“Borok Tersembunyi: Menguak Pengaruh Buruk Habaib Klan Ba’alwi terhadap Akhlak dan Moral Masyarakat”

*”Borok Tersembunyi: Menguak Pengaruh Buruk Habaib Klan Ba’alwi terhadap Akhlak dan Moral Masyarakat”*

 

*Menelusuri Akhlak dan Pengaruh Sosial Klan Ba’alwi: Telaah Ilmiah dengan Dalil dan Analisis Ulama ASWAJA*

Dari berbagai percakapan  grup WhatsApp, Ternyata banyak didapatkan fakta yang mengejutkan tentang watak dan karakteristik sebagian dari habaib dan pengikut mereka, khususnya yang terkait dengan klan Ba’alwi. Percakapan tersebut menunjukkan pola perilaku yang jauh dari adab Islami: caci maki, hinaan, ancaman, dan percakapan tidak senonoh tentang kehormatan wanita. Fenomena ini bukan hanya menggambarkan permasalahan individu, tetapi juga menunjukkan dampak sosial yang lebih luas.

Gambar contoh pembicaraan kotor dari  klan ba’alwi dan pendukungnya di grup Whatsapp.

 

*1. Pendidikan Akhlak dalam Islam: Landasan yang Mulia*

Islam mengajarkan umatnya untuk memikat diri dengan akhlak mulia. Rasulullah SAW bersabda:

*“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”*
(HR.Ahmad, no.8952)

Akhlak yang baik, seperti menjaga lisan, santun, dan menghormati orang lain, adalah inti dari ajaran Islam. Bahkan Al-Qur’an diperingatkan untuk menghindari kata-kata yang kasar:

*“Dan mengucapkan kepada hamba-hamba-Ku, hendaknya mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik.”*
(QS. Al-Isra’ : 53)

Namun, ketika pola perilaku tertentu, seperti yang ditunjukkan oleh sebagian habaib dan pengikut mereka, bertolak belakang dengan nilai-nilai ini, hal ini menjadi ancaman bagi tatanan sosial dan moral masyarakat.

 

*2. Fenomena Habaib dan Pengaruhnya di Indonesia*

Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai tepo seliro, andap asor, dan sopan santun, menghadapi tantangan besar dengan hadirnya pola perilaku yang merusak ini. Sejak habaib mendapat panggung besar, banyak masyarakat melaporkan kemerosotan nilai-nilai kesantunan, terutama dalam cara bicara dan interaksi sosial. Bahkan sejumlah ulama telah memperingatkan akan bahaya perilaku ini.

*KH Hasyim Asy’ari* , pendiri Nahdlatul Ulama (NU), pernah menekankan pentingnya menjaga persatuan dan menjauhkan diri dari perilaku menghujat kepada orang lain, terutama terhadap kiai atau ulama yang dihormati:

“Jangan sampai ada di antara kita yang saling hujat. Sebab, itu adalah jalan perpecahan umat.”
(Maqalat Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, hal. 120)

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa caci maki bahkan ditujukan kepada para kiai yang seharusnya dihormati.

 

*3. Pengaruh Genetika dan Watak dalam Perspektif Ilmiah dan Agama*

Sebagian pihak menyebutkan bahwa karakter buruk ini mungkin dipengaruhi oleh warisan genetika tertentu. Dalam kajian genetika (Hasil Test YDNA Klan ba’alwi didapatkan happlogroupnya sama dengan genetetik yahudi azkenazi yang menjadi petinggi pejabat elit pemerintah Israel), haplogroup  juga dapat menjadi penanda sejarah, namun demikian haplogroup tidak boleh digunakan untuk generalisasi / acuan utama dalam mendukung pengaruh perilaku. Dalam Islam, manusia dinilai berdasarkan amal perbuatannya, bukan nasab atau genetika semata, sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”
(QS. Al-Hujurat : 13)

Namun, jika perilaku buruk ini telah menjadi pola dalam komunitas tertentu, para ulama dan cendekiawan memiliki tanggung jawab besar untuk jujur ​​dan mengedukasi masyarakat.

 

*4. Para Ulama ASWAJA dan Pentingnya Edukasi*

Para ulama Sunni ASWAJA, seperti Imam Al-Ghazali , menekankan pentingnya menjaga hati dan lisan. Dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin , beliau menyebutkan:

*”Lisan adalah cermin hati. Apa yang keluar dari lisan menunjukkan kondisi batin seseorang.”*

Oleh karena itu, fenomena caci maki dan perilaku kasar yang sering kali serius terlihat dari sebagian habaib dan pengikutnya harus menjadi perhatian.

KH Imaduddin Utsman al Bantani , dalam penelitiannya, juga menyoroti dampak buruk sosial yang timbul dari klaim eksklusivitas habaib tertentu yang jauh dari nilai-nilai akhlak Rasulullah SAW.

 

*5. Solusi: Vaksin Akhlak untuk Masyarakat*

Sebagai langkah preventif, masyarakat perlu diberikan edukasi tentang pentingnya nilai-nilai akhlak Islami dan bagaimana mengenali perilaku yang menyimpang dari tutunan Rasulullah SAW. Ulama dan tokoh masyarakat harus bersatu untuk menyebarkan nilai-nilai luhur Islam, sekaligus mengingatkan akan bahaya perilaku buruk yang dapat merusak moral generasi mendatang.

*”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam melakukan dosa dan pelanggaran.”*
(QS. Al-Ma’idah : 2)

 

 

*Akhir kata*

Fenomena perilaku buruk yang ditunjukkan oleh sebagian habaib klan Ba’alwi dan pengikut mereka, sebagaimana tergambar dalam interaksi sosial maupun rekam jejak mereka di masyarakat, menjadi persoalan yang memerlukan perhatian serius. Pola caci maki, perilaku kasar, serta pengabaian terhadap nilai-nilai sopan santun tidak hanya merusak citra Islam yang sejatinya rahmatan lil ‘alamin, tetapi juga berdampak negatif pada moral dan karakter masyarakat.

Indonesia, sebagai bangsa yang dikenal menjunjung tinggi nilai tepo seliro, andap asor, dan sopan santun, menghadapi tantangan besar akibat pengaruh buruk ini. Tradisi luhur masyarakat Nusantara, yang diwariskan oleh para leluhur, khususnya Walisongo, mengajarkan pentingnya menjaga akhlak mulia, menghormati yang lebih tua, dan menghargai yang lebih muda. Namun, budaya ini perlahan tergerus oleh pengaruh imigran terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni.

Penting untuk dicatat bahwa Islam menilai manusia bukan berdasarkan nasab atau status sosial, tetapi berdasarkan ketakwaan dan akhlak mulia. serupa firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

*“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”* (QS. Al-Hujurat : 13)

Oleh karena itu, perilaku buruk tidak dapat dibenarkan, meskipun berasal dari kelompok yang mengklaim memiliki nasab mulia. Sebaliknya, perilaku ini justru merusak kredibilitas klaim tersebut.

*Solusi utama bukanlah kebencian, melainkan edukasi dan pelatihan akhlak*. Para ulama, tokoh masyarakat, dan institusi pendidikan memiliki peran penting untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga akhlak Islami. Langkah ini termasuk memberikan pemahaman yang benar tentang Islam, mengajarkan adab dalam interaksi sosial, serta mendorong masyarakat untuk meneladani Rasulullah SAW sebagai contoh akhlak terbaik.

Di sisi lain, masyarakat juga harus diberi kesadaran untuk kritis terhadap fenomena ini. Mereka perlu diarahkan agar tidak terpengaruh oleh klaim-klaim nasab yang tidak berdasar tanpa diiringi perilaku yang mencerminkan keteladanan Rasulullah SAW. Ini menjadi langkah penting untuk menjaga moralitas bangsa dan mengembalikan nilai-nilai luhur yang selama ini menjadi ciri khas masyarakat Nusantara.

Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara ulama, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan untuk bersama-sama memulihkan moral bangsa, sebagaimana ajaran Islam yang murni. Dengan cara ini, masyarakat Indonesia dapat kembali menjadi teladan dalam menanamkan nilai-nilai akhlak mulia, sekaligus melindungi generasi mendatang dari pengaruh buruk yang merusak.

 




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *