Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya tidurnya orang alim lebih baik dari ibadah nya orang yang bodoh.”
Untuk tujuan berkehidupan yang hedonis serta layak harus memiliki dan menempati posisi tertinggi di masyarakat, cara culas dengan tipuan mengklaim dirinya sebagai dzuriyah Nabi SAW sebagai pilihan paling mudah. Hidup mereka hanya bisa dari memeras pengikutnya yang kita kenal sebagai mukibin dengan sejuta manipulasi dalil agama.
Maka, Klan Ba’alwi berakidah kastanisasi rasis penyembah berhala nasab dalam doktrin-doktrin khurafatnya memframing wali qutub untuk menundukan akal para mukibinnya agar tidak lagi berfikir secara waras dan sehat. Merekapun memproduksi secara besar-besaran sejumlah wali qutub dari kalangannya sendiri yang dipaksakan.
ODGJ dari Klan nya pun langsung di cap sebagai salah satu waliyullah dengan hembusan sejumlah karomahnya yang memukau. Yang sudah di kenal secara luas secara automatis influencernya menarasikan ia sebagai wali akbar. Ini adalah sebuah kebohongan yang ter-struktur. Tujuannya adalah agar bisa hidup enak..!!
Tak usah jauh-jauh kita berfikir terlalu berat untuk menilai mereka sebagai waliyullah atau bukan, lihatlah tingkah dan lakunya ia dalam menghormati arah kiblat..?? Jika ia menghinakan arah kiblat, semisal meludah, mencaci maki dengan menghadap kiblat bisa dipastikan hanyalah manusia biasa, apa lagi berbuat maksiat. Kita belum membicarakan ketatnya syari’at yang lain.
Abu Yazid Al-Busthami berkata : “Kalau engkau melihat seseorang sanggup melakukan pekerjaan keramat, seperti duduk bersila di udara, maka janganlah engkau terperdaya olehnya. Perhatikanlah apakah ia melaksanakan perintah Tuhan, mejauhi larangan (Tuhan), dan menjaga dirinya dalam batas-batas syariat.”
Selain itu, Abu Yazid juga pernah mengajak keponakannya, Isa bin Adam, untuk memperhatikan seseorang yang dikenal oleh masyarakat sebagai zahid (orang yang menolak dunia, berpikir tentang kematian, yang memandang bahwa apa yang dimilikinya tidaklah punya nilai dibandingkan dengan apa yang dimiliki oleh Allah swt).
Waktu itu orang tersebut sedang berada di dalam masjid dan terlihat batuk lalu meludah ke depan, ke arah kiblat di dalam masjid). Karena menyaksikan kejadian tersebut, yang mana hal ini tidak sesuai dengan adab (akhlak) yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, Abu Yazid pergi dan berkomentar, “Orang itu tidak menjaga satu adab dari adab-adab yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Bila ia begitu, ia tidak dapat dipercaya atas apa-apa yang didakwakannya (omongannya tidak dapat dipercaya).”
Bahwa, Muhammad bin Idris As-Syafi’i atau Imam As-Syafi’i, peletak dasar Mazhab Fiqih Syafi’i berkata: “Kalau ahli agama yang saleh itu bukan wali Allah, niscaya Allah tidak memiliki wali.’”
Imam As-Syafi’i menempatkan ulama atau ahli kajian agama pada kedudukan terhormat dalam Islam. Ia memasukkan ulama sebagai salah satu kelompok waliyullah, sebuah kedudukan terhormat di bawah kenabian.
Pandangan Imam As-Syafi’i tidak lepas dari penghormatannya secara pribadi terhadap ilmu pengetahuan. Ucapannya cukup terkenal, “Siapa yang menginginkan dunia, raihlah dengan ilmu. Siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, juga capailah dengan ilmu.”
Menurut Imam As-Syafi’i, aktivitas belajar lebih utama daripada aktivitas ibadah sunnah. Bahkan, aktivitas belajar atau menuntut ilmu adalah ibadah yang paling utama setelah ibadah wajib, antara lain shalat lima waktu.
Imam As-Syafi’i mengatakan, “Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak mencintai (menghargai) ilmu. Jangan sampai kau mengenal apalagi bersahabat dengan orang seperti itu.”
Rasulullah SAW bersabda :“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.”
Dan waliyullah yang sebenarnya adalah para Kiai kita yang secara ikhlas tanpa pamrih mengajarkan dasar-dasar agama Islam. Dari luasnya ilmu dan kemuliaan akhlaqnya kita bisa bandingkan dengan mereka yang selalu menjual nasab, siapa yang patut kita ikuti.
Waallahu Alam