursyid harus berpegang teguh pada al-Quran dan Sunnah

2. Tidak boleh memilih mursyid yang tidak memiliki kemapanan ilmu syariat atau mencampur pemahaman syariatnya dengan hawa nafsu, kemudian darinya ia memberikan irsyad kepada orang-orang yang ingin menuju Allah SWT.

3. Berpegang teguh pada hujjah yang memiliki argumentasi yang kokoh dan keunggulan yang jelas (dalam hal ini merujuk pada pendapat ulama yang bisa menjadi rujukan seperti karya Syekh Imam Ghazali ra, Ibnu Arabi ra yang diakui memiliki kekokohan argumentasi dalam ilmu tasawuf. Begitupula dengan ilmu thariqah yang memiliki reputasi baik dalam sejarah dan tidak ada penyimpangan).

Selain tiga kriteria di atas, seorang mursyid juga harus jujur dalam menyampaikan qaul ulama. Seperti halnya ketika mengutip perkataan Syekh Abdul Qadir al-Jilani ra, maka ia harus mengedepankan kejujuran dan tidak ada hawa nafsu di dalamnya.

Dalam memperlajari tasawuf, Syekh Abdul Wahab asy-Sya’roni ra mengutip pendapat Syekh Junaid al Baghdadi ra untuk selalu mengedepankan Al-Qur’an dan selalu menjalankan syariat yang jelas sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Adapun untuk memilih thariqah, maka thariqahnya adalah thariqah para ahli tasawuf yaitu مشيدة بالكتاب والسنة (thariqahnya selalu merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah). Sehingga jika ada tokoh yang mengajarkan tasawuf dan thariqah tidak berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan juga tidak memahami makna-maknanya, maka tidak boleh diikuti. Inilah yang harus menjadi dasar dan pedoman kita dalam mencari mursyid.

Kemudian Syekh Junaid al-Baghdadi ra juga memperingatkan untuk tidak percaya kepada orang yang mengaku sebagai pembimbing spiritual dengan memiliki kesaktian seperti bisa terbang, berjalan di atas air, kecuali orang-orang di sekitarnya sudah menyaksikan bahwa ia adalah orang yang tertib dalam menjalankan syariat. Artinya orang tersebut menjaga syariat Nabi Muhammad SAW. dengan menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya, bahkan menjauhi hal-hal yang syubhat.

Lalu bagaimana jika ada orang yang mengaku sebagai guru spiritual namun melepas semua hukum-hukum syariat..??

Maka kata Syekh Junaid al-Baghdadi ra, “Jauhilah”, karena khawatir kita justru akan terjerumus ke dalam kesesatan setelah mengikuti langkah orang tersebut.

Untuk mencari guru sejati, kita tidak boleh hanya fokus pada aspek lahiriyah saja. Karena kriteria mursyid menurut Syekh Abdul Wahab asy-Sya’roni ra itu berdasarkan kualitas pemahaman, bukan pada aksesoris keagamaan semata.

Jika ada yang menimba ilmu dari orang yang memiliki kriteria seperti ini, maka perlu di waspadai. Karena ia tidak berposisi sebagai guru rohani sesungguhnya, tetapi hanya bermanis-manis dengan kalimat namun tidak memiliki kemampuan untuk berargumentasi sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Untuk itu, jangan sampai tertipu dengan yang demikian. Sufi hakiki tidak pernah menampilkan aksesoris dan tidak mau mengada-ngada karena merasa dirinya bukan siapa-siapa. Inilah adab yang hakiki.

Namun kecenderungan kita adalah mengikuti orang yang memiliki popularitas tanpa berpegang teguh pada prinsip di atas. Sedangkan orang yang mumpuni justru tidak akan banyak peminatnya dikarenakan penampilan yang kurang meyakinkan.

Jika pada akhirnya orang yang demikian itu dapat menarik simpati masyarakat dan memperoleh sesuatu dari kepopulerannya itu, maka apa yang ia dapatkan menurut Syekh Abdul Wahab Asy Sya’roni r.a.  bisa menjadi haram karena termasuk katagori penipu. Na’udzubillahi min zalik.




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *