PERUSAHAAN KABIB MEMERAH MUKIBIN

PERUSAHAAN KABIB MEMERAH MUKIBIN

Dalam konteks bisnis agama ini, umat beragama adalah pasar yang sangat menggairahkan dan karena itu bisa dimanfaatkan (atau dimanipulasi) dengan baik oleh kaum kapitalis agama.

Kaum kapitalis atau pedagang agama ini bisa saja seorang klerik, pendakwah, politisi, birokrat, akademisi, artis, jurnalis, pebisnis, penulis dan masih banyak lagi.

Siapapun mereka, apapun profesinya, yang jelas intinya adalah mereka menjadikan atau memanfaatkan agama sebagai atau layaknya barang dagangan untuk meraup keuntungan ekonomi-politik dan material-duniawi.

Sebagian umat beragama memang seperti konsumen loyal dan faithfuel yang bisa dengan gampang membeli produk-produk keagamaan sehingga menguntungkan bagi para pedagang dan tengkulak agama ini.

Tentu saja tidak semua orang, termasuk umat beragama itu sendiri, mau atau bersedia membeli produk-produk keagamaan yang ditawarkan oleh kelompok kapitalis agama tadi.

Karena sebagian kaum Muslim di Indonesia, terlebih yang memiliki gelar Mukibin yang adalah pecinta Kabib, maka bisnis atau jualan berbalut dzuriyah Nabi SAW yang dijajakan, dikampanyekan, dan dipropagandakan oleh Klan Ba’alwi (baik yang radikal maupun kalem) dengan menumpangi ormas keislaman ini juga lumayan laku laris-manis tanjung-kimpul.

Banyak kaum Muslim dengan antusias, ketulusan, keikhlasan, dan keluguan berbondong-bondong membeli aneka produk bisnis agama ini dengan harapan tentu saja untuk mendapatkan ridha Allah SWT dan sebanyak mungkin pahala supaya kelak bisa masuk surga.

Oleh karena itu para aktor atau pengosong nasab (padahal setelah diteliti mereka Ba’alwi nasabnya palsu) untuk menuju kekuasaan dan kepentingannya ini tidak perlu bermodal besar untuk mengeruk keuntungan ini. Mereka cukup bermodalkan sejumlah ayat Al-Qur’an ditambah sejumlah Hadis dan perkataan (aqwal) para ulama tertentu yang tentu saja semuanya, baik ayat, hadis, maupun aqwal tadi sudah dipilah-pilah atau disortir sedemikian rupa dan disesuaikan dengan narasi, selera, agenda, dan kepentingan mereka.

Meskipun ada segunung teks, wacana, sejarah, dan tradisi keislaman yang kontra, mereka abaikan karena tidak mendukung proyek ekonomi-politik-kekuasaan yang mereka desain dan agendakan.

Dengan membubuhkan teks-teks sakral-agamis, maka gagasan dan wacana profan-sekuler seperti konsep tadi kemudian menjadi ikut-ikutan tampak suci-Islami karena mendapat legitimasi teologis atau stempel ketuhanan.

Meskipun sebetulnya hanya sebagai sebuah konsep maupun aksi dan gerakan tetap saja profan dan sekuler karena merupakan produk dari pemikiran dan kebudayaan manusia. Tetapi sebagian segmen publik massa Islam tidak memperdulikannya. Yang penting buat mereka, produk-produk itu ada dalil-dalil keislamannya.

Jika sudah kelihatan Islami dan seolah-olah mendapat restu dari Allah SWT, maka produk ini pun siap untuk di-launching. Di luar sana, sudah mengantri sekian banyak konsumen setia menunggunya yaitu Mukibin yang sudah kesurupan atas janji masuk sorga oleh Kabib.

Itulah yang terjadi saat ini dan juga masa-masa yang lalu di mana sebagian kaum Muslim rela berbondong-bondong menjadi pengikut setia para kapitalis Kabib yang menjual agama lewat klaim sebagai dzuriyah Nabi SAW untuk kepentingan material-ekonomi dan politik-kekuasaan.

Atas nama menghormati dan memuliakan Islam dengan berlandaskan dzuriyah Nabi SAW serta menjunjung tinggi martabat kaum Muslim, mereka pun rela merendahkan, melecehkan, dan mengabaikan hak-hak dan rasisme diluar kalangan mereka seperti penyebutan ahwal kepada pribumi. Rasisme yang dibalut dengan agama adalah ajaran sesat dan menyesatkan.

Disinilah sesunggunya dapat dilihat apa yang mereka klaim dengan memprovokasi sebagai aksi atau gerakan bela Kabib (yang di suruh maju Mukibin, sedang Kabibnya duduk manis) itu sangat tidak Islami karena berlawanan dengan kaedah-kaedah, moralitas, tata-krama, etika profetis, dan norma-norma sosial kemasyarakatan yang digariskan dalam Al-Qur’an dan praktik-praktik kenabian.

Lawanlah ilmiyah dengan ilmiyah bukan dengan emosi. Serta jadilah kesatria, yang maju ke medan laga dirimu sendiri.

Waallahu Alam

Oleh : Husni Mubarok Al Qudusi, Humas DPP PWI Laskar Sabilillah




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *