PERANG BUBAT (PERANG SUNDA-JAWA) MERUPAKAN KISAH MANIPULASI SEJARAH OLEH KOLONIAL BELANDA

PERANG BUBAT MERUPAKAN KISAH MANIPULASI SEJARAH OLEH KOLONIAL BELANDA : Kisah bohong Perang Bubat ini yang Membuat Luka Relasi Sunda dan Jawa renggang beberapa abad hingga sekarang.

Kisah perang bubat membuat hubungan antara Sunda dan Jawa terluka. Sampai-sampai ada mitos orang Sunda laki-laki tidak boleh menikahi perempuan Jawa sejak saat itu. Luka budaya tersebut perlu disembuhkan dengan rekonsiliasi pelurusan sejarah.

Dalam kisah yang ditulis di kitab pararaton (buatan Kolonial Belanda) perang bubat menyebutkan bahwa tragedi Perang Bubat bermula dari kedatangan utusan Majapahit ke Kerajaan Galuh (Sunda) untuk melamar Dyah Pitaloka yang akan dinikahkan dengan Raja Majapahit Sri Rajasa Nagara (Hayam Wuruk).

Lamaran Raja Hayam Wuruk dijawab dengan berkunjungnya Raja Sunda, Prabu Maha Raja Lingga Buana ke Majapahit. Sebelum memasuki istana, rombongan raja Sunda beristirahat di masjid agung sekitar Alun-alun Bubat. Tiba-tiba Patih Gajah Mada mengatakan Raja Sunda  telah takluk kepada Majapahit dengan bukti menyerahkan anaknya sebagai upeti untuk dijadikan selir Raja Hayam Wuruk. Perang besar yang tak seimbang terjadi di Bubat pada tahun 1379. Raja Sunda dan permaisuri gugur, Dyah Pitaloka bunuh diri.

Perang Bubat diangkat sebagai desertasi oleh orang Belanda yang mengaku sejarawan bernama CC Berg pada tahun 1927-1928 berdasar pada Kidung Sunda dan Kidung Sundayana.

Desertasi Berg perlu ditelaah secara kritis, Kidung Sunda dan Sundayana yang sebelumnya diperkirakan ditulis di Abad-16, padahal Perang Bubat terjadi pada Abad-14, karena terpaut waktu 200 tahun yang menjadikan kisah ini menjadi tidak valid terkait tidak ada catatan lain mengenai kisah ini dari sumber sejaman.

Selain itu, teryata ditemukan fakta baru yang mengejutkan, Kidung itu baru ditulis pada 1927-1928 oleh Berg. Dalam desertasi ia menyadur dari sumber sejarah sebelumnya yang disebut naskah asli, namun sampai halaman terakhir, ia tak pernah menyebut naskah aslinya. Sehingga dapat dipastikan, ia tidak pernah meng”copy-paste”, karena naskah aslinya dipastikan tidak pernah ada, tetapi direkayasa seakan naskah itu ada.

Motif Berg merekayasa sumber sejarah itu diduga untuk memecah belah masyarakat Indonesia agar tidak mudah bersatu melawan Belanda. Oktober tahun 1928, lahir Sumpah Pemuda yang untuk pertama kalinya istilah Indonesia digunakan dalam hubungan dengan persatuan bangsa. “Dipastikan penjajah Belanda melalui berbagai cara ingin membendung upaya pemuda Indonesia agar terpecah-belah dan tidak bisa bersatu. Salah satunya melalui buku yang ditulis Berg. Perang Bubat merupakan mitos yang terus dikembangkan sampai menjadi titik kepercayaan bagi masyarakat, sehingga mengakibatkan ada persengketaan jawa dan sunda.

Hingga kini, tak ada  satu pun dari sekitar 50 prasasti yang berasal masa Kerajaan Majapahit dan 30 prasasti dari masa Kerajaan Sunda yang menyebutkan dan menguraikan soal perang bubat tersebut.

Fakta menunjukkan mitos yang dikembangkan Belanda itu telah membuat relasi budaya Sunda dan Jawa menjadi tidak harmonis.

Luka budaya karena mitos Perang Bubat tersebut secara serius hendak dipupus oleh pemerintah Republik Indonesia dengan penamaan jalan utama di Yogyakarta pada awal Oktober 2017. Pada bulan itu, di Yogyakarta dilakukan peletakan nama Jalan Siliwangi, Pajajaran dan Majapahit menjadi satu kesatuan dalam satu jalur yang dulu bernama Ring Road (Jalan Lingkar). Kemudian pada awal Maret yang lalu, dilakukan penamaan Jalan Prabu Siliwangi dan Jalan Pasundan di Kota Surabaya yang diawali dengan dialog budaya antaretnik Sunda-Jawa. Penamaan jalan tersebut merupakan upaya memutus dendam sejarah menuju rekonsiliasi budaya yang dulu diwariskan dari generasi ke generasi kedua etnik.

 

 

 

 




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *