BIOGRAFI DAN KARYA-KARYA SYAIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI
Biografi Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani adalah Syaikh pertama dalam Tarekat Qadiriyah. Beliau adalah Syaikh Abu Muhammad Muhyiddin Abdul Qadir al-Jailani r.a. bin Abi Shalih as-Sayyid Musa bin Junki Dausit bin as-Sayyid Abdullah al-Jili Ibnu as-Sayyid Yahya az-Zahid bin as-Sayyid Muhammad bin as-Sayyid Dawud bin as-Sayyid Musa bin asSayyid Abdullah bin as-sayyid Musa al-Juni, bin as-sayyid Abdullah al-Mahdhi bin as-sayyid Hasan al-Mutsni, bin assayyid Amirul Mukminin sayyid Syabab Ahlul Jannah Abu Muhammad al-Hasan al-Mujtaba bin al-Imam al-Hammam Ali bin Abi Thalib r.a. Nama ibunya ialah Fatimah binti as-Sayyid Abdullah as-Shumi‟i bin as-Sayyid Jamaluddin bin as-Sayyid Muhammad bin as-Sayyid Mahmud bin as-sayyid Abdullah bin as-sayyid Kamaluddin Isa bin as-sayyid Muhammad alJawad bin as-sayyid Ali ar-Ridha bin as-Sayyid Musa alKadzim bin as-sayyid Ja‟far ash-Shadiq bin as-sayyid Muhammad al-Baqir bin as-Sayyid Ali Zainal Abidin bin Imam Abu Abdullah al-Husain bin Ali bin Abi Thalib r.a. Beliau lahir di Jaelan, sebelah selatan laut Kaspia Iran pada tahun 1077 M / 470 H. Selain disebut Syekh, Wali dan sebutan lain dalam tarekat, Beliau juga disebut Sayyid. Karena dari pihak ibunya, Beliau ada keturunan Sayyidina Husain (cucu Nabi Muhammad SAW), sedang dari pihak ayah masih keturunan sayyidina Hasan (cucu Nabi Muhammad SAW). Beliau lahir ditengah-tengah keluarga yang hidup sederhana dan sholih. Kakeknya (ayah dari ibunya) bernama Abdullah Saumi, Seorang sufi. Setelah mengalami pengetahuan agama, ditempat kelahirannya sendiri (Jaelan), Pada tahun 1095M, ia terdorong untuk merantau ke Bahdad kota yang pada saat itu menjadi pusat peradaban dan pengetahuan Islam. Disana ia bermaksud untuk mencari dan memperoleh ilmu sebanyak mungkin. Di Baghdad, Abdul Qodir muda menjumpai para ulama, berguru pada mereka dan bersahabat dengan mereka, sehingga ia berhasil menguasai ilmu lahir dan batin. Yaitu ilmu hakikat yang dipahami oleh orang-orang sufi. Dikemudian hari ia merupakan tokoh yang disegani sebagai ahli fiqih dihormati sebagai seorang ahli sufi.
Guru-Guru syeikh Abdul Qadir Al-Jailani
Beliau belajar dari banyak ulama besar pada zamannya, diantaranya:
- Di bidang al-Quran, guru beliau adalah Ali bin Aqil al-Hambali, Abu al-Khitab Mahfudz al-Kaluzani alHambali, Abu al-Hasan Muhammad bin al-Qadhi Abu Ya‟la Muhammad bin al-Husain bin Muhammad bin al-Farra‟ al-Hambali, al-Qadhi Abu Said al-Mubarak bin Ali al-Makhzumi al-Hambali.
- Di bidang adab, diantara guru beliau adalah: Abu Zakariya Yahya bin Ali at-Tibrisi.
- Di bidang hadits, Beliau mendengarkan riwayat dari Abu ghalib Muhammad bin Hasan al-Baqillani, Abu Said Muhammad bin Abdul Karim bin Khasyisya, Abul Ghanaim, Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Maimun al-Farisi, Abu Bakar Ahmad bin alMuzhoffar, Abu Ja‟far bin Ahmad bin al-Husain, alQari as-Siraj, Abu Qasim Ali bin Ahmad bin Banan al-Kurkhi, Abu Thalib bin Abdul Qadir bin Muhammad bin Yusuf, Abdur Rahman bin Ahmad, Abul Barakat bin al-Mubarak, Abu al-Izzi Muhammad bin al-Mukhtar, Abu Nashr Muhammad,, Abu Ghalib Ahmad, Abu Abdullah Yahya, Anak- 81 anak Ali al-Banna, Abu Hasan bin al-Mubarak bin ath-Thuyur, Abu Mansur Abdur rahman al-Qazaz, Abul Barakat Tholhah al-Aquli dan para ulama lainnya.
