MENJAWAB :artikel yang ditulis oleh ketua PBNU Bidang Keagamaan ( Fahrur Rozi ) yang dimuat di beberapa website dengan judul “Stop Rasisme Nasab”

CENGENGESAN SEBAB KURANG NGOPI‼️
Sebuah artikel yang ditulis oleh ketua PBNU Bidang Keagamaan ( Fahrur Rozi ) yang dimuat di beberapa website dengan judul “Stop Rasisme Nasab”. Yang menurut penulis, isinya hanyalah pembelaan terhadap Baalawi dalam status mereka sebagai dzuriyah Nabi Muhammad saw dan menyudutkan kelompok KH Imaduddin yang mempertanyakan secara data ilmiyah (pustakan & DNA) akan keshahihan nasab Baalawi yang selama ini dikoar-koarkan sebagai nasab yang paling shahih sedunia.
Sebagaimana klaim ini diwariskan secara turun menurun semenjak ratusan tahun yang lalu. Beberapa bulan lalu, Pak Fahrur telah menuliskan artikel yang panjang dan berupaya untuk menyudahi konflik nasab Ba’alawi, meskipun upayanya itu gagal dan tidak membawa efek apapun. Karena tulisannya sama sekali tidak menyentuh substansi yang dibicarakan oleh KH. Imaduddin dan terkesan “memaksakan” orang lain agar mempercayai nasab Baalawi sebagai dzuriyah Nabi Muhammad saw. Dan tulisan itu juga sudah penulis sanggah, meskipun sampai saat ini tidak ada reaksi sedikitpun dari Fahrur Rozi.
Poin-poin dari artikel tersebut ialah:
Pertama: ukuran kebenaran adalah banyaknya pengikut.
Fahrur Rozi bercerita bahwa di Malang, ada acara haul seorang habib yang dihadiri oleh ribuan orang, yang tentunya salah satunya ialah Fahrur Rozi. Kemudian berkesimpulan, polemik nasab yang berlangsung hampir satu tahun ini tidak ada pengaruh sedikitpun kepada masyarakat. Apa benar demikian ?? Benarkah bahwa barometer kebenaran adalah banyaknya pengikut ?? kala Firaun yang sangat banyak pengikutnya maka ia merupakan pemegang kebenaran ?? tentu ini adalah logika yang tidak tepat dan tidak benar.
Fahrur Rozi pasti tahu tentang sebuah maqolah “Para ulamanya umat Nabi Muhammad saw itu seperti para nabi Bani Isroil”. Memangnya jumlah keseluruhan Bani Israil saat itu berapa sampai segitu banyak nabinya? Dan pengikut dari masing-masing nabi terdahulu berapa banyak? tentu Fahrur Rozi sudah tahu jawabannya. Dan jika statemen Fahrur Rozi di atas benar, dan tidak memiliki pengaruh apa-apa di masyarakat, lalu kenapa beberapa PCNU di Jawa Barat dan Jawa Tengah, seperti: PCNU se-Solo Raya yang mencakup beberapa kabupaten-kota, PCNU Wonogiri, dan PCNU Garut malah meyakini Baalawi bukan sebagai keturunan Nabi Muhammad dan justru mendukung kajian ilmiyah KH Imaduddin tentang nasab Baalwi?? atau jangan-jangan Fahrur Rozi tidak mendengar informasi itu?
Kedua: tuduhan banyaknya pemotongan teks kutipan dan interpertasi yang salah, sehingga analisa berfikirnya pun menjadi salah.Jika tuduhan itu benar, tinggal disampaikan saja ke publik pak !! kami warga NU yang tidak tahu apa-apa jika dibandingkan dengan Pak Fahrur yang menjadi Ketua PBNU Bidang Keagamaan tentu pengetahuannya sangat luas. Tapi, kami tahu bahwa setiap tuduhan harus mendatangkan bukti, jika tuduhan tidak disertai dengan bukti, maka itu hanyalah tuduhan kosong belaka. Seperti Baalwi yang mengaku-ngaku sebagai keturunan Nabi Muhammad, harusnya mereka yang mendatangkan bukti kedzuriyatan mereka, bukan sebaliknya menuntut orang lain untuk mendatangkan bukti ulama mana yang telah membatalkan nasab Baalawi. Penulis rasa ini adalah logika sederhana yang difahami oleh masyarakat awam seperti penulis, dan Fahrur Rozi pasti sangat memahami ini.
Ketiga: bersandar kepada kitab yang tidak sedang membahas anak-anaknya Ahmad bin Isa, dan menggunakan kitab-kitab yang tidak relevan dan asal comot. Lagi-lagi ini adalah tuduhan yang tidak berdasar. Tapi bolehlah saya bertanya kepada Pak Fahrur, sebutkan nama kitab yang secara khusus membahas anak-anak Ahmad bin Isa, penulisnya siapa dan Ditulis tahun berapa? penulis sangat memerlukannya. Namun jangan sampai menyebut nama-nama kitab di abad ke 9, 10, bahkan 14 H ya Fahrur Rozi. Karena masyarakat sudah mulai mengetahui bagaimana polesan-polesan dan rajutan-rajutan sejarah yang dilakukan oleh para sejarawan Baalwi atau Muhibin mereka. Atau jangan-jangan Fahrur Rozi tidak membacanya ??
