*Tarekat Alawiyah Tidak Memenuhi Syarat Sebagai Tarekat Muktabarah dalam Lingkup Nahdlatul Ulama*
Penggunaan kata “Tarekat Alawiyah” dalam pembahasan ini patut diberi tanda kutip karena ketidakjelasan yang menyertainya. Banyak pertanyaan yang muncul mengenai status “Tarekat Alawiyah” ini, yang hingga saat ini tidak memiliki dasar yang kuat dan sulit dijawab oleh para pengamat tarekat. Beberapa pertanyaan penting yang perlu kita jawab antara lain: Apakah benar bahwa Klan Ba’alwi memiliki tarekat? Jika iya, siapa pendirinya? Apakah nama “Tarekat Alawiyah” sudah dikenal dan siapa yang pertama kali menamakannya? Bagaimana sanad tarekat ini bisa tersambung kepada Rasulullah ﷺ?
*1. Apakah Klan Ba’alwi Memiliki Tarekat?*
Sampai sekarang, belum ada klaim yang sahih dari Klan Ba’alwi yang mengaku memiliki tarekat yang bernama “Tarekat Alawiyah”. Bahkan, Lutfi bin Yahya (LBY), yang sempat menjadi Ketua Jamaah Ahli Tarekat Mutabarah al-Nahdliyyah (Jatman), mengaku dirinya bertarekat Al-Syadziliyah yang ia terima dari Mbah Abdul Malik Banyumas, bukan tarekat Alawiyah. Hal ini tentu menimbulkan kebingungan, mengingat tidak ada Mursyid “Tarekat Alawiyah” yang tercatat dalam sejarah Ba’alwi.
*2. Kejanggalan Nasab Mbah Abdul Malik Mbah Abdul Malik yang dikenal sebagai keturunan Raden Dipowongso dan cicit dari Pangeran Diponegoro*,
tiba-tiba disebut-sebut sebagai keturunan Bin Yahya Ba’alwi dalam kitab yang ditulis oleh Tim Kanzushalawat pimpinan LBY. Kejanggalan ini semakin jelas ketika kita menyadari bahwa Mbah Abdul Malik lebih dikenal sebagai Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah, bukan Syadziliyah, yang membuat klaim tersebut semakin kabur.
*3. Wiridan Khusus Tarekat Alawiyah Tarekat-tarekat umumnya memiliki wiridan khusus yang dibaca oleh para jamaahnya setelah sholat atau di waktu-waktu tertentu dalam suluk*.
Misalnya, Tarekat Qadiriyah yang mewajibkan jamaahnya untuk membaca kalimat tauhid 165 kali setelah sholat. Namun, tidak ada catatan atau penjelasan yang menunjukkan wiridan khusus dari “Tarekat Alawiyah”. Tanpa wiridan khusus, tarekat ini sulit untuk diidentifikasi sebagai sebuah tarekat yang sahih.
*4. Sanad yang Tidak Terverifikasi Bila kita melacak lebih dalam, klaim mengenai sanad “Tarekat Alawiyah” pun sangat meragukan*.
Misalnya, jika mengacu pada kitab Syarhul ‘Ainiyyah, disebutkan bahwa Faqih Muqoddam mendapatkan sanad tarekat ini dari ayahnya yang konon diteruskan hingga kepada Nabi Muhammad ﷺ. Namun, faktanya Faqih Muqoddam tidak terbukti sebagai keturunan Nabi Muhammad ﷺ, dan nama-nama dalam sanad tersebut, seperti Ubaidillah, tidak pernah tercatat dalam sejarah atau oleh para ahli nasab.
*5. Tarekat Madyaniyah vs Tarekat Alawiyah Satu pertanyaan besar yang muncul adalah jika Faqih Muqoddam mendapatkan tarekatnya dari Syekh Abdullah bin Ali al-Shalih dan Syekh Abu Madyan, yang merupakan pendiri Tarekat Madyaniyah*,
Mengapa sekarang disebut “Tarekat Alawiyah”? Tarekat yang diajarkan oleh Abu Madyan sangat berbeda dengan apa yang diklaim oleh Klan Ba’alwi. Jika kita telusuri lebih dalam, banyak kebingungan yang timbul mengenai pengklaiman tarekat ini yang tidak memiliki bukti yang jelas dalam sejarah.
*Kesimpulan Berdasarkan fakta-fakta di atas*,
“Tarekat Alawiyah” tidak memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam kategori tarekat muktabarah dalam kalangan Nahdlatul Ulama. Tidak ada Mursyid yang jelas, wiridan khusus, dan sanad yang terverifikasi secara sahih. Oleh karena itu, klaim mengenai “Tarekat Alawiyah” ini perlu dipertanyakan dan tidak dapat dianggap sebagai tarekat yang diakui dalam tradisi tasawuf yang sah.
Diambil dari tulisan: K.H. Imaduddin Utsman Al-Bantani