Karya-karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
- Tafsir al-Jailani
- Al-Fathu ar-Rabbani wa al-faydh ar-Rahmani Sebuah kitab yang mencakup wasiat, nasihat-nasihat dan petunjuk-petunjuk di enam puluh dua majelis yang diasuhnya sejak tanggal 3 syawal 545H/ 5 Februari 1151M sampai tanggal 6 Sya‟ban 546 H / 30 November 1151 M yang membahas ihwal permasalahan keimanan, keikhlasan dan sebagainya.
- As-Sholawat wa al-Aurad
- Al-rasail
- Yawaqit al-hikam
- al-Ghunyah li thalibi Thariqil Haqq Dalam kitab tersebut memuat panduan bersuluk, dengan jelas tergambar betapa sang Syaikh sangat mementingkan keseimbangan diantara tiga pilar kehidupan beragama kaum muslimin, yaitu iman (aqidah), islam (syariat), dan ikhsan (akhlak, tasawuf). Oleh karena itu tidaklah benar jika ada orang yang mengaku sebagai pengikut dan pecinta Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani tapi hanya mementingkan salah satu pilar. Misalnya dalam masalah syafaat Rasulullah SAW, Syaikh Abdul Qadir menulis, “seorang mukmin haruslah meyakini bahwa Allah SWT akan menerima syafaat Rasulullah bagi umatnya yang telah terlanjur berbuat dosa, baik dosa besar maupun kecil, yang karenanya mereka ditetapkan masuk neraka”. Dengan syafaat tersebut seluruh orang beriman yang berada di neraka kelak akan keluar, sehingga tidak ada seorangpun yang berada didalamnya. Selagi ada sebutir dzarah keimanan dalam kalbu seseorang, dan selama ia mengakui dengan tulus bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah SWT, orang itu akan mendapatkan syafaat dari rasulullah saw, sebagaimana sabda Beliau, “Syafaatku Insyaallah akan didapatkan oleh siapa saja dari umatku selama ia tidak mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu.” (HR. Abu Hurairah) Sebagaimana Rasulullah SAW mempunyai syafaat, para nabi yang lain pun memilikinya, begitu pula orang-orang siddiq (yang kepercayaannya akan kebenaran Rasul sangat teguh), serta orang-orang 83 shalih yang semuanya tentu dengan izin Allah SWT. Dan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani memang layak menjadi salah seorang wasilah (perantara) dalam berdoa, karena ketinggian derajatnya disisi Allah SWT. Namun perlu diingat, ketinggian derajat sulthanul awliya‟ itu disisi Allah diperoleh berkat kedalaman ilmunya dalam bidang syari‟at. Dalam kitabnya yang terdiri dari dua juz tersebut, Al-Jilani memaparkan pemikirannya yang terbagi menjadi lima bagian: pertama, fiqih dan macam-macam ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, akhlak dan dzikir. Kedua, aqidah, masalah keimanan, tauhid, kenabian, tempat kembali, dan ahli bid‟ah dari kelompok-kelompok sesat. Ketiga, beberapa majelis yang berkaitan dengan al-Qur‟an, do‟a-do‟a dan fadhilah-fadhilah sebagian bulan dan hari. Keempat, perincian beberapa hokum fiqih yang berkaitan dengan puasa, shalat dan do‟a. dan kelima, tasawuf, adab dalam pergaulan, etika para murid, beberapa ahwal (kondisi kesufian) dan maqamat (kedudukan kesufian).
- Futuh al-ghaib Kitab tersebut berisi tentang nasihat-nasihat yang berguna, pemiiran-pemikiran dan pendapat- 4 Ibid, hal 33-34 84 pendapat yang berbicara tentang banyak permasalahan, seperti penjelasan tentang keadaan dunia, keadan jiwa dan syahwatnya, dan ketundukan kepada perintah Allah SWT.
- Ad-diwan i. Sirrul asrar Kitab ini berisi tuntunan bagi para salik (orang yang menjalani kesufian) menapaki jalan-jalan yang sunyi menuju rahasia dan yang dibalik rahasia. Syaikh Abdul Qadir mengajak menelusuri jejak-jejak (ayat-ayat) Allah yang terhampar dialam semesta dan dialam diri kita; mengarahkan kekedalaman hakikat dan menyatu dengan Sang Hakikat. Ajaran-ajaran dasar islam, shalat, puasa, dan haji dikupas kedalaman maknanya dan keeratan hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Disertai panduan shalat-shalat sunnah dan dzikir-dzikir penyejuk kalbu, karyanya ini memandu untuk meraih hakikat kelembutan, mencapai keikhlasan, dan menghampiri Sang Kekasih Yang Maha Suci. Prinsip-prinsip spiritualitas islam diulas secara lugas memaparkan jalan ruhani ini secara lebih gamblang dan dapat dicerna oleh khalayak luas.
