Analisa Debat Banten: Ust. Idrus Romli Dan Wafi Tidak Menyadari, Argumentasi Mereka Mendukung Kiai Imaduddin

Analisa Debat Banten: Ust. Idrus Romli Dan Wafi Tidak Menyadari, Argumentasi Mereka Mendukung Kiai Imaduddin

Oleh: Mohammad Yasin al Branangiy al Liqo’iy

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan analisis berkaitan dengan statement dan argumentasi Ust. Wafi (bersama Ust. Idrus Romli) seputar debat nasab Banten ;

(1) Ust. Wafi mengatakan : “Untuk membuktikan keSAHan nasab ba alwiy cukup kitab dua abad”

Ust. Wafi mengaku argumentasi yang dia ambil adalah milik Kiai Imad yang diabaikan.

TANGGAPAN PENULIS :

Penjelasan tentang CUKUP 2 ABAD LALU UNTUK MENSHOHEHKAN NASAB BA ALWIY TERTULIS DALAM KITAB NASAB itu ;

a. Ta’bir/’Ibaroh kitab itu tidak mencantumkan “sejak kapan hitungan 2 abad lalu tersebut”. Tapi Ust. Wafi tidak menyadari hal itu.

Dalam kasus nasab palsu ba alwiy, selama 550 tahun (sudah melampaui 2 abad) tertulis di kitab nasab, tapi (yang perlu diingat) DIAWALI DENGAN TIDAK TERTULIS selama 550 tahun.

b. Tertulis 2 abad lalu adalah HANYA SEBAGAI DATA PENDUKUNG, Ust. Wafi sendiri yang mengatakan.

Sebagai data pendukung tentunya harus mengikuti data primer atau sekunder. Kalau data primer dan sekunder tidak ada, maka data pendukung TIDAK ADA GUNANYA. Nama Ubaidillah tidak memiliki data primer dan sekunder, maka data pendukung berupa tertulis 2 abad tidak bisa dijadikan DALIL.

(2) Menurut Ust. Wafi, Kiai Imaduddin mengambil Qo’idah Fiqih terbalik ;
النافي مقدم على المثبت
kata Ust. Wafi : “Di dalam kitab Al Bahrul Muhith (j.6/32) disebutkan ;
النافي هل يلزمه الدليل؟
المثبت للحكم يحتاج للدليل بلا خلاف
Artinya : “dalam hal menafikan, apakah diharuskan ada dalil?
dalam hal menetapkan hukum diharuskan memiliki dalil, tanpa adanya perbedaan pendapat (di antara para ulama)”.

Ust. Wafi (DENGAN TEGAS) mengatakan : “KALAU MENGITSBAT WAJIB ADA DALIL, tidak ada pertentangan di antara ulama”

sampai pada pembacaan Ibaroh :
ولا يجوز نفي الحكم الا بالدليل كما لا يجوز اثباته
Artinya : “Tidak boleh menafikan hukum kecuali menggunakan dalil, sebagaimana tidak boleh menetapkannya (menetapkan hukum)”.

TANGGAPAN PENULIS :

Pernyataan dan argumentasi beserta ibaroh yang dibacakan Ust. Wafi, memperjelas pembatalan nasab ba Alwi oleh Kiai Imad berdasarkan argumentasi tersebut.

Ust. Wafi hanya sibuk menggunakan ibaroh untuk mematahkan argumentasi kiai Imad, padahal argumentasi itulah yang dipakai Kiai Imad untuk membatalkan nasab ba Alwiy.

Tuntutan Ust. Wafi dan kawan-kawannya adalah :

Mana dalil yang dimiliki kiai Imad dalam menafikan nasab?
Mana kitab yang menyatakan bahwa nasab ba alwiy batal pada abad 4, 5, 6, 7 dan 8 h.?
Para pembaca yang dimuliakan Allah SWT.

Nasab Ba Alawi terbukti terputus selama 550 tahun, sampai nama Ubaidillah disebutkan oleh Habib Ali al-Sakran (w.895 H) sebagai anak Ahmad bin Isa. Yaitu, dalam kitabnya al-Burqat al-Musyiqoh (kemudian disebut al-Burqoh).

Dalam kitab itu, Habib ali al-Sakran menyebutkan sebuah kosidah (terdiri dari bait-bait syair) tentang nasab Ubaid bin Ahmad bin Isa sampai ke Nabi Muhammad SAW. Kosidah itu ditulis oleh Syekh Jamaluddin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Gosyir al-Hadrami, ulama yang semasa dengan Habib Ali al-Sakran. Dalam kosidah itu ia memuji kakak (atau adik) dari Habib Ali al-Sakran yang bernama Habib Abdullah bin Abu Bakar (al-Sakran).

Dipahami dari kitab al-Burqoh ini ;

Untuk pertama kali, nama ABAIDILLAH (datuk para habaib) disebut sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.
Habib Ali al-Sakran lah orang yang pertama yang berkesimpulan bahwa UBAIDILLAH adalah ABDULLAH. Di mana, nama Abdullah ini disebut dalam kitab al-Suluk karya al-Jundi (w. 730 H). Padahal, Abdullah ini bukan orang yang sama dengan Ubaidillah dalam kitab alburqoh.
KH. Imaduddin telah membuktikan (kalau nama ABDULLOH dalam kitab as Suluk, itu bukan UBAIDILLAH dalam kitab al Burqoh al Musyiqoh) dalam artikel beliau yang berjudul “Rangginang dari Banten untuk Hanif Alatas”

Perlu penulis sampaikan bahwa :
UNTUK MENETAPKAN SUATU NASAB HARUSLAH ADA DALIL,
BEGITU JUGA UNTUK MEMBATALKANNYA DIPERLUKAN DALIL.

Itsbat nasab tidak dapat dihasilkan dengan HUSNUDZON.

Apabila ada nasab yang ditemukan (diketahui) PENETAPANNYA TANPA DALIL, maka TEMUAN tersebut dipastikan dapat menjadi DALIL UNTUK MEMBATALKAN NASAB yang terlanjur ditetapkan.

Dalam kasus NASAB PALSU BA ALWIY, telah ditemukan adanya penetapan/Itsbat nasab TANPA ADANYA DALIL oleh Habib Ali bin Abi Bakar asy Syakron dalam kitabnya al Burqoh al Musyiqoh (abad 9 H.). Itu artinya : Itsbat tersebut sama sekali tidak Shoheh.

Lalu di kemudian hari (sejak abad 9, 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 H.) para pembaca mendengar adanya SYUHROH WAL ISTIFADLOH (selama 550 tahun syuhroh). Namun sayangnya Syuhroh tersebut tidak dapat dibenarkan, karena syuhroh yang dimaksud terbentuk dari Itsbat yang tidak Shoheh.

Jadi, syuhroh seberapa lamapun, pengakuan dari ulama’ sebanyak apapun (sekalipun sekaliber Muhaddits al Hafidz semua) dan husnudzon seyakin apapun, tapi PONDASI ITSBAT NASABNYA KELIRU dan TIDAK SHOHEH, maka menjadi runtuh seketika (Syuhrohnya). Itulah yang dialami oleh NASAB Ba Alwiy.

Kita kembali ke Ust. Wafi

Secara tidak sadar atau memang dia (yang didampingi Ust. Idrus Romli) tidak memahami situasi jalur nasab ba alwiy, Ust. Wafi menuntut DALIL PEMBATAL kepada lawan debat, padahal Dalil Pembatal tersebut tidak pantas ditanyakan, mengingat itsbatnya tidak benar.
Kalau itsbatnya saja sudah tidak benar, maka otomatis batal dengan sendirinya.

Sama halnya dengan sholat orang yang tidak berwudu’, tanpa datang hal yang membatalkan sholat sekalipun, sholatnya sudah tidak sah.

Ust. Wafi sudah membaca sendiri ibarotnya di atas.

CATATAN :

Debat/diskusi ilmiyah tentang nasab ba alwiy perlu diselenggarakan kembali (semakin banyak diskusi, maka akan cepat menemukan kebenaran)
Debat nasab semestinya di ikuti oleh Robithoh Alawiyah, karena merekalah yang TERTUDUH dan yang MEMPUNYAI KEPENTINGAN.
Pihak Robithoh dengan sengaja menjadikan pengakuan nasab mereka sebagai tanggung jawab publik. Mereka yang selama ini merasa sebagai dzurriyah, kenapa perlu perlindungan dan pembelaan dari orang lain?!.
Apa kiranya kesulitan yang Robithoh miliki?! Kalau memang pengakuan sebagai dzurriyah benar, tentu akan sangat mudah membuktikannya.
Habaib seharusnya tidak takut menghadapi kiai Imad dan kami. Kebenaran itu Obsolut, sangat mudah dijelaskan. Tidak perlu memproduksi framing dan tidak perlu menghindari diskusi ilmiyah.
Menghindarnya Robithoh Alawiyah dari diskusi dan adanya framing-framing pengalihan isu dari Objek UBAIDILLAH, menjadi satu bukti bahwa nasab Habaib ba alwiy memang tidak SHOHEH. Kita bisa menyebutnya BATAL PERMANEN
Bagi siapapun (selain Habaib) tentu berhak memberikan pembelaan, tapi setelah terlaksananya diskusi bersama Robithoh. Para muhibbin bisa mengajukan banding setelah itu. Tapi, biarkan pihak Robithoh sendiri dulu yang bertanggung jawab. Jangan dibolak balik.
Salam Sehat Selalu




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *