Sanggahan Ilmiah terhadap Tulisan KH. Imam Jazuli, Lc. MA tentang Peran Klan Ba’alawi dalam Kemerdekaan Indonesia

*Sanggahan Ilmiah terhadap Tulisan KH. Imam Jazuli, Lc. MA tentang Peran Klan Ba’alawi dalam Kemerdekaan Indonesia*

 

Tulisan KH. Imam Jazuli, Lc. MA yang mengklaim bahwa klan Ba’alawi memiliki kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia memerlukan telaah kritis. Beberapa poin dalam tulisan tersebut mengandung kekeliruan historis, kesalahan logika, serta kekurangan dalam penggunaan sumber yang valid.

Link tulisan K. Imam Jazuli: https://liputan9.id/polemik-keluarga-baalawi-dan-kontribusi-kebangsaan-mereka/

Berikut adalah analisis dan sanggahan ilmiah terhadap klaim-klaim yang disampaikan:

 

*1. Kesalahan dalam Menggunakan Sultan Hamid II sebagai Bukti Peran Ba’alawi*

Sultan Hamid II bukanlah contoh yang tepat untuk membuktikan kontribusi klan Ba’alawi terhadap kemerdekaan Indonesia. Sejarah mencatat bahwa ia justru terlibat dalam politik kolonial dan dianggap sebagai pengkhianat karena keterlibatannya dalam pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) serta kedekatannya dengan Belanda.

Menggunakan Sultan Hamid II sebagai bukti peran Ba’alawi dalam perjuangan kemerdekaan merupakan bentuk false equivalence (kesetaraan yang salah), di mana seseorang yang berperan dalam kolonialisme justru dijadikan sebagai simbol perjuangan nasionalisme.

Faktanya: Perkuat Pernyataan Hendropriyono, Sejarawan UGM Sebut Sultan Hamid II Khianati RI

Link berita: https://www.walisongobangkit.com/perkuat-pernyataan-hendropriyono-sejarawan-ugm-sebut-sultan-hamid-ii-khianati-ri/

 

*2. Klaim yang Tidak Berdasar tentang Habib Ali Kwitang dan Soekarno*

Tulisan KH. Imam Jazuli mengklaim bahwa Soekarno bersembunyi di Masjid Ar-Riyadh milik Habib Ali Kwitang karena takut ditangkap Belanda dan bahwa Soekarno meminta restu kepada Habib Ali Kwitang untuk menentukan hari proklamasi. Klaim ini tidak memiliki dukungan sumber primer yang valid dalam sejarah.

Sebaliknya, sumber-sumber sejarah yang kredibel, seperti buku-buku biografi Soekarno dan catatan para sejarawan, tidak menyebutkan keterkaitan Habib Ali Kwitang dalam pengambilan keputusan Proklamasi 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, klaim ini lebih bersifat narasi yang tidak berbasis bukti historis.

Faktanya: Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan di Jln Pegangsaan Timur No 56 Jakarta Pusat didepan rumah Soekarno, bukan dirumah Syaikh Faraj Martak. Hanya saja kebetulan rumah Soekarno berdekatan dengan rumah Syaikh Faraj Martak maka Ia menyediakan rumahnya untuk Masyaraka yang menyaksikan Teks Proklamasi.

 

*3. Habib Idrus bin Salim al-Jufri dan Nasionalisme*

Diklaim bahwa Habib Idrus bin Salim al-Jufri berkontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan melalui pendirian lembaga pendidikan Al-Khairat. Namun, mendirikan lembaga pendidikan tidak otomatis membuktikan peran dalam perjuangan melawan penjajah.

Dalam historiografi perjuangan kemerdekaan, tokoh-tokoh seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, dan lainnya diakui sebagai pejuang nasional bukan semata karena mendirikan lembaga pendidikan, melainkan karena keterlibatan langsung dalam perlawanan terhadap penjajah, baik melalui fatwa jihad maupun aksi nyata melawan kolonialisme. Tidak ditemukan bukti bahwa Al-Khairat secara langsung berperan dalam perang kemerdekaan melawan Belanda.

Fakta Lainnya: Klaim Bendera Merah putih sebagai  gagasan Habib Idrus Al Jufri adalah TIDAK BENAR, namun kesepakatan para Pemuda saat konggres Pemuda Indonesia ke II pertama kali dinyantikan lagu kebangsaan dan dikibarkan bendera Merah Putih.

 

*4. Kesalahan dalam Logika “Jangan Menyalahkan Seluruh Klan Ba’alawi”*

Salah satu bagian dalam tulisan KH. Imam Jazuli menyatakan bahwa tidak semua keturunan klan Ba’alawi dapat disalahkan atas tindakan individu tertentu. Pernyataan ini adalah pengalihan isu (red herring fallacy) karena kritik terhadap klaim peran Ba’alawi dalam kemerdekaan bukan berarti menyalahkan seluruh individu dalam klan tersebut.

Kritik yang diberikan berfokus pada fakta bahwa klaim keterlibatan Ba’alawi dalam perjuangan kemerdekaan tidak memiliki dasar sejarah yang kuat. Dengan demikian, pembelaan terhadap klan ini dengan menyatakan “tidak semua Ba’alawi seperti itu” tidak relevan terhadap inti perdebatan.

 

*5. Tuduhan terhadap KH. Imaduddin Utsman al-Bantani sebagai Rasis*

  1. Imam Jazuli dalam tulisannya menuduh bahwa KH. Imaduddin Utsman al-Bantani bersikap rasis karena kritiknya terhadap klaim nasab Ba’alawi. Tuduhan ini merupakan serangan personal (ad hominem) yang tidak berkaitan dengan substansi perdebatan.
  2. Imaduddin tidak menyerang individu berdasarkan etnis atau ras, tetapi mempertanyakan keabsahan klaim nasab dan peran historis Ba’alawi berdasarkan bukti akademik. Ini adalah pendekatan ilmiah, bukan bentuk diskriminasi atau rasisme.

 

*Kesimpulan*

Tulisan KH. Imam Jazuli mengandung banyak kesalahan logika, distorsi sejarah, dan penggunaan sumber yang tidak valid untuk membela klaim bahwa klan Ba’alawi memiliki kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sanggahan terhadap klaim tersebut bukan bentuk diskriminasi, melainkan upaya menegakkan kebenaran sejarah berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk lebih kritis terhadap narasi sejarah yang beredar dan memastikan bahwa klaim yang diajukan memiliki dasar bukti yang valid dan dapat diuji secara akademik.

 




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *