📌 *Perbedaan Mi’raj Imam Abu Yazid Al-Busthami vs. Mi’raj Faqih Muqaddam: Telaah Kritis dan Ilmiah*
Pembelaan Klan Ba’alwi yang menyamakan Mi’raj Faqih Muqaddam dengan Mi’raj Imam Abu Yazid Al-Busthami perlu dikaji secara ilmiah. Jika ditelaah lebih lanjut, terdapat perbedaan mendasar antara konsep Mi’raj dalam pengalaman sufi Abu Yazid dan klaim Mi’raj Faqih Muqaddam yang sarat dengan glorifikasi berlebihan.
📍 *1. Mi’raj Imam Abu Yazid = Perjalanan Ruhani, Bukan Perjalanan Fisik*
🟢 *Imam Abu Yazid Al-Busthami*, seorang sufi besar dalam sejarah Islam, memahami Mi’raj sebagai pengalaman ruhani dan peningkatan maqam spiritual dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Dalam tasawuf, istilah ini merujuk pada pendakian ruhani (maqamat) seseorang dalam perjalanan menuju makrifatullah, bukan perjalanan fisik yang terjadi secara nyata. Ibnu Arabi dalam Fusus al-Hikam menjelaskan bahwa Mi’raj sufi adalah pengalaman batiniah yang memungkinkan seorang hamba merasakan kebersamaan dengan Allah tanpa berpindah secara jasmani.
🔴 *Mi’raj Faqih Muqaddam versi Klan Ba’alwi* justru diklaim sebagai perjalanan ke Sidratul Muntaha sebanyak 70 kali dalam sehari, bahkan disebut menggunakan hewan tunggangan. Jika benar bahwa ini hanya perjalanan ruhani, mengapa ada klaim penggunaan kendaraan? Fakta ini menunjukkan adanya upaya membentuk narasi glorifikasi yang menyerupai Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
📌 *Kesimpulan:* Konsep Mi’raj dalam tasawuf bersifat spiritual dan metaforis, sedangkan klaim Mi’raj Faqih Muqaddam dikemas sebagai kisah perjalanan fisik yang menyerupai peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW, namun tanpa adanya hikmah dan manfaat nyata bagi umat.
📍 *2. Imam Abu Yazid Tidak Pernah Mengklaim Sampai ke Sidratul Muntaha*
🟢 Imam Abu Yazid Al-Busthami dalam pengalaman spiritualnya tidak pernah menyebutkan bahwa dirinya sampai ke Sidratul Muntaha, karena ia memahami bahwa itu adalah tempat yang hanya dicapai oleh Rasulullah SAW dalam Isra Mi’raj.
🔴 *Faqih Muqaddam*, menurut narasi Klan Ba’alwi, dikatakan sampai ke Sidratul Muntaha. Jika demikian, apa tujuan dari perjalanannya? Dalam sejarah Islam, Sidratul Muntaha hanya disebut dalam konteks Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dan perintah shalat dari Allah. Jika Faqih Muqaddam sampai ke sana, apa yang ia dapatkan? Tidak ada informasi mengenai wahyu atau ajaran yang dibawa setelah Mi’rajnya, yang membuktikan bahwa kisah ini tidak memiliki nilai substantif bagi umat.
📌 *Kesimpulan:* Jika Mi’raj Faqih Muqaddam bukan seperti Mi’raj Nabi, mengapa harus dikaitkan dengan Sidratul Muntaha? Jika tidak ada wahyu atau ajaran yang dibawa setelahnya, maka kisah ini tidak lebih dari glorifikasi tanpa dasar teologis yang jelas.
📍 *3. Mi’raj Abu Yazid = Konsep Spiritual, Mi’raj Faqih Muqaddam = Klaim Glorifikasi Tanpa Manfaat bagi Umat*
🟢 *Imam Abu Yazid Al-Busthami* melihat pendakian ruhani dalam tasawuf sebagai peningkatan maqam spiritual dan penyucian jiwa. Pengalaman Mi’raj yang ia sebutkan adalah bentuk refleksi terhadap penghayatan ibadah dan pendekatan hati kepada Allah, tanpa ada klaim perjalanan fisik ke langit.
🔴 *Faqih Muqaddam versi Ba’alwi?* Dikisahkan mengalami Mi’raj sebanyak 70 kali dalam sehari, namun tidak ada ajaran baru yang dibawa untuk umat. Jika dibandingkan dengan Nabi Muhammad SAW yang Mi’raj sekali dan membawa perintah shalat, maka klaim Mi’raj Faqih Muqaddam menjadi tidak relevan karena tidak memberikan kontribusi teologis maupun ibadah bagi umat Islam.
📌 *Kesimpulan:* Dalam Islam, peristiwa Mi’raj selalu diiringi dengan hikmah dan manfaat bagi umat. Jika klaim Mi’raj Faqih Muqaddam hanya menjadi narasi glorifikasi tanpa dampak teologis, maka kisah ini hanya menjadi mitos yang tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam.
📍 *4. Imam Abu Yazid Tidak Pernah Disetarakan dengan Nabi Muhammad SAW*
🟢 Imam Abu Yazid Al-Busthami dan para ulama sufi lainnya tetap mengakui bahwa Mi’raj sejati hanya terjadi pada Nabi Muhammad SAW. Mereka menggunakan istilah Mi’raj sebagai metafora perjalanan spiritual, bukan sebagai peristiwa fisik yang nyata.
🔴 *Faqih Muqaddam?* Dikisahkan memiliki pengalaman Mi’raj yang bahkan lebih sering dari Nabi Muhammad SAW, dengan angka 70 kali sehari! Hal ini bukan hanya pengkultusan yang berlebihan, tetapi juga membuat klaim yang melebihi kedudukan Rasulullah SAW.
📌 *Kesimpulan:* Jika sebuah kisah menempatkan seseorang seolah-olah lebih sering Mi’raj dibandingkan Rasulullah SAW, maka ini bukan lagi sekadar pengalaman ruhani, tetapi sudah masuk dalam ranah pemalsuan sejarah dan manipulasi keagamaan.
📌 *Kesimpulan Akhir: Tidak Bisa Disamakan!*
📢 Perbedaan mendasar antara Mi’raj Abu Yazid Al-Busthami dan klaim Mi’raj Faqih Muqaddam adalah sebagai berikut:
Aspek | Mi’raj Imam Abu Yazid | Mi’raj Faqih Muqaddam |
Makna | Perjalanan rohani, metaforis | Klaim perjalanan fisik 70x sehari |
Tujuan | Peningkatan maqam spiritual | Tidak jelas, tanpa hasil bagi umat |
Sidratul Muntaha | Tidak pernah diklaim sampai ke sana | Dinyatakan sampai ke sana, tanpa tujuan yang jelas |
Dampak terhadap umat | Mengajarkan introspeksi diri | Tidak membawa perubahan bagi ajaran Islam |
Hubungan dengan Nabi SAW | Mengakui hanya Nabi yang memiliki Mi’raj hakiki | Diklaim Mi’raj lebih sering dari Nabi |
👉 *Kesimpulan Ilmiah*: 🚀 *Mi’raj Abu Yazid Al-Busthami* adalah konsep spiritual dalam tasawuf, yang menekankan kedekatan hati dengan Allah tanpa klaim perjalanan fisik ke langit.
🤡 *Mi’raj Faqih Muqaddam versi Klan Ba’alwi* adalah narasi glorifikasi yang tidak memiliki dampak nyata bagi umat, bahkan bertentangan dengan prinsip dasar Islam yang mengajarkan bahwa hanya Nabi Muhammad SAW yang mengalami Mi’raj secara fisik.
📌 Dengan demikian, klaim ini tidak lebih dari upaya rekayasa sejarah yang tidak memiliki landasan teologis maupun historis yang valid dalam ajaran Islam.