- Asrarul asrar k. Jalaul khathir l. Al-amru al-muhkam m. Ushulus Saba‟ n. Mukhtasar ihya ulumuddin o. Ushuluddin.
Setelah tekun mempelajari dan meneladani ilmu selama lebih dari 33 tahun pada usia 51 tahun Syaikh Abdul Qodir Jaelani mulai menampakan diri dihalayak ramai. Pada tahun 1128 M, ia dipercaya memimpin sebuah madrasah yang makin lama tidak mampu menampung siswa yang akan belajar ilmu tarekat. Oleh karena itu pada tahun 1135 madrasah tersebut diperluas. Walaupun Syaikh Abdul Qodir Jaelani baru menikah pada usia 51 Tahun, namun beliau dikaruniai banyak keturunan, yaitu 20 putera dan 20 puteri. Diantaranya adalah Syaikh Abdul Wahab, pengelola madrasah (sejak 1150 M), Syaikh Isa yang bermukim dan rajin belajar di Mesir. Syaikh Abdul Qodir Jaelani merupakan Pendiri tarekat Qadariyah. Beliau wafat pada tahun 1168 M / 561 H dalam usia 91 tahun. Saat remaja, ia pergi ke bahdad dengan 6 Ibid, hal 35 7 Tafsir al-jailani. op. cit. juz I hal. 21-22 86 maksud menimba ilmu dari para ulama di kota itu. Sang bunda membekalinya 40 keping uang emas, warisan ayahandanya. Supaya aman dalam perjalanan uang yang dia bawa dijahit dalam jubahnya. Pesan ibundanya hendaknya dia menjadi anak yang selalu bersikap jujur dan benar tidak berbohong. Dalam perjalanan dia dihadang kawanan perampok, salah seorang perampok bertanya apakah ia memiliki barang berharga maka abdul qodir menjawab dengan tegas dan jujur ia memiliki 40 uang keeping emas. Perampok itu tidak percaya mana mungkin anak sekecil itu memiliki uang sebanyak itu. Perampok itupun kemudian berlalu pergi.setelah itu giliran kawanan perampok yang menanyainya tetap saja ia menjawab dengan jujur ia mempunyai uang keeping 40 uang mas. Karena kepala perampok itu penasaran maka kemudian dia membentaknya kenapa kamu mengatakan hal itu kemudian abdul qodir menjawab aku telah berjanji dengan ibuku untuk selalu jujur. Kemudian sang kepala perampok itu pun bertanya kembali ibumu tidak ada disini mengapa engkau jujur kemudian abdul qodir kecil menjawab kembali “betul, tetapi janjiku untuk selalu jujur dan benar itu telah disaksikan oleh Allah zat penguasa alam dan yang mengawasi hambaNya”. Ajaib sekali kemudian kepala perampok itu langsung lemas, kemudian bersimpuh di hadapan Abdul Qodir, yang masih muda itu. “engkau telah menjaga janjimu kepada ibumu dan tidak melupakan janji kami kepada sang pencipta”. Sejak itu para perampok itu menjadi pengikut setianya.
Di Bahdad, ia belajar kepada sejumlah ulama disana seperti ibnu Aqil, Abdul Kaththath, Abul Husain al-Farra, Abu Saad al Mukharrami. Ia belajar sampai ia menguasai ilmu-ilmu ushul dan memahami perbedaan para ulama. Ia pun banyak meriwayatkan hadis dari sejumlah ulama dimas itu, diantaranya dari Abu Gholib Al-Baqilani dan Abu Muhamad Ja‟far As-Sirraj. Suatu ketika gurunya, Abu Sa‟ad Al-Mukarrami membangun sebuah sekolah kecil di Babul Azaj. Pengelolaan sekolah ini di serahkan sepenuhnya kepada syaikh Abdul Qodir Al- Jilani. Ia pun bermukim disitu dan banyak banyak member nasihat kepada orang-orang disana. Banyak orang yang bertaubat demi mendengarkan nasihat dari beliau. Banyak pula yang bersimpati kepadanya, lalu ia datang kesekolah itu. Sehingga sekolah itu tidak sanggup menampungnya kemudian diadakan perluasan. Dikemudian hari banyak murid-muridnya yang menjadi ulama yang terkenal, antara lain Syaikh Ibnu Qodamah, penyusun kitab fikih terkemuka, Al-Mughni, Syaikh Abdul Malik bin Isa al-Kurd, Qodhi Negara Mesir,Syaikh Suaib Abu Madyan Al-Ghauts, Syaih Al-Maqdashi.
