HUKUM ORANG YANG DIAM TERHADAP KEBOHONGAN NASAB DAN YANG MENYEBARKANNYA

*HUKUM ORANG YANG DIAM TERHADAP KEBOHONGAN NASAB DAN YANG MENYEBARKANNYA*

Dalam pembahasan mengenai nasab atau garis keturunan, kitab Rosail fi Ilmil Ansab karya Sayyid Husain bin Haidar al Hasyimy memberikan panduan penting mengenai bagaimana seseorang harus mengambil keputusan terkait nasab, khususnya yang mengaku-ngaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Nasab memiliki kedudukan yang sakral dalam tradisi Islam, dan gambaran mengenai nasab bukanlah hal yang dapat dianggap ringan.

*Larangan Diam Terhadap Kebohongan Nasab*

Dalam mukadimah kitab Rosail fi Ilmil Ansab , Sayyid Husain bin Haidar al Hasyimy menegaskan bahwa tidak dapat dibolehkan seseorang yang mengetahui ringkasan tentang nasab untuk berdiam diri. Ia menyatakan:

“Sama sekali tidak diperbolehkan untuk tetap diam atas apa yang diingkari ilmunya, karena diamnya terhadap ringkasan tentang nasab itu sama dengan mengikrornya. Maka statusnya sama seperti salah satu pembohong nasab. Demikian ini jika diam tidak mau memberitahukan kepada orang lain. Namun jika mau menyampaikan informasi tentang kejadian nasab kepada orang lain, maka tidak termasuk bagian dari mereka dan tidak diperbolehkan diam atas gambaran nasab, juga tidak boleh duduk bersama para pembohong nasab;

Dari sini, dapat dipahami bahwa diam terhadap ringkasan nasab dianggap sama dengan menyetujui atau mendukung ringkasan tersebut. Bahkan, tindakan ini dapat menjebak seseorang dalam dosa besar, karena ia telah membantu menyebarkan informasi yang salah dan mengakui sesuatu yang tidak benar. Lebih lanjut lagi, jika seseorang duduk bersama para pembohong nasab dan tidak mengambil sikap yang tegas, ia juga dianggap sebagai bagian dari kelompok tersebut.

*Bahaya Menyebarkan Kebohongan Nasab*

Orang yang secara aktif menyampaikan pesan tentang nasab dianggap sebagai bagian dari kelompok pembohong nasab. Mereka yang serta ikut dalam menyebarkan klaim-klaim palsu ini terancam mendapatkan laknat dari Allah SWT dan Rasul-Nya, sebagaimana diingatkan oleh Sayyid Husain bin Haidar al Hasyimy. Selain dosa besar, perilaku ini juga dapat menimbulkan fitnah dan kerusakan dalam masyarakat.

*Ciri-Ciri Kelompok yang Nasabnya Palsu*

Sayyid Husain bin Haidar al Hasyimy dalam karyanya juga mengidentifikasi ciri-ciri orang atau kelompok yang memiliki nasab palsu. Pada halaman 179, ia menyebutkan delapan ciri utama yang harus diwaspadai:

  1. Cinta Harta dan Dunia: Mereka sangat mencintai harta benda dan selalu berusaha mengumpulkannya.
  2. Sifat Kasar dan Watak Rendah: Mereka memiliki sifat kasar dan watak yang rendah, namun sering kali berpura-pura menunjukkan perilaku baik dan akhlak yang terpuji.
  3. Menutupi Keburukan Agama: Orang yang mengaku-ngaku nasab sering kali bersembunyi keburukan agamanya.
  4. Menolak Nasab yang Benar: Mereka cenderung menafikan atau menolak nasab-nasab yang sebenarnya benar.
  5. Membenarkan Nasab Palsu: Sebaliknya, mereka berusaha membenarkan nasab-nasab yang jelas-jelas palsu.
  6. Berkolaborasi dengan Pembohong Lain: Mereka saling memperkuat satu sama lain di antara sesama pemalsu nasab.
  7. Tujuan untuk Terkenal dan Menggunakan Banyak Gelar: Mereka sangat berambisi untuk mendapatkan peringkat, sering kali menggunakan berbagai macam gelar atau julukan, dan merasa iri atau marah jika kelompok lain lebih dikenal.
  8. Membuat Dokumen Palsu: Mereka membuat paspor atau stempel palsu untuk melegalkan nasab mereka.

*Tanggung Jawab Masyarakat Terhadap Kebohongan Nasab*

Dalam menghadapi fenomena dramatis nasab, masyarakat memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya diamkan, tetapi juga menyuarakan kebenaran dan perlawanan terhadap klaim palsu tersebut. Berdasarkan hukum yang dijelaskan oleh Sayyid Husain bin Haidar al Hasyimy, diam terhadap dokumen ini bisa diartikan sebagai bentuk persetujuan, yang pada akhirnya menjadikan kita bagian dari dosa pembohongan tersebut.

Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk menyelidiki kebenaran nasab dan berhati-hati dalam menerima klaim-klaim terkait nasab, khususnya yang menyangkut garis keturunan yang sakral, seperti keturunan Nabi Muhammad SAW.

*Penutup*

Hukum tentang orang yang diam terhadap ringkasan nasab sangatlah jelas dalam pandangan ulama. Diam terhadap ringkasan bukan hanya tindakan pasif, tetapi dapat menjebak seseorang dalam dosa yang sama seperti para pembohong itu sendiri. Sebaliknya, menyuarakan kebenaran dan penolakan adalah kewajiban setiap Muslim agar nasab yang suci dan benar tetap terjaga dari manipulasi dan skenario.

Wallahu a’lam.


Artikel ini berusaha untuk menyampaikan pentingnya sikap terhadap pemahaman nasab, yang ditekankan dalam hukum Islam, serta menjelaskan ciri-ciri orang atau kelompok yang melakukan manipulasi nasab seperti yang dilakukan klan ba’alwi.




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *