Tinjauan Psikologis, Sosial, dan Nasionalisme Dari Pendukung Fanatik Klan Ba’alwiy yang bisa Merusak Bangsa Indonesia

“Tinjauan Psikologis, Sosial, dan Nasionalisme Dari Pendukung Fanatik Klan Ba’alwiy yang bisa Merusak Bangsa Indonesia”
(Hanya orang yang punya pikiran dan hati kotor yang mendukung kejahatan tetap berlangsung di negara ini).
Dukungan terhadap klaim Klan Ba’alwi sebagai dzuriyat Nabi Muhammad SAW tidak hanya menjadi perdebatan ilmiah dan genealogis, tetapi juga berdampak besar pada nasionalisme dan sejarah bangsa Indonesia. Pendukung klaim ini, seperti kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) seperti Ustadz Abdussomad, Front Pembela Islam (FPI) seperti habib Rizieq Shihab dan menantunya habib hanif Assegaf, dan beberapa tokoh dari NU Garis Lurus seperti Kyai Lutfi Bashori, kyai Idrus Ramli,ustadz wafi dsb., menunjukkan pola pikir yang bermasalah terkait nasionalisme dan patriotisme, terutama dalam konteks sejarah dan identitas bangsa.
*1. Pemalsuan Makam dan Sejarah: Kejahatan Terhadap Bangsa Indonesia*
Salah satu bentuk kejahatan besar yang dilakukan oleh Klan Ba’alwi adalah pemalsuan makam pahlawan-pahlawan pribumi Nusantara dan tokoh-tokoh besar lainnya, yang diklaim sebagai bagian dari Klan Ba’alwi. Contoh pemalsuan ini termasuk:
Pangeran Diponegoro: Pahlawan nasional Indonesia yang terkenal dalam perang melawan penjajah Belanda, secara tidak berdasar diklaim sebagai keturunan Klan Ba’alwi. Hal ini tidak hanya melukai sejarah bangsa, tetapi juga mencederai perjuangan asli Pangeran Diponegoro sebagai pahlawan pribumi.
Imam Bonjol: Sebagai pahlawan dalam Perang Padri, klaim bahwa Imam Bonjol berasal dari Klan Ba’alwi adalah distorsi sejarah yang meremehkan kontribusi pribumi dalam melawan penjajah kolonial.
Mbah Malik dan Mbah Nilyas Banyumas: Klan Ba’alwi juga terlibat dalam pemalsuan klaim terhadap makam-makam pribumi lain, yang mengubah sejarah asli mereka menjadi bagian dari narasi Ba’alwi.
Tokoh Pribumi Lainnya: Kasus pemalsuan sejarah ini juga mencakup tokoh seperti Sunan Cirebon V dan KRT Sumadiningrat, yang kuburannya diklaim sebagai milik tokoh Ba’alwi. Pemalsuan ini menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap sejarah lokal dan kebudayaan pribumi Indonesia.
Pemalsuan Sejarah NU: Salah satu kejahatan besar yang dilakukan oleh Klan Ba’alwi, khususnya oleh tokoh seperti Habib Luthfi Yahya, adalah pemalsuan sejarah Nahdlatul Ulama (NU). NU, sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, memiliki sejarah yang kaya dan perjuangan nasionalis, namun dicemari oleh klaim-klaim yang tidak berdasar dari Klan Ba’alwi.
*2. Tinjauan Psikologis: Fanatisme Buta dan Pemikiran yang Terkontaminasi*
Pendukung klaim Klan Ba’alwi, termasuk tokoh-tokoh seperti Ustaz Abdussomad, Habib Rizieq Shihab, dan beberapa tokoh NU Garis Lurus, menunjukkan tanda-tanda fanatisme buta dan pola pikir yang didominasi oleh doktrin tanpa dasar ilmiah. Mereka cenderung mempertahankan keyakinan yang diberikan oleh narasi Klan Ba’alwi tanpa menggunakan akal dan rasionalitas. Beberapa faktor psikologis yang berperan dalam pola pikir ini termasuk:
Cognitive Bias: Para pendukung sering kali menolak bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka dan hanya mencari informasi yang memperkuat klaim mereka, meskipun informasi tersebut tidak akurat atau bahkan salah.
Otoritarianisme Religius: Pengaruh besar dari tokoh-tokoh agama yang mendukung klaim Klan Ba’alwi menyebabkan pengikutnya tidak berani mempertanyakan atau meragukan klaim yang tidak berdasar. Fanatisme ini menunjukkan pola pikir yang tidak kritis dan bergantung pada otoritas eksternal, mengabaikan bukti sejarah dan ilmiah.
