*”Perbedaan Antara Tokoh Historis dan Klaim Tanpa Bukti: Mengapa Syekh Abdul Qadir al-Jailani Tercatat dalam Sejarah, Sementara Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir Tidak?”*
Ada perbedaan mendasar antara Syekh Abdul Qadir al-Jailani dan Tokoh klan ba’alwi yaitu Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir yang tidak memiliki karya tulis apapun dan tidak tertulis di catatan kitab nasab manapun selama 550tahun):
1. Syekh Abdul Qadir al-Jailani adalah tokoh historis yang tercatat dalam banyak sumber sezaman.
-
- Banyak murid dan sejarawan sezamannya yang mencatat biografinya.
- Karya-karyanya sudah dikenal dan dikutip dalam berbagai kitab sebelum penemuan manuskrip di Vatikan.
- Namanya disebut dalam berbagai sumber primer sejak abad ke-6 Hijriah.
Sumber berita: http://www.muslimoderat.net/2015/10/800-tahun-hilang-tafsir-syekh-abdul.html#ixzz5MKcuppSD
2. Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir tidak memiliki catatan sezaman sama sekali.
-
- Tidak ada manuskrip, prasasti, atau catatan yang menyebutkan namanya dalam periode yang diklaim.
- Sumber yang mengaitkannya dengan garis keturunan Nabi baru muncul ratusan tahun kemudian, tanpa bukti primer.
- Ali al-Sakran menulis tentangnya di abad ke-9 H tanpa sumber asli dari abad ke-4 H.
Maka, membandingkan keberadaan Syekh Abdul Qadir al-Jailani dengan Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir tidaklah relevan. Bukti sejarah harus berdasarkan sumber primer, bukan asumsi atau analogi yang tidak sepadan.
*Syekh Abdul Qadir al-Jailani: Tokoh Historis yang Diakui, Berbeda dengan Ubaidillah yang Tidak Memiliki Jejak Sejarah*
Kebenaran tidak ditentukan oleh pertemuan, diskusi, atau sekadar klaim turun-temurun, melainkan oleh fakta ilmiah dan bukti sejarah yang dapat diuji secara akademik. Salah satu contoh nyata adalah keberadaan Syekh Abdul Qadir al-Jailani, yang merupakan tokoh historis dengan berbagai bukti kuat, baik berupa catatan sezaman maupun karya tulis yang diakui oleh para ulama. Berbanding terbalik dengan klaim keturunan dari Ubaidillah bin Ahmad, yang tidak memiliki bukti sejarah yang sahih.
*Syekh Abdul Qadir al-Jailani: Jejak Sejarah yang Tak Terbantahkan*
Syekh Abdul Qadir al-Jailani adalah tokoh yang diakui secara luas oleh para ulama dan sejarawan. Berikut adalah beberapa kitab yang mencatat keberadaannya:
- “Al-Bidayah wa al-Nihayah” – Ibnu Katsir (w. 774 H), yang mencatat pengaruh besar Syekh Abdul Qadir dalam dunia Islam.
- “Tabaqat al-Hanabilah” – Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H), yang memasukkan Syekh Abdul Qadir sebagai salah satu ulama terkemuka dalam mazhab Hanbali.
- “Qala’id al-Jawahir” – Syekh Muhammad bin Yahya at-Tadifi (w. 963 H), yang mengulas biografi dan ajaran tasawufnya.
- “Al-Kawakib ad-Durriyah fi Manaqib al-Qadiriyyah” – Syekh Yusuf an-Nabhani (w. 1350 H), yang membahas tarekat Qadiriyyah dan pengaruh Syekh Abdul Qadir dalam dunia spiritual Islam.
- “Siyar A’lam an-Nubala” – Imam Adz-Dzahabi (w. 748 H), yang mencatat Syekh Abdul Qadir sebagai ulama dan zahid terkemuka.
Bukti yang lebih kuat lagi adalah penemuan kitab Tafsir al-Jailani, yang membuktikan bahwa Syekh Abdul Qadir bukan hanya tokoh yang dikenal secara lisan, tetapi juga meninggalkan warisan intelektual dalam bentuk karya tulis. Manuskrip tafsir ini ditemukan di Vatikan setelah menghilang selama 800 tahun, dan kini telah diterbitkan kembali. Ini adalah bukti sahih bahwa Syekh Abdul Qadir benar-benar ada dan berkontribusi bagi ilmu pengetahuan Islam.
*Ubaidillah bin Ahmad: Tidak Ada Bukti Sejarah*
Di sisi lain, klaim tentang Ubaidillah bin Ahmad sebagai nenek moyang klan Ba’alawi justru tidak didukung oleh bukti sejarah yang sahih. Tidak ada satu pun kitab sezaman yang mencatat keberadaannya secara valid. Yang ada hanyalah tulisan dari Ali as-Sakran, seorang penulis abad ke-9 H, yang menuliskan tentang Ubaidillah yang diduga hidup pada abad ke-4 H tanpa menyertakan referensi yang jelas. Ini berarti klaim tersebut lebih bersifat asumsi tanpa dukungan bukti akademik yang konkret.
Lebih jauh lagi, tidak ada satu pun karya tulis yang bisa dikaitkan dengan Ubaidillah. Jika seseorang benar-benar tokoh intelektual atau ulama besar, seharusnya ada jejak karya tulisnya yang dapat dirujuk. Namun, dalam hal ini, Ubaidillah benar-benar kosong dalam catatan sejarah.
*Forum Akademik, Bukan Forum Internal*
Jika klan Ba’alawi benar-benar ingin membuktikan klaim mereka, seharusnya mereka berani berdiskusi di forum akademik yang terbuka dan dihadiri oleh para sejarawan serta ahli dari dalam dan luar negeri. Bukan hanya mengadakan diskusi internal yang bersifat sepihak tanpa verifikasi ilmiah. Keilmuan harus diuji dalam diskusi yang terbuka, bukan hanya berdasarkan keyakinan kelompok.
*Penutup*
Keberadaan seseorang dalam sejarah harus didukung oleh bukti nyata, baik dalam bentuk catatan sezaman maupun karya tulis. Syekh Abdul Qadir al-Jailani memenuhi semua kriteria ini, dengan banyaknya kitab klasik yang mencatat namanya serta peninggalan intelektual yang masih ada hingga hari ini. Sebaliknya, Ubaidillah bin Ahmad hanyalah sosok yang disebut-sebut tanpa bukti konkret, tidak memiliki catatan sezaman, dan tidak meninggalkan karya tulis apa pun. Fakta ini hingga saat ini belum bisa disanggah oleh klan Ba’alawi.
Sejarah harus berdiri di atas fakta, bukan sekadar klaim yang diwariskan tanpa bukti.