Imam Azd Dzahabi saat menyebutkan biografi Syaikh Abdul Qodir dalam Syiar Al-amin Nubala menukil perkataan syaikh sebagai berikut,”lebih dari limaratus orang masuk islam lewat tanganku dan lebih dari seratus ribu orang bertaubat. Ia yang yang dalam madzhab fiqih mengikuti imam Hanbali, memiliki lebih dari seratus karya ilmiah dengan kandungan ilmu-ilmu dhzahir dan batin yang luar biasa, seperti kitab Al-Ghun-yah, Fath-arrabani, Futuh Al-Ghoib, Al-Asma wa Ash-Shifath (penejelasan tentang kitab ahlusunah). Baru- baru ini juga ditemukan karyanya berisi tafsir al- Qur‟an yang disebut Tafsir Al-jilani.
Usai menuntut ilmu dari ulama dan sufi besar, Syaikh mengembara mengarungi sahara Irak selama 25 tahun, melewati rumput berduri dan tanah terjal. Pengembaraan ini merupakan jawaban atas kegelisahannya melihat kebobrokan moralitas sebagian umat pada saat itu, sekaliguh untuk mengasah kebathiniahnya. Selama pengembaraan spiritualnya itu, sang sufi berusaha menghindari pertemuan dengan manusia lain. Ia hanya mengenakan pakaian sederhana berupa jubah dari bulu domba serta tutup kepala dari sesobek kain tanpa alas kaki. Selama mengembara ia hanya memakan buah-buahan segar dari pohon rerumputan muda di sungai dan sisa sayur yang sudah dibuang. Minum pun hanya secukupnya, sementara waktu tidurnya begitu singkat, sehingga nyaris selalu terjaga. Sampai usia senja kesederhanaanya selalu dipertahankan. Upaya pembersihan jiwa itu juga dengan cara meghindarkan diri secara total dari segala hal yang meragukan bahkan juga mengurangi makan dan minum yang halal. Berkat usahanya yang sangat keras itu kemudian ia mendapat penjagaan dari Allah. Pernah dalam suatu perjalanan ketika ia tidak makan dan minum selam beberapa hari tiba-tiba datanglah seseorang menyerahkan sekantong uang dirham. Meski uang itu cukup untuk bekal perjalanan selama beberapa hari syaikh hanya mengambil sedikit untuk membeli beberapa kerat roti sebagai pengganjal perut. Riyadlah lain yang dilakukan oleh Syaikh sebagai upaya untuk membersihkan jiwa ialah dengan senantiasa selalu menjaga kesuciannnya dari hadast kecil maupun besar. Salah seorang khadimnya, syaikh Abu Abdilah Muhammad bin Abdul Fatah Al-Harawi, yang melayani syaikh Abdul Qodir Al-Jailani selama 40 tahun, bersaksi bahwa sang 90 waliyullah selalu melaksanakan shalat subuh dengan wudlu sholat isya. Artinya, sepanjang waktu itu Syaikh Abdul Qodir tak pernah tidur malam hari, hingga selalu dalam keaddaan suci.
Kesungguhannya menunaikan syariat dan mengamalkan tasyawuf akhirnya mempertemukannya dengn Nabi Khidir AS. Uniknya, meskipun bersahabat selama tiga tahun mereka tidak pernah saling mengenal. Dan dalam persahabatan inilah iman Syaikh kembali di uji. Agar persahabatan mereka tidak terputus, Nabi khidir mensyaratkan agar sang wali tidak meninggalkan tempat duduknya sampai dia kembali. Maka selama tiga tahun syaikh tidak pernah meninggalkan tempat yang telah disepakati, kecuali untuk bersuci. Berbagai godaan menghampirinya namun ia tetap bertahan. Nabi khidir AS hanya menjenguk setahun sekali, itupun hanya sejenak. Kehidupan syaikh sering diwarnai dengan kejadian-kejadian karomah. Syaikh Izuddin bin Abdisalam mengatakan,”tidak ada seorangpun yang karamahnya diceritakan secara mutawatir kecuali syaikh Abdul Qodir AlJailani. sang guru mursid itu baru menyelesaikan wudlunya. Dengan terompah yang masih basah dia berjalan menuju sajadahnya yang telah terhampar dilantai masjid, lalu menunaikan sholat sunah dua rakaat sementara beberapa muridnya duduk penuh ta‟zim menunggu tak jauh dari sang mursid itu berada.` Setelah mengucap salam dan baru saja melafalkan beberapa dzikir, tiba-tiba ia melontarkan terompahnya ke angkasa sambil berteriak keras, belum lagi terlenyap keterkejutan para santri syaikh kembali lagi melemparkan terompah yang satunya kembali ke angkas, sepasang terompah itupun lenyap keangkasa, kemudian sang mursid melanjutkan dzikir kembali seolah-olah tak terjadi apa-apa. Dua puluh tiga hari kemudian, dua santrinya yang bernama Syaikh Abu Usman dan Syaikh Muhamad Abdul Haqqi dikejutkan dengan kedatangan serombongan khalifah dagang dipintu gerbang madrasah mereka. Mereka menyatakan ingin bertemu dengan sang guru untuk menyampaikan nadzar. Syaih Abu Usman pun menghadap Syaikh Abdul Qodir Jilani menyampaikan pesan tamunya. Dengan tenang Syaih mengatakan pada Abu Usman agar menerima apa yang akan diberikan tamunya. Khafilah tersebut memberikan hadiah terdiri atas perhiasan emas dan pakaian dari sutera, serta sepasang terompah tua yang sangat dikenal oleh kedua murid syaikh Abdul Qodir sebagai terompah gurunya “Bagaimana terompah guru kami berada di tangan kalian?” Tanya kedua nya terheran-heran. Pemimpin kafilah itupun berkisah, mereka dihadang gerombolan perampok disebuah gurun pasir diluar jazirah arab.karena ketakutan, semua anggota anggota melarikan diri meninggalkan sebagian barang dagangan mereka. Namun tiba-tiba mereka berhenti, karena didepan mereka mulut jurang menganga lebar. Sementara gerombolan perampok semakin mendekat sambil sorak sorai mereka mengejar anggota kafilah yang membawa lari sia-sia dagangan. Apa boleh buat anggota kafilah itupun pasrah, ditengah ketakutan yang mencengkam, pemimpin kafilah itu beroa,”ya Allah, dengan berkah Syaikh Abdul Qodir AlJailani, selamatkanlah kami. Jika selamat kami bernadzar kami akan memberikan hadiah pada beliau.” Ajaib tiba-tiba sorak sorai para perampok itu berhenti,berganti dengan teriakan histeris ketakutan. Dan sesaat kemudian sepi, hening. Tak lama setelah itu kepala perampok mendatangi kafilah dagang dengan wajah ketakutan. Katanya dengan suara gemetar terbatabata,”saudaraku, ikutlah denganku, ambilah kembali barangbarang kalian yang kamu rampok, dan tolong ampuni kami.” Para anggota kafilah terheran-heran dan saling berpandangan. Dengan takut mereka mengikuti si perampok sampai ditempat semula mereka meninggalkan barang dagangan, mereka menyaksikan pemandangan yang lebih aneh lagi. Dua organ tetua mereka tewas dengan kepala luka parah. Disebelah masing-masing tergeletak sebuah terompak yang masih basah, sementara sebagian anggota perampok terduduk lemas dengan wajah ketakutan. Menurut salah seorang perampok ketika mereka tengah berpesta pora , tiba-tiba sebuah terompah melesat dan menghantam salah seorang kepala begal. Belum hilang keterkejutan mereka, tiba-tiba sebuah terompah lagi melesat dan menghantam kepala pemimpin begal lainnya keduannya tewas seketika. “melesetnya terompah itu diiringi dengan teriakan yang keras yang membuat lutut kami gemetar dan terduduk lemas”.katanya. Masih banyak lagi kisah karomah penggagas toriqoh Qadiriyyah yang mendunia ini. Bahkan, dalam salah satu manaqibnya, An-Nurrul Burhan Fi Manaqib Sultanil Awliya‟ Syaikh Abdil Qodir Al-Jilani, terdapat satu bab khusus yang mengisahkan beberapa karamah khusus sang wali yang disaksikan oleh beberapa orang. Karomah-karomah Syaikh memang melegenda, hingga tak jarang masyarakat awam menyebutkan namanya sebagai upaya mendapatkan keluarbiasaan atau kesaktian. Beberapa perguruan tinggi bela diri Islam misalnya menjadikan bacaan Syaikh Abdul Qodir sebagai ritual untuk menyempurnakan ilmu kesaktian
Sumber tulisan: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3917/4/084211004_Bab3.pdf