Habibah Fatimah (Wanita dari klan Ba’alawi yang Rakus berambisi menguasai Kesultanan Banten bekerjasama dengan VOC)

Habibah Fatimah merupakan ratu dan permaisuri dari penguasa kerajaan Banten periode 1733 hingga 1750, Istri dari Sultan Zainul Arifin yang dipercaya sebagai agen VOC Belanda. Habibah sendiri sebelumnya adalah wanita keturunan Arab yang merupakan janda cantik dari Wan Mohammad, seorang pegawai sipil militer VOC Belanda di kawasan etnis Melayu (Kampung Melayu) Batavia. Penguasa VOC Belanda sengaja mengirim Habibah untuk dijadikan istri Sultan Zainul Arifin untuk mencegah kerajaan Banten bekerjasama dengan kerajaan Mataram dan memecah belah lingkaran dalam kerajaan Banten.

Habibah dikenal sebagai ratu yang ambisius dengan kekuasaan. Habibah sengaja mengadu domba Sultan Zainul Arifin dengan putra mahkotanya, Pangeran Gusti dengan isu hendak merebut kekuasaan Sultan. Taktik adu domba ini dipicu adanya penolakan Pangeran Gusti sebelumnya terhadap rencana Habibah yang ingin menikahkan dirinya dengan saudari Habibah. Sultan Zainul Arifin yang terpancing hasutan Habibah memutuskan VOC Belanda dilibatkan dalam mengatasi masalah ini dengan menangkap Pangeran Gusti di Batavia untuk kemudian diasingkan ke Ceylon (Srilanka) tahun 1745.

Meskipun secara resmi Sultan Zainul Arifin adalah penguasa Kesultanan Banten, namun Habibah kemudian berhasil menjadi figur penting dan dominan dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan kesultanan Banten. Dukungan yang sangat besar dari VOC Belanda juga memberikan banyak keuntungan baginya. Konon Habibah sempat dengan sengaja menyebut dirinya sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW sehingga banyak rakyat kesultanan Banten yang mempercayai dan mendukungnya.

Sultan Zainul Arifin baru menyadari kesalahan dan kekeliruannya selama ini setelah Habibah mengangkat keponakannya sendiri untuk dijadikan sebagai putra mahkota. Sejak itulah Sultan Zainul Arifin terlihat mengalami gangguan kejiwaan sehingga Habibah meminta VOC Belanda menangkap dan membuangnya ke Ambon hingga akhir hayatnya. Habibah kemudian memimpin Kesultanan Banten dan memberikan wilayah pantai utara Tatar Sunda dan Sukabumi selatan untuk dikelola secara khusus oleh VOC Belanda.

Rakyat Banten yang kemudian mengetahui niat jahat Habibah lalu mulai protes hingga mengadakan perlawanan terhadap ratu mereka sendiri. Perang pun berkobar mulai pada bulan Oktober 1750 yang dipimpin langsung oleh Ratu Bagus Buang dan Kiai Tapa dan membuat Habibah serta Belanda yang mendukungnya terdesak. Untuk mencegah kerugian di pihak Belanda, Gubernur Jenderal VOC, Jacob Mussel memerintahkan penangkapan Habibah dan pendukungnya. Kapten Flack kemudian mengasingkan Habibah ke pulau Edam yang berada di teluk Batavia.

Dalam pengasingannya tersebut Habibah mengalami depresi berat hingga akhirnya bunuh diri dengan meminum racun pada tahun 1751. Makam Habibah dan keempat pengawalnya kini dapat ditemui di pulau Edam, Kepulauan Seribu, tidak jauh dari lokasi mercusuar Vas Licht. Semasa hidupnya, Habibah juga sempat menjalin cinta dengan Gubernur Jenderal VOC, Baron Van Inhoff. Surat cinta mereka masih tersimpan rapi dan menjadi salah satu koleksi Arsip Nasional Jakarta.




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *