Literatur Tentang Imam Abu Hasan Ali Al-Asy’ari, Ulama Besar Paling Masyhur Abad Ketiga Hijriah Abad Ketiga Hijriah

Abad Ketiga Hijriah

Dunia Islam abad ketiga hijriah ditandai dengan tegaknya dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad Irak, didirikan oleh keturunan Abbas R.A, salah seorang paman Rosulullah Muhammad S.a.w. Dari keturunan Abbas itu ada yang bernama Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Abbas, ia yang kemudian dijuluki as-Saffah, julukan agak horor jika didengar sekarang ini.

Daulah Abbasiyah yang didirikan mulai tahun 750 Masehi itu ternyata tampil sebagai mercusuar peradaban dunia, ilmu dan filsafat menjadi ciri dari peradaban tersebut. Dalam buku Selayang Pandang Dinasti Abbasiyah ( hal : 17 ), Rizem Aizid telah menjelaskan bahwa dinasti Abbasiyah menjadi dinasti terbesar Islam yang membawa kemajuan dan kejayaan pada peradaban Islam, karena berkuasa selama 5 abad, sejak 750-1258 Masehi.

Pada abad ketiga hijriah inilah, para imam, para syaikh, para filsuf, para saintis bermunculan seiring kemajuan pembangunan yang dilakukan oleh para sultan Abbasiyah dari masa ke masa. Abad itu kemapanan madzhab sebagai cara yang benar dalam menjalankan ajaran Islam tumbuh begitu kuat, ditopang oleh ijtihad dan kodifikasi hadits-hadits Rosulullah Muhammad S.a.w, begitu mutawatir, yakni akurat, shahih, terpercaya ( tsiqoh ) dan lengkap.

Riwayat Singkat

Dalam kitab Tabyinu Kidzbi al-Muftari, Syaikh Abu al-Qosim Ibnu Asakir telah menjelaskan bahwa Imam Abu Hasan Ali al-Asy’ari lahir pada tahun 260 Hijriah dari keturunan seorang sahabat Rosulullah yang legendaris, yakni Abu Musa al-As’yari.

Nama lahirnya adalah Ali putera dari Ismail bin Ishaq bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Abi Burdah bin Abi Musa al-As’yari. Ali ini lahir di Basrah sekitar tahun 874 Masehi dan meninggal di Baghdad pada tahun 936 Masehi. Di masa mudanya dia belajar kepada ayah tiri sekaligus gurunya, Ali al-Juba’i, seorang tokoh Mu’tazilah di masanya.

Dari Mu’tazili Menjadi Sunni

Selama hampir 20 tahun, Imam Abu Hasan Ali al-Asy’ari dididik langsung oleh Syaikh Ali Al-Jubbai hingga berusia 40 tahun. Saat usianya 40 tahun tersebut, Imam Abu Hasan Ali al-Asy’ari memberanikan dirinya untuk berdiskusi panjang dengan gurunya tersebut terkait nasib 3 orang, yaitu Mukmin, Kafir dan anak kecil, akibat keraguan yang menghinggapi alam pikirannya.

Diskusi itu menyebabkan sikap yang berbeda dengan gurunya, ketika di akhir diskusi ada pertanyaan dari Imam Abu Hasan Ali al-Asy’ari kepada Syaikh Ali Al-Jubai, pertanyaan yang sulit untuk dijawab oleh gurunya tersebut. Telah jadi keumuman dimana pun jika seorang murid bertanya kepada gurunya.

Di kemudian hari tepat memasuki bulan Ramadhan, awal bulan suci tersebut hingga akhir Ramadhan, seperti yang sudah dicatat dalam beberapa kitab yang mu’tabar yaitu kitab Tabyinu Kidzbi yang ditulis oleh Syaikh Ibnu Asakir, dan kitab Thabaqat al-Syafiiyah al-Kubro, yang ditulis Imam Tajudin al-Subki telah diceritakan bahwa di saat bulan Ramadhan tersebut, Imam Abu Hasan Ali al-Asyari telah bermimpi bertemu dengan Rosulullah Muhammad S.a.w selama 3 kali mimpi. Pada setiap mimpi tersebut Rosulullah S.a.w selalu menganjurkan padanya agar berketetapan memegang teguh pada al-sunnah.