Keempat: menolak kitab sezaman dalam pengitsbatan nasab, dan jika kaidah itu digunakan maka nasab Syekh Abdul Qodir pun akan batal.
Jika Fahrur Rozi tidak sependapat dengan teori kitab sezaman, maka itu hak bapak. Tapi jangan kemudian mengahalang-halangi orang lain untuk menggunakan teori itu. Teori itu sudah dijelaskan oleh para ulama-ulama nasab, dan saya yakin Fahrur Rozi tidak membaca, atau sengaja tidak membacanya. Padahal sudah saya jelaskan di dalam tulisan penulis sebelumnya. Jika merunut sejarah tokoh-tokoh Baalwi, misalnya seperti: Muhammad bin Ali “Shohib Mirbath”, ia tokoh historis atau tokoh fiktif ?? penulis tidak menemukannya di dalam buku-buku sejarah eksternal Baalwi di masanya, padahal beliau itu seorang imam, tokoh pertama penyebar madzhab syafi’i di kota Mirbath, kok penulis tidak menemukannya, malah penulis temukan nama yang sama dengan laqob yang berbeda, yaitu: Muhammad bin Ali al Qol’i. Dan jika ditelaah kitab-kitab sejarah Baalwi, al-Qol’i malah berguru kepada Muhammad Shohib Mirbath. Padahal sebelum kedatangan Muhammad al-Qol’i, kota Mirbath dikenal sebagai kota yang penduduknya bukan orang yang terpelajar, jangankan menjadi orang yang terpelajar, mengetahui dasar-dasar agama saja tidak. Jadi kitab-kitab sejarah Baalawi mengambil sumber dari mana bahwa Muhammad Shohib Mirbath adalah gurunya al Qol’i ?? atau hanya rajutan dan tenunan yang dilakukan oleh sejarawan-sejarawan Baalwi, khususnya dari kalangan Baalwi kontemporer ??
Adapun nasab Syekh Abdul Qodir al Jailani yang ditolak oleh Ibnu Anibah, itu bukan karena konsekwensi dari persyaratan kitab sezaman, tetapi karena ada “sesuatu” antara Ibnu Inabah dengan Syekh Abdul Qodir, yang penjelasannya dapat anda buka di komentar Syekh Abdurrahman Majid al Qoroja atas kitab Umdatut Tholib.
Jadi jangan mengada-ngada, dengan tuduhan “kitab sezaman” bikinan KH Imad ya psk !! Barangkali pak Fahrur Rozi ngopinya kurang kentel !!
Kelima: keturunan wali songo tidak pernah dicatat.Hal ini dapat dikonfirmasikan ke masing-masing dzuriyah Wali Songo Pak. Tanyakan saja kepada mereka punya catatan atau tidak. Jangan kemudian ketika yang diserang adalah Baalawi, lalu anda serang dzuriyah Wali Songo pak !! bantu dulu Baalwi untuk menjawab 12 pertanyaan KH Imaduddin yang sampai saat ini belum terjawab.
Keenam: yang menentang pandangan KH Imad pasti salah, meskipun Rais Aam PBNU. Kesimpulan ini juga salah Pak, tidak sesuai dengan kenyataan. Kami berbicara tentang data. Kitab-kitab sejarah, nasab, baik internal atau eksternal, bahkan yang manuskrip pun kami telaah. Namun dari sekian banyak kitab yang ditelaah, kami justru menemukan nasab Baalawi semakin rancu dan semakin gelap. Kami menduga bahwa hal yang seperti ini juga dilakukan oleh Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar. Ternyata dugaan ini salah, sepertinya sekelas Rais Amm tidak melakukan hal yang sama, malah berstatemen: “(Imam) Ubaidillah difitnah” berarti kami yang selama ini mencari kebenaran tentang nasab Baalawi dianggap para pemfitnah ?? padahal kami sudah menggali-gali data dari sana-sini, tapi hanya membuahkan “tuduhan fitnah” dari Rais Aam. Tentu hal ini sangat menyayat hati, tidak menghargai keilmuan dan pengetahuan, dan sebuah sikap yang tidak mencerminkan sikap Rais Aam yang seharusnya. Maka wajar jika Rais Aam mendapatkan reaksi sana-sini, yang di antaranya adalah penulis. Takkan ada reaksi jika tidak ada aksi, meskipun itu dari Rais Aam, atau ketua PBNU.
~~~ بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب ~~~



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *