Awas, Majelis Penebar Khurofat

Awas, Majelis Penebar Khurofatt

Seseorang dapat dikatakan sebagai ulama tidak dengan begitu saja terjadi. Salah satu syarat bagi ulama adalah harus bisa membaca kitab-kitab kuning, bukan kitab-kitab terjemahan.
Karena, ajaran Islam turun di Arab serta sumber pokok ilmu Islam berbahasa Arab. Kitab-kitab ulama untuk rujukan utama pun berbahasa Arab, kitab itu di Nusantara dikenal dengan nama kitab kuning.
Untuk dapat membaca kitab-kitab kuning itu, dibutuhkan disiplin ilmu yang matang yakni ilmu nahwu dan ilmu sharaf. Ilmu nahwu dan ilmu sharaf menjadi kunci bagi ulama untuk dapat memahami secara menyeluruh struktur kata dan kalimat yang tersaji di dalam kitab-kitab kuning.
Maka jangan sampai, ada seseorang yang didapuk sebagai ulama namun yang bersangkutan tidak paham ilmu nahwu dan ilmu sharaf. Di dunia pesantren, kedua jenis ilmu itu memang diajarkan secara berkelanjutan kepada para santri. Tujuannya adalah agar para santri mampu membaca kitab-kitab kuning dan mendiskusikannya secara bersama-sama.
Faktanya, kita bisa membaca dan memahami kitab kuning atas didikan dari para Kiai bukan dari Habaib. Kiai-kiai kita sangatlah handal dalam membuka kajian kitab kuning, maka sangat pantas di sebut Ulama.
Sedang Habaib kebanyakan hanyalah penceramah biasa bukan termasuk Ulama, karena mereka buta akan kitab kuning. Dalam kegiatannnya hanyalah di isi sholawatan atau dzikiran, namun yang paling parah mereka dalam majlis-majlisnya selalu menebarkan cerita khurofat dan dongeng-dongeng halusinasi penuh kemusyrikan.
Waallahu Alam




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *