*Raden Sayyid Abdurrahman Wanarejan Memimpin Pasukan Melawan VOC*
Raden Sayyid Hambali Al Qudusi, keturunan langsung (pancer lanang) dari Sunan Qudus, memiliki putra bernama Raden Sayyid Utsman yang bergelar Sunan Delik di Tegalmirit, Kebumen. Sunan Delik kemudian memiliki putra bernama Raden Sayyid Syadzali yang bergelar Kiai Gunungkunci Kertasura , dan dari keturunan ini lahirlah Raden Sayyid Abdurrahman , yang kemudian dikenal sebagai Ki Lurah Wanarejan , lurah pertama Desa Wanarejan, Pemalang.
*Pendidikan dan Perjalanan Hidup*
Ki Lurah Abdurrahman lahir di Kertasura dan sejak kecil dididik dalam ilmu agama oleh kakeknya, Sunan Delik, di padepokan Tegalmirit, Kebumen. Sunan Delik sendiri merupakan tokoh berpengaruh di era Mataram.
Beberapa waktu setelah Geger Pecinan —perang antara masyarakat Tionghoa melawan VOC—Ki Lurah Abdurrahman melakukan perjalanan dari Kebumen ke utara dan singgah di wilayah Kademangan Wetan , yang saat itu dikuasai oleh Ki Lurah Dongkol (makamnya berada di gedung PCNU Pemalang).
Setelah terjadi pemekaran wilayah, Ki Lurah Abdurrahman mendapatkan bagian timur dari Kademangan Wetan dan menempatinya Wanarejan , sedangkan bagian barat diberi nama Mulyoharjo .
*Perjuangan Melawan VOC*
Ketika Pangeran Diponegoro mengobarkan perang melawan VOC, Bupati Pemalang, Mas Tumenggung Suralaya , dengan gagah berani menyambut seruan perjuangan tersebut. Dalam perlawanan ini, Ki Lurah Abdurrahman mendapat amanah untuk memimpin salah satu pasukan rakyat Pemalang di bawah komando Pangeran Diponegoro.
Namun, setelah Pangeran Diponegoro tertangkap dan diasingkan—pertama ke Manado, lalu ke Makassar hingga wafat—sisa pasukannya di Pemalang terpaksa bersembunyi. Sebagian bergerak ke Watukumpul di selatan, sementara yang berada di pesisir membangun pertahanan di Gegeseng (Sigeseng, Petarukan) . Labirin di Desa Sikandang diyakini sebagai salah satu peninggalan pasukan Pangeran Diponegoro yang masih bertahan di Pemalang.
*Misi Rahasia dan Perlindungan Pasukan*
Dalam pengungsinya, Ki Lurah Abdurrahman menghancurkan makam-makam leluhur yang sering diziarahi dan membakar dokumen-dokumen penting. Tindakan ini dilakukan demi menyelamatkan keturunannya serta pasukannya yang terus diburu oleh VOC dan pasukan Londo Ireng . Situasi saat itu sangat mencekam.
Sebagai tanda keberadaan komunitas pasukan yang masih bertahan, mereka menggunakan kode rahasia berupa tanaman:
- Pohon sawo ditanam di mushola atau masjid.
- Pohon sawo kecik ditanam di pekarangan rumah.
- Pohon kemuning ditanam di dekat rumah.
Suatu ketika, Ki Lurah Abdurrahman ditegur oleh saudaranya karena tindakannya yang dianggap tidak sesuai adat. Namun, dia menjawab:
“Pada suatu saat nanti, keturunanmu dan keturunanku akan bertemu di pusaran makam ini (Makam Kiai Syadzali di Gunung Kunci, bekas Keraton Mataram Kartasura). Itulah pertanda bahwa semua rahasia akan terungkap dengan terang benderang.”
*Akhir Hidup*
Setelah situasi mereda, Ki Lurah Abdurrahman kembali ke Wanarejan, meskipun wilayah kekuasaannya telah dipersempit. Ia akhirnya wafat dan dimakamkan di Mlaki, Wanarejan Utara .
Al-Fatihah… 🤲🤲
*Sumber:*
- Manuskrip Gunung Kunci
- Sejarah Kabupaten Pemalang ( https://t.me/pemkabpemalang )
- Pitutur Keluarga Bani Ki Lurah Abdurrahman