Dari peristiwa mimpi bertemu dengan Rosulullah dan diskusi dengan gurunya, akhirnya Imam Abu Hasan Ali al-Asy’ari memutuskan meninggalkan firqoh dan manhaj Mu’tazilah, dan taslim kepada madzhab Ahli Sunnah wal Jama’ah, yang oleh mayoritas umat Islam ikuti. Sejak itulah Imam Abu Hasan Ali al-Asy’ari yang sebelumnya sangat menguasai metodologi pemikiran Mu’tazilah sekaligus paham akan aqidah Islam Ahli Sunnah wal Jama’ah, menegaskan untuk ambil posisi sebagai yang terdepan dalam membela firqoh dan manhaj Ahli Sunnah wal Jama’ah.

Beberapa Kitab Tentang Sang Imam

Terkait peran dan figur besar sang imam Ahli Sunnah wal Jama’ah, al-Imam Abu Hasan Ali al-Asy’ari banyak dicatat dan dipublikasikan kepada umat Islam, seperti di beberapa kitab yang ditulis oleh ulama setelahnya antara lain.

  1. Kitab Tabyinu Kidzbi al-Muftari, yang ditulis oleh Imam Abul Qosim Ali bin al-Hasan bin Hibbatulloh bin Asakir al-Dimasyqi yang hidup di tahun 1106 Masehi dan wafat di tahun 1176 Masehi, atau bertepatan abad 5 Hijriah.
  2. Kitab Tarikh Islam, yang ditulis oleh Imam Abi Bakr bin Ali bin Tsabit atau masyhur dikenal Imam al-Khotib al-Baghdadi, yang hidup di tahun 1002 Masehi dan wafat pada 1071 Masehi, atau bertepatan dengan abad 4 Hijriah.
  3. Kitab Wifayatu al-A’yan, ditulis oleh Imam Syamsudin Abu Abbas bin Ahmad bin Muhammad bin Khallikan atau masyhur dikenal sebagai Imam Ibnu Khallikan yang hidup di tahun 1211 hingga wafatnya di tahun 1282, atau bersamaan hidup di abad ke 6 Hijriah.
  4. Kitab al-Dibaju al-Madzhab fi A’yani al-Madzhabi, yang ditulis oleh Imam Ibrahim bin Ali bin Farhun atau yang masyhur dikenal dengan Imam Ibnu Farhun, sosok ulama besar dari Madinah yang wafat pada 1397 Masehi, kehidupannya di sekitar abad 7 Hijriyah.
  5. Kitab al-Bidayah wa al-Nihayah, yang ditulis oleh Imam Ibnu Katsir, ulama yang masyhur di abad 7 Hijriyah, yang hidup tahun 1300 hingga wafat tahun 1374.
  6. Kitab Thabaqat al-Syafiiyah al-Kubro, ditulis oleh ulama besar penutup dari era ulama mutaqoddimin, yakni Imam Tajuddin al-Subki yang hidup di tahun 1327 Masehi hingga wafatnya tahun 1370 Masehi.
  7. Kitab Ittihafu al-Sadati al-Muttaqin Syarah Ihya Ulumuddin, yang ditulis oleh Imam Murtadho al-Zabidi yang hidup di tahun 1732 dan wafat di Kairo pada tahun 1790 Masehi.

Sanad Ahli Sunnah wal Jama’ah

Manhaj Ahli Sunnah wal Jama’ah yang telah dikonsep oleh Imam Abu Hasan Ali al-Asyari bersama dengan Imam Abu Mansur al-Maturidi lalu diteruskan oleh generasi setelahnya, ada ketersambungan manhaj tersebut dari Imam Abu Hasan Ali al-Asy’ari hingga sekarang secara sanad ilmu. Berikut ini rentang sanad manhaj Ahli Sunnah wal Jama’ah.

Imam Abu Hasan Ali al-Asy’ari diteruskan oleh muridnya dan ini adalah generasi awal yang meneruskan dan menguatkan manhaj Ahli Sunnah wal Jama’ah dengan pemikiran epistemologis dan metodologis, yaitu:

Generasi pertama, ini murid Imam Abu Hasan Ali al-Asy’ari yakni Imam Abu Bakar al-Baqilani, kemudian sanad itu diteruskan kepada Imam Abu Bakar bin Faurok, kepada al-Khotib al-Baghdadi, Imam al-Qusyairi, Abu Ishaq al-Syairozi dan Imam Juwaini al-Haramain, semua generasi awal ini hidup di abad 5 Hijriah.

Generasi kedua, yaitu generasi murid Imam Juwaini al-Haramain yaitu Imam Abu Hamid Muhammad al-Ghozali, lalu Imam Ibnu Arobi, Imam al-Syahrastani dan Ibnu Asakir, ulama besar generasi kedua ini hidup di abad 6 Hijriah.

Generasi ketiga, diteruskan oleh murid dari Imam al-Ghozali yaitu Imam Fakhrudin al-Razi, Imam Izzuddin Abdi Salam, Imam Muhyidin Nawawi, Imam Rofei, dan Imam Nashirudin al-Baidhowi, semua ini hidup di abad 7 Hijriyah.

Generasi keempat, yakni pelanjut sanad generasi ketiga antara lain Imam Daqiq al-Iyadl, Imam Taqiyuddin al-Subki, Imam Syamsudin al-Kirmani, Imam Taftazani, yang semua generasi empat ini hidupnya pada abad ke 8 Hijriyah.

Generasi kelima, yaitu Imam Sirojudin al-Bulqini, Ibnu Kholdun, Imam al-Jurjani, Ibnu Hajar al-‘Asqolani. Para imam generasi kelima ini hidup di abad 9 Hijriyah.

Lalu memasuki generasi keenam, banyak ulama besar yang punya sanad manhaj Ahli Sunnah wal Jama’ah dari generasi kelima antara lain Imam Syamsudin al-Sakhawi, Imam Jalaluddin as-syuthi, Imam Qastalani, Imam Zakaria Yahya al-Anshori, Imam Abdul Wahab Sya’rani, dan Imam Ibnu Hajar al-Haetami. Semuanya hidup di abad 10 Hijriyah.

Seterusnya sampailah kepada generasi Syaikh Ibrahim al-Dasuqi, Syaikh Abdul Shomad Palembani, Syaikh Arsyad Al-Banjari diteruskan hingga pada Syaikh al-Bajuri, Syaikh Sayid Ahmad Nahrawi, dan dari Syaikh Ahmad Nahrawi penulis kitab Durru al-Farid itu diteruskan sanadnya Manhaj Ahli Sunnah wal Jama’ah kepada Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani yang hidup di abad 13 Hijriyah, atau abad 19 Masehi.

Dari sanad Syaikh Nawawi al-Bantani inilah kemudian Manhaj Ahli Sunnah wal Jama’ah diteruskan oleh murid-murid dari Nusantara, antara lain Syaikhona Kholil Bangkalan, Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Siddiq Combong Baros, KH. TB. Abdul Halim Kadupeusing, KH. Abdul Latif Cibeber, KH. Mas Abdurahman Janake dan ulama lainnya seantero Banten dan Nusantara.

Serang 26 September 2024

Oleh : KH Hamdan Suhaemi , Sekretaris Komisi HAUB MUI Provinsi Banten

 




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *