Sejarah Perjuangan Kyai Makmur Pemalang (1906-1947) – GUGUR DIBUNUH BELANDA

Sejarah Perjuangan Kyai Makmur (1906-1947) – GUGUR DIBUNUH BELANDA

BUKTI SEJARAH: Rumah dan Lukisan wajah Kyai Makmur sebagai saksi bisu sejarah penangkapannya oleh Hindia Belanda sebelum akhirnya di eksekusi mati di Jalan Raya Pantura.

Sosok Kyai Haji Makmur atau sapaan akrabnya Kyai Makmur merupakan Bupati Pemalang ketiga setelah Indonesia merdeka, atau kesembilan dalam urutan sejarah awal Kabupaten Pemalang ini memiliki jasa besar bagi masyarakat Pemalang. Di mana dirinya dengan gagah berani menolak agresi militer Belanda pertama, walaupun akhirnya harus gugur sebagai pahlawan.

Kisah perjuangan ini diceritakan oleh H Agus Bazi Raharjo (62), keponakan dari Kyai Makmur yang menyebutkan bahwa perjuangan pamannya ini sangat hebat dan luar biasa dalam membela tanah air. Ia dengan gagah berani memimpin pasukan Laskar Hizbullah-Sabilillah di era kemerdekaan, yang mana Belanda masih ingin merebutnya.
“Beliau ini panutan dan sangat luar biasa. Pada 30 September 1946, beliau diangkat sebagai bupati pada sidang rakyat untuk menggantikan bupati sebelumnya, yang diturunkan oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR),” ucapnya.

Sebelum menjadi seorang bupati, Kyai Makmur muda sangat tekun belajar ilmu agama. Ada tiga pesantren besar tempat Kyai Makmur menimba ilmu, yaitu Pesantren Godong di K.H. Hasyim Asy’ari, Jamsaren di Solo, dan Tebuireng di Jombang. Kemudian tepat saat berumur 26 tahun, dirinya diberikan perintah oleh gurunya, K.H. Hasyim Asy’ari untuk membuka pondok pesantren Salafiah yang masih berdiri sampai saat ini.
Karena hal itulah, Kyai Makmur menjadi seorang pemimpin pasukan dan diangkat sebagai Bupati Pemalang, di mana bupati yang menjabat sebelumnya saat itu membelot kepada pemerintah RI dan diturunkan oleh rakyat. Namun era pemerintahannya hanya berselang sembilan setengah bulan, akibat ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah Hindia Belanda.

SOSOK: Lukisan Kyai Makmur

“Kyai Makmur terus mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang saat itu hendak direbut Belanda. Dari hal itu, akhirnya beliau ditangkap oleh belanda bersama adik laki-lakinya dan dijatuhi hukuman mati di Jalan Raya Pantura,” terang Agus, di rumah perjuangan Kyai Makmur yang masih berdiri kokoh di Kelurahan Mulyoharjo, beberapa waktu lalu.
Atas jasa perjuangan Kyai Makmur, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pemalang berencana akan membangun Monumen Pahlawan Kyai Makmur menggantikan tugu Nanas Madu di Alun-alun kota.

Terkait perencanaan pembangunan, Kepala Disperkim Pemalang Iing Winarso menjelaskan, Pemkab telah menganggarkannya di APBD 2023. Rencananya, monument tersebut akan dibangun pada pertengahan tahun mendatang.

“Kita sudah anggarkan dan desainnya nanti tergantung pada aspirasi masyarakat. Namun rencananya, monumen pahlawan Kyai Makmur akan dibangun seperti monumen perjuangan sebelumnya, lengkap dengan relief kisah perjuangan sang ulama saat mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kabupaten Pemalang,” tuturnya.
Sumber tulisan :https://joglojateng.com/2023/01/24/sejarah-perjuangan-kyai-makmur-1906-1947/

Di tepi Jalan Raya Pantura yang berada di Kabupaten Pemalang, terdapat sebuah tugu peringatan berwarna putih dengan garis tepi warna merah. Di sanalah dulu Kyai Makmur bersama adiknya tewas tertembak.

Almarhum Kyai Makmur dan adiknya dimakamkan di TPU Pagaran Pemalang. Kini sosok Kyai Makmur dikenang sebagai salah satu nama jalan di Pemalang.

Dilansir dari Pemalangkab.go.id, Kyai Makmur dilahirkan di Desa Pelutan, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang pada tahun 1906. Ayahnya, KH Nawawi, merupakan seorang penghulu dan imam sholat di Masjid Agung Pemalang.

Kyai Makmur merupakan anak pertama dari sebelas bersaudara. Pada 1921, Kyai Makmur melanjutkan pendidikan di Presantren Grobogan dan kemudian pindah ke Pesantren Godong di Purwodadi.

Tahun 1922, Makmur bersama kakak sepupunya menempuh pendidikan di Pesantren Jamsaren, Solo. Ia kemudian kembali ke Pemalang pada tahun 1925.

Tak lama kemudian Kyai Makmur melanjutkan pendidikan di Pesantren Tebu Ireng. Setelah 6 tahun belajar di Tebu Ireng, ia kembali ke Pemalang.

Saat berusia 26 tahun, Kyai Makmur diperintahkan oleh gurunya dari Pesantren Tebu Ireng, Kyai Hasyim Asy’ari, untuk membuka pondok pesantren salafiah.

Saat itu juga ia menikah dengan Samnah, seorang anak mantan penghulu yang berasal dari Tegal. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai empat orang anak yaitu tiga laki-laki dan satu perempuan.

Pada tahun 1946, Kyai Makmur menjadi seorang pemimpin pasukan dan diangkat sebagai Bupati Pemalang.

Namun era pemerintahannya hanya berjalan sembilan bulan. Pada 14 Oktober 1947 ia ditembak mati oleh Belanda pada Agresi Militer I karena tidak mau diajak bekerja sama.




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *