Tasawuf Tanpa Fikih Hanyalah Ritual Khurafat

Tasawuf Tanpa Fikih Hanyalah Ritual Khurafat

Menurut Imam Syafi’i. Orang yang bertasawuf namun tidak memahami ilmu fikih begitu berbahaya dalam beragama. Orang yang hanya bertasawuf yang tidak mengerti fiqh, maka akan menjadi kafir zindiq. Sedangkan orang yang fikih tapi tidak tasawuf maka akan menjadi fasiq. Fasiq masih mending, lhaa kalau jadi kafir..??

 

Karena kalau hanya bertasawuf tidak berfikih, semua aturan agama itu diruntuhkan oleh keinginan dia menjadi waliyullah. Membahas makan malu, membahas dunia malu, padahal Allah biasa menyifati dzat-Nya sebagai dzat yang memberi makan. Allah itu siapa? Allah menyifati dirinya alladzi athamahum min juu’, yang memberi makan.

 

Bagaimanapun Allah sudah berfirman wa jaahiduu bi amwalikum, berjuanglah kalian dengan hartamu. Berjuang dengan melibatkan punya uang. Orang tasawuf anti membahas hal itu.

 

Lantas manakah ilmu yang lebih utama antara ilmu tasawuf dan ilmu fikih..??

 

KH. Ahmad Bahauddin Nursalim Al Qudusi yang akrab dipanggil Gus Baha merupakan sosok ulama yang dikenal sebagai ahli tafsir dan pakar Al-Qur’an dalam kajiaanya pernah menceritakan mengenai pengalamannya dididik oleh gurunya. “Saya bisa begini ya karena dididik bapak, dididik Mbah Moen dididik guru-guru saya.’’

 

‘’Kalau kata bapak begini “Kiai fikih itu banyak bicara, orang abangan tidak pernah sholat, setelah ditobatkan oleh Kiai mau sholat. Sholat pertama langsung tidak disahkan alasannya tidak tuma’ninah. Padahal tidak merasakan betapa susahnya mengajak sholat kaum abangan, dia tinggal berkata tidak sah. Hati kok kerasnya begitu,” cerita ayahnya pada beliau.

 

Beliau melanjutkan “Lhaa iya, dalam hal seperti ini nurani kita berontak.”

 

Kembali beliau melanjutkan perkataan ayahnya “Masa kaum abangan tidak pernah sholat begitu sholat pertama langsung divonis tidak sah. Apa susahnya diam saja tak banyak bicara? Tapi jika sholatnya selalu kamu sahkan berarti kamu Kiai goblok. Orang sholatnya tidak benar kok kamu biarkan terus menerus.”

 

“Bukan sholatnya orang tersebut itu sah atau tidak? Sholat itu perbuatan bagus kok kamu permasalahkan? Zaman Nabi SAW hidup itu istilahnya bukan tidak sah, tapi sholatnya diperbaiki. Sholatnya diperbaiki tapi kamu jangan bilang tidak sah. Orang tidak salat puluhan tahun, begitu solat pertama kali kenangannya kamu vonis tidak sah.”

 

Beliau menerangkan “Kamu tidak boleh jadi orang sufi saja atau orang fikih saja. Jika menjadi orang fikih saja hatimu keras, seperti tadi, ada orang baru taubat mau sholat langsung divonis tidak sah, lhaa iya ada orang mau simpuh, bersujud kepada tuhan kok divonis tidak sah. Lhaa itu kalau dibalik bahasanya menjadi sujud kepada tuhan itu tidak sah. Mana ada bersimpuh ke tuhan tidak sah?” jelasnya.

 

Kemudian Gus Baha’ memperingatkan “Jangan cuma jadi orang fikih saja atau sufi saja. Sekali jadi orang alim ya harus double, ya faqih ya sufi! Seperti kalian ini sudah betul, bukan faqih dan bukan sufi. Jangan jadi salah satunya. Pilihannya jadi keduanya atau tidak keduanya,” terangnya disertai gurauan.

 

Dari penjelasan Gus Baha’ dapat disimpulkan bahwa kedudukan antara ilmu fikih dan ilmu tasawuf sangatlah penting. Dimana kedudukan keduanya berstatus saling melengkapi diantara yang lainnya.

 

Fikih tanpa tasawuf akan menjadi kering dan formalistik. Fikih hanya akan menjadi kumpulan aturan-aturan yang harus ditaati, tanpa ada makna, dan nilai spiritual yang mendalam.

 

Sebaliknya, tasawuf tanpa fikih akan menjadi mengawang-awang dan tidak membumi. Tasawuf hanya akan menjadi sekumpulan ajaran-ajaran spiritual yang indah, namun tidak memiliki praksis nyata dalam kehidupan sehari-hari. Seperti halnya konser musik berbalut sholawatan menjadi kering jika tidak disuguhkan ceramah agama oleh Ulama yang terpercaya.

 

Wallaahu Alam

 

Oleh : Husni Mubarok Al Qudusi, DPP PWI Laskar Sabilillah




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *