*Akhlak Santun dalam Menjaga Kebenaran: Kiprah KH Imaduddin Utsman al Bantani dan Tantangan dari Kubu Ba’alwi*
Kebenaran sering kali menjadi ujian bagi mereka yang menyuarakannya, terutama ketika menyangkut isu-isu sensitif seperti sejarah, nasab, dan identitas bangsa.
KH Imaduddin Utsman al Bantani telah menjadi tokoh sentral dalam upaya pelurusan klaim nasab Ba’alwi yang selama ini dianggap keliru. Dalam perjuangannya, beliau konsisten menyampaikan kebenaran dengan akhlak mulia, tanpa caci maki atau kekerasan, sesuai dengan ajaran para Walisongo. Sikap santun ini tidak hanya menginspirasi jutaan rakyat Indonesia, tetapi juga membangkitkan semangat patriotisme dan kesadaran akan jati diri bangsa.
*KH Imaduddin: Keteladanan dalam Akhlak Mulia*
KH Imaduddin Utsman al Bantani dikenal sebagai ulama yang teguh menyuarakan nahi munkar tanpa menggunakan kata-kata kasar atau tindakan arogan. Meskipun beliau sering menghadapi hinaan, makian, bahkan ancaman dari pihak Ba’alwi dan pendukungnya, beliau tetap berpegang pada prinsip kelembutan dan kesantunan.
serupa Rasulullah SAW bersabda:
“Bukanlah orang yang kuat itu yang pandai bergulat, melainkan orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Akhlak mulia yang menunjukkan KH Imaduddin menjadi teladan bagi umat, mendorong mereka untuk tetap bijak dan berpegang pada nilai-nilai kebenaran tanpa mengorbankan kesantunan.
*Dampak Positif pada Kesadaran Bangsa*
Pendekatan Santunan KH Imaduddin dalam menyampaikan kebenaran telah memberikan dampak besar bagi bangsa Indonesia. Dengan argumentasi yang didasarkan pada sejarah, filologi, dan genetika, ia berhasil membuka mata banyak pihak terhadap klaim nasab Ba’alwi yang tidak valid. Akibatnya, mayoritas umat lebih menjadi sadar dan cerdas, kembali kepada jati diri bangsa yang penuh dengan nilai-nilai patriotisme dan keberagaman.
Sebaliknya, tindakan kasar dan arogan dari pihak Ba’alwi serta pendukungnya justru semakin memperkuat pandangan publik bahwa klaim mereka tidak berlandaskan kebenaran. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT mengingatkan:
“Dan mengucapkan kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan kata yang lebih baik.’ Sebenarnya setan itu menimbulkan keributan di antara mereka.” (QS. Al-Isra’ : 53)
*Kontras Antara Kubu KH Imaduddin dan Pendukung Ba’alwi*
Perbedaan sikap antara kubu KH Imaduddin dan pendukung Ba’alwi sangat mencolok. Di satu sisi, KH Imaduddin dan para pengikutnya tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan akhlak mulia. Ceramah dan pidato yang disampaikan oleh beliau maupun ulama seperti KH Abbas Billy Yachsyi selalu berada dalam koridor ajaran Walisongo, tanpa keluar dari batasan moral dan etika.
Sebaliknya, kubu Ba’alwi dan pendukungnya sering kali menggunakan cara-cara yang jauh dari kesantunan, seperti makian, hinaan, bahkan ancaman. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mengutamakan kelembutan dalam berdakwah, sebagaimana firman Allah SWT:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl : 125)
*Fenomena Teuku Qori: Cerminan Perubahan Sikap dan Moralitas dalam Perjuangan Kebenaran*
Teuku Qori adalah salah satu sosok yang pernah dikenal berada di kubu KH Imaduddin Utsman al Bantani, seorang ulama yang konsisten menyuarakan kebenaran dengan santun dan akhlak mulia. Namun, sejak awal, perilaku dan bahasa Teuku Qori kerap kali dinilai tidak mencerminkan moralitas yang baik. Sikapnya yang terkesan arogan dan radikal serta jauh dari kesopan-santunan menjadi tanda tanya, mengingat nilai-nilai yang diajarkan KH Imaduddin selalu menekankan kesantunan dan kelembutan dalam dakwah.
Berikut screenshot ketikan kalimat Teuku Qori dalam grup Whatsapp BM Santri NUsantara:
*Perubahan Haluan dan Penegasan Moralitas*
Ketika Teuku Qori memutuskan untuk pindah haluan menjadi pendukung Ba’alwi, hal ini tidak lagi menjadi kekhawatiran bagi kubu KH Imaduddin. Sebab, sejak awal, sikapnya sudah jauh dari nilai-nilai sopan santun yang menjadi ciri khas dakwah KH Imaduddin. Perpindahan tersebut justru semakin menegaskan bahwa perjuangan yang tidak berlandaskan moral dan kebenaran hanya akan menghasilkan dampak negatif.
*Korelasi Antara Kebenaran dan Akhlak*
Dalam Islam, akhlak mulia adalah fondasi utama dalam menyampaikan kebenaran. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR.Ahmad)
Perubahan haluan Teuku Qori menjadi cerminan bahwa kejahatan tidak dapat bersanding dengan kesantunan dan moral yang baik. Sebaliknya, kebenaran selalu disertai dengan akhlak yang mulia, sebagaimana dicontohkan oleh KH Imaduddin dan para pendukungnya yang tetap menjaga kesopanan meski menghadapi berbagai hinaan dan ancaman.
Perubahan sikap Teuku Qori menunjukkan bahwa perjuangan kebenaran bukan hanya soal pilihan kubu, tetapi juga soal konsistensi dalam menjaga moralitas dan akhlak. Ketika seseorang memilih untuk meninggalkan kebenaran dan berpihak pada sesuatu yang keliru, hal itu hanya akan mempertegas bahwa kebenaran dan kesantunan tidak dapat dipisahkan. Semoga pelajaran ini bagi kita semua untuk tetap berpegang pada nilai-nilai kebenaran dengan akhlak mulia.
*Akhir Kata*
Kiprah KH Imaduddin Utsman al Bantani dalam menyuarakan kebenaran dan menjaga sejarah bangsa Indonesia adalah teladan yang patut ditiru. Sikap beliau yang santun dan penuh akhlak mulia menunjukkan bahwa perjuangan untuk kebenaran tidak harus disertai dengan kekerasan atau kata-kata kasar. Sebaliknya, kubu yang menggunakan cara-cara tidak bermoral justru kehilangan kredibilitasnya di mata publik.
Semoga bangsa Indonesia terus belajar dari keteladanan KH Imaduddin dan menjadikan kesantunan sebagai landasan dalam menjaga kebenaran dan keutuhan bangsa.