*3. Tinjauan Sosial dan Nasionalisme: Hilangnya Jiwa Patriotisme*
Para pendukung Klan Ba’alwi, khususnya dari HTI, FPI, dan NU Garis Lurus, menunjukkan kurangnya pemahaman tentang nasionalisme yang sejati. Mereka cenderung lebih memihak pada kelompok elitis yang mengklaim keturunan nabi, dibandingkan mempertahankan nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Beberapa poin penting dalam konteks ini meliputi:
*HTI dan FPI:* Anti-Nasionalisme dan Penolakan Terhadap Pancasila: HTI secara terang-terangan menolak Pancasila sebagai ideologi negara, dan FPI memiliki sejarah panjang dalam menentang ideologi Pancasila dengan sikap ekstremis mereka. Kedua kelompok ini menunjukkan ketidakmampuan untuk memahami pentingnya kesatuan bangsa dan nilai-nilai Pancasila, yang merupakan fondasi kebangsaan Indonesia.
*NU Garis Lurus: Distorsi Nilai Patriotisme:* Sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama, sebuah organisasi yang mengusung nilai bahwa “Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman,” pendukung dari NU Garis Lurus yang mendukung klaim Klan Ba’alwi justru menunjukkan sikap yang berlawanan. Mereka memalsukan sejarah NU dan bahkan meremehkan perjuangan asli pendiri dan tokoh NU yang berkontribusi terhadap kemerdekaan Indonesia. Sikap ini menunjukkan hilangnya semangat patriotisme dan pengabaian terhadap sejarah bangsa.
*4. Tinjauan Ilmiah: Klaim yang Tidak Berdasar*
Secara ilmiah, klaim Klan Ba’alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW telah terbukti tidak berdasar. Bukti-bukti dari kajian genetika menunjukkan bahwa Klan Ba’alwi berasal dari haplogrup G, yang lebih sering ditemukan di wilayah Kaukasus dan bukan bagian dari keturunan Quraisy yang berafiliasi dengan haplogrup J1. Fakta-fakta ilmiah ini telah disangkal oleh berbagai ahli, namun pendukung fanatik Klan Ba’alwi tetap mempertahankan klaim ini tanpa dasar ilmiah.
*Distorsi Bukti Sejarah:* Selain itu, klaim-klaim terhadap keturunan nabi juga didukung oleh narasi sejarah yang dipalsukan, seperti yang ditunjukkan oleh kasus-kasus pemalsuan makam dan tokoh-tokoh pribumi. Ini menunjukkan bahwa klaim ini tidak hanya tidak berdasar dari segi ilmiah, tetapi juga merusak warisan sejarah bangsa Indonesia.
*5. Kesimpulan: Ketiadaan Nasionalisme di Kalangan Pendukung Klan Ba’alwi*
Dukungan terhadap klaim Klan Ba’alwi tidak hanya mencerminkan pola pikir fanatik yang bermasalah, tetapi juga mengungkapkan hilangnya jiwa nasionalisme dan patriotisme di kalangan para pendukungnya. HTI dan FPI, sebagai kelompok yang menolak Pancasila dan nilai-nilai kebangsaan Indonesia, menambah panjang daftar mereka yang tidak memiliki kesetiaan terhadap tanah air. Demikian juga, NU Garis Lurus, yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan dan sejarah NU, justru terjebak dalam distorsi sejarah dan narasi palsu.
Klaim palsu terhadap keturunan nabi dan distorsi sejarah ini tidak hanya merusak identitas bangsa Indonesia, tetapi juga menodai perjuangan pahlawan-pahlawan pribumi yang telah berkorban demi kemerdekaan bangsa. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk kembali pada semangat nasionalisme yang sejati, menggunakan akal sehat, dan melindungi warisan sejarah bangsa dari distorsi yang merugikan.
Berikut adalah beberapa referensi dari ahli dan buku yang dijadikan rujukan, lengkap dengan penjelasan dari sudut pandang sejarah, genetika, dan psikologi.
1. Referensi Sejarah
Buku: Sejarah Nasional Indonesia oleh Prof. Dr. Anhar Gonggong
Anhar Gonggong, seorang sejarawan terkemuka, mengupas pentingnya menjaga keaslian sejarah bangsa Indonesia. Dalam konteks klaim Klan Ba’alwi terkait keturunan para pahlawan pribumi seperti Pangeran Diponegoro dan Imam Bonjol, serta pemalsuan makam mereka, hal ini jelas melanggar prinsip kejujuran dalam historiografi. Prof. Gonggong menekankan pentingnya menjaga integritas sejarah tanpa distorsi dari klaim-klaim yang tidak berdasar.
Buku: Nahdlatul Ulama dan Nasionalisme Indonesia oleh Greg Fealy dan Dr. Said Aqil
Greg Fealy dan Dr. Said Aqil membahas peran besar Nahdlatul Ulama (NU) dalam mempertahankan nasionalisme Indonesia. Salah satu prinsip utama NU, yaitu Hubbul Wathan Minal Iman (Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman), menjadi landasan kuat dalam melawan klaim distorsif yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Keterlibatan Klan Ba’alwi dalam mengubah narasi sejarah dan peran tokoh-tokoh nasional harus dilihat sebagai ancaman terhadap prinsip ini.
2. Referensi Genetika
Penelitian: Y Chromosome Diversity in the Middle East oleh Dr. Michael F. Hammer
Dr. Michael Hammer, ahli genetika terkemuka, dalam studinya menunjukkan bahwa haplogrup J1 terkait erat dengan keturunan Arab Quraisy dan Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, haplogrup G, yang ditemukan dalam Klan Ba’alwi, mengindikasikan asal Kaukasus, bukan keturunan langsung dari Nabi. Penelitian ini memperkuat argumen bahwa klaim keturunan nabi dari Klan Ba’alwi tidak memiliki dasar genetika yang valid.
Buku: DNA and the Invention of Identity oleh Alondra Nelson
Alondra Nelson membahas peran DNA dalam klaim genealogis yang sering digunakan untuk membentuk narasi identitas. Bukti genetika, seperti dalam kasus Klan Ba’alwi, menunjukkan bahwa klaim mereka terkait dengan keturunan Nabi Muhammad SAW tidak sejalan dengan fakta ilmiah yang tersedia.
3. Referensi Psikologi
Buku: Fanaticism: A Psychological Perspective oleh Dr. W. McCormack
Dr. McCormack menguraikan fenomena fanatisme dari perspektif psikologis, menjelaskan bagaimana pola pikir fanatik berkembang dalam kelompok sosial. Fanatisme yang diperlihatkan oleh pendukung klaim Klan Ba’alwi bisa dianalisis melalui konsep ini, di mana mereka menolak bukti ilmiah dan sejarah yang bertentangan dengan keyakinan mereka, tetap berpegang teguh pada narasi palsu.
Buku: The Psychology of Nationalism oleh Luis Rivera
Rivera mengeksplorasi bagaimana nasionalisme sering kali dipengaruhi oleh identitas kelompok dan pola pikir kolektif. Dalam kasus Klan Ba’alwi, dukungan terhadap klaim genealogis palsu adalah bentuk dari nasionalisme yang terdistorsi, yang akhirnya merusak identitas nasional Indonesia.
4. Referensi Sosial dan Politik
Buku: Islam and Nationalism: A Historical Perspective oleh Prof. Dr. Anthony Reid
Anthony Reid, sejarawan yang banyak meneliti tentang Islam dan nasionalisme di Asia Tenggara, menekankan pentingnya mempertahankan integritas sejarah lokal di tengah pengaruh Islam. Distorsi yang dilakukan oleh Klan Ba’alwi terkait sejarah tokoh-tokoh pahlawan Indonesia menjadi salah satu contoh bagaimana agama dapat dimanfaatkan untuk merusak identitas nasional.
5. Pendapat Ahli dalam Konteks Nasionalisme
Prof. Dr. Azyumardi Azra telah lama menekankan bahwa klaim genealogis yang tidak berdasar hanya akan merusak persatuan bangsa. Nasionalisme Indonesia harus didasarkan pada sejarah yang jelas dan penghargaan terhadap pahlawan bangsa yang telah berjuang untuk kemerdekaan, bukan pada klaim palsu yang dipaksakan oleh kelompok tertentu.
Dr. Sugeng Sugiarto, seorang ahli genetika asal Indonesia, mendukung penggunaan DNA dalam pembuktian klaim keturunan. Ia menekankan bahwa klaim yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah justru menciptakan kebingungan dan menurunkan nilai keilmuan yang seharusnya dijunjung tinggi.
6. Tinjauan Terhadap Pemalsuan Makam dan Sejarah
Buku: Historiografi Indonesia oleh Prof. Sartono Kartodirdjo
Prof. Sartono Kartodirdjo menekankan pentingnya menjaga orisinalitas historiografi Indonesia. Pemalsuan makam dan sejarah oleh Klan Ba’alwi, seperti klaim atas makam Pangeran Diponegoro dan Imam Bonjol, adalah tindakan yang merusak warisan sejarah bangsa dan harus dilawan dengan penguatan literatur dan historiografi yang benar.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *