CARA MENANGANI POLEMIK NASAB PALSU PADA MASA DAULAH ABBASIYAH ABAD 8M

POLEMIK NASAB PALSU

Suatu ketika masa Daulah Abbasiyah, tepatnya ketika Khalifah Al-Mutawakkil memerintah (847 – 861 M).

Seorang wanita bernama Zainab, mengaku-ngaku bahwa dirinya adalah cucu nabi Muhammad SAW. Ia menyebut bahwa dirinya adalah putri dari pasangan ‘Ali bin Abi Thalib dan Fathimah rah.

Bagaimana mungkin ia masih hidup ketika itu? Berarti ia hidup selama dua ratus tahun lebih, karena rentang masa antara zaman Nubuwah dan Daulah Abbasiyah, berkisar dua abad lamanya.

Meskipun pengakuannya ini tidak masuk akal, tetapi di tengah masyarakat, Zainab merupakan orang yg cukup berpengaruh. Ia memiliki banyak pengikut. Bahkan ia mampu mengeksploitasi harta pengikutnya. Maka Khalifah Al-Mutawakkil pun mengeluarkan perintah untuk mengundangnya ke istana.

Khalifah : “Kamu ini seorang gadis dan Rasulullah telah wafat ratusan tahun yg lalu. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi..?”

Zainab : “Sesungguhnya Rasulullah mengusap kepalaku dan berdoa kepada Allah untuk mengembalikan masa mudaku setiap 40 tahun sekali.”

Masih belum yakin dengan jawaban yg tidak masuk akal ini, Khalifah Al-Mutawakkil mengumpulkan para Masyayikh (para tetua) keturunan ‘Ali bin Abi Thalib, putra-putra Al-‘Abbas, segenap warga Quraisy, dan memberitahu mereka perkara Zainab yg sangat kontroversial. Dan kemudian mereka pun menyebutkan sebuah riwayat bahwa Zainab telah wafat.

Khalifah : “Apa yang kamu katakan untuk menjawab pernyataan mereka..?”

Zainab : “Itu riwayat palsu dan keji. Karena sesungguhnya, privasiku terjaga dari pengetahuan orang-orang. Bahkan mereka tidak tahu tentang kehidupan dan kematianku.”

Kemudian Khalifah bertanya kepada jama’ah yg dia kumpulkan, “Adakah kalian memiliki bukti yg dapat mengungkap tipu daya wanita ini selain riwayat yg kalian sampaikan?”
Sayangnya mereka menjawab, “Tidak.”

Namun beberapa saat kemudian, sebagian mereka menawarkan satu solusi untuk memecahkan masalah ini dengan mendatangkan ‘Ali bin Muhammad bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, yang mempunyai laqob (nama panggilan) “Al-Haadi”.

Setelah disampaikan kepadanya apa yg sedang terjadi, Al-Hadi pun menegaskan bahwa Zainab putri Ali sudah lama meninggal dengan menyebutkan tahun, bulan dan hari kematiannya. Tetapi bukan jawaban seperti ini yg diinginkan Sang khalifah. Beliau bahkan berjanji tidak akan melepaskan Zainab sebelum membungkamnya dengan hujjah yg kuat.

‘Ali Al-Hadi : “Jika benar dia adalah anak Fathimah.. Sesungguhnya jasad keturunan Fathimah tidak akan dimangsa oleh hewan-hewan buas. Maka datangkanlah hewan buas kepadanya. Dan lemparkan ia di tengah kerumunan hewan buas itu..”

“Tidak!” teriak Zainab yang raut wajahnya tetiba berubah ketakutan. “Ini hanyalah cara agar dia bisa membunuhku! Kenapa tidak kamu saja yang melakukannya.” katanya berusaha membela diri.

Dengan tenang, ‘Ali Al-Hadi berkata, “Ya. Aku berani membuktikannya.”

Dan beberapa saat kemudian, ia dimasukkan ke dalam sebuah kandang. Perlahan-lahan, enam ekor singa yang ada di dalam kandang itu, mendekati Ali satu per satu. Dengan lembut, tangan Ali membelai kepala singa-singa yang mendekatinya. Binatang-binatang buas itu, di hadapan ‘Ali Al-Hadi, menjadi jinak dan penurut.

Begitu melihat ‘Ali keluar dari kandang dengan selamat, dan dilihatnya dengan mata kepala sendiri sebuah pemandangan yg langka, Zainab pun hanya terdiam seribu bahasa.

Dan akhirnya, ia akui kebohongan yg selama ini ia desuskan, tipu daya yg selama ini dia mainkan. Masyarakat yg mengetahui kejadian ini, menjulukinya dengan sebutan, “Zainab Al-Kadzaabah.”

Referensi:
– Al-Mafakhir karya An-Naisaburi.
– Lisan Al-Mizan karya Ibnu Hajar Al-‘Asqallani.
– Muruj Adz-Dzahab karya Al-Mas’udi.

Note : Jalan terakhir kalau tes DNA ‘ga mau juga! Coba suruh masuk Kandang Singa!




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *