SEJARAH GELAR SAYYID-HABIB DALAM PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA
Awalnya Baalawi Indonesia meminta kepada pemerintah kolonial Belanda agar gelar “Sayyid” itu diberikan khusus kepada mereka, Belandapun memberikannya, sehingga gelar “Sayyid” itu hanya dibolehkan untuk Baalawi saja, khususnya dalam panggilan resmi dan catatan dokumen.
Hal itu diberatkan oleh imigran Yaman yang lain dan terjadilah kesenjangan antara Baalawi dan imigran non Baalawi, hingga pada akhirnya imigran non Baalawi membayar mahal kepada Belanda agar mereka juga diizinkan untuk menggunakan gelar Sayyid dan Belandapun mengizinkan. Hal ini membuat Baalawi Indonesia bertambah jengkel, karena sebelum itu mereka sudah jengkel akibat imigran non Baalawi menentang mereka soal kafaah nikah.
Terkait rebutan gelar Sayyid ini, Habib Abdurrahman bin Ubaidillah Assegaf (Mufti Hadramaut) menyalahkan Baalawi Indonesia, kata beliau, di Yaman juga banyak tokoh yang bukan keturunan Nabi yang biasa dipanggil Sayyid.
Setelah gelar Sayyid sudah bukan lagi khusus untuk Baalawi maka Baalawipun mulai menggunakan gelar Habib, mereka saling memanggil “Habib” atau disingkat “Bib”, padahal gelar “Habib” itu di Yaman hanya digunakan untuk Baalawi yang ulama atau yang disepuhkan saja. Jadi, yang berjuluk Habib di Indonesia berbeda dengan yang berjuluk Habib di Yaman.