Ketika sampai akhirnya Belanda tidak mampu mengatasi perlawanan itu, terutama pasca penangkapan Pangeran Diponegoro, kolonial Belanda membuat strategi baru yaitu melalui perang ideologi dengan cara memanipulasi sejarah.
Maka, sejak saat itu Belanda membuat naskah-naskah kuno manipulatif dengan tujuan untuk mengkerdilkan kalangan pesantren. Misalnya ada pegawai jabatannya jaksa namanya Mas Ngabehi Purwowijoyo. Dia diberi tugas membikin Babad Kediri.
Dalam Babad Kediri, Sunan Bonang, Sunan Giri itu dijelek-jelekkan. Dakwah Islam itu jelek karena merusak tatanan masyarakat dan seterusnya. Bahwa naskah kolonial itu yang menciptakan pegawainya Belanda.
Dari Babad Kediri ini, lahirlah naskah-naskah baru buatan Belanda yang cenderung mendiskreditkan Wali Songo, diantaranya adalah Serat Darmogandul, Serat Syekh Siti Jenar, Kronik Klenteng Sam Po Kong.
Dalam naskah yang disebut terakhir itu diceritakan Wali Songo adalah utusan Kaisar China untuk meruntuhkan Majapahit. Pada intinya menyebutkan Wali Songo itu pengkhianat.
Tujuan dibuat naskah-naskah itu adalah untuk memecah belah kalangan pesantren. “Semua buatan Belanda ini, tidak ada dalam kenyataan. Saya pernah ngejar ini (Kronik Klenteng Sam Po Kong) sampai ke Leiden, Denhaag karena menurut kabar ada di sana, ternyata nggak ada di sana” cerita Kiai Agus Sunyoto.
Untuk menelusuri naskah kronik ini, ia menanyakan ke beberapa Sejarawan, termasuk sejarawan Belanda yaitu De Graaf. Ketika ditanya tentang naskah kronik, De Graaf hanya tertawa saja karena memang naskah itu adalah fiktif dan tidak ada.
Diceritakan pula bahwa seorang Residen yang bernama Portman merampas naskah itu dan menurut De Graaf, tidak ada Residen yang bernama Portman. “Saya jadikan kunci itu, saya datang ke Arsip Nasional, saya cari namanya Almanak Van Netherlandsch Indie, 1810 sampai 1942 tiap tahun mengeluarkan almanak yang menceritakan Residen-residen di berbagai daerah,” lanjutnya.
Setelah ia meneliti bupati, wedono, pejabat pemerintah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, ternyata memang tidak ada residen yang bernama Portman.
“Itu bohong, naskahnya nggak ada. Portman juga tidak pernah ada. Tujuannya untuk menghancurkan Islam, menjelek-jelekan Wali Songo,” tukasnya.
Selain itu, pada tahun 1860 Belanda secara khusus mengeluarkan naskah Kidung Sunda. Setelah diteliti, ternyata yang membuat orang Bali. Isinya menceritakan tentang Peristiwa Bubat, yaitu Gajah Mada membunuh Raja Sunda sekeluarga dan pasukannya.
Itu cerita fiktif, rekayasa Belanda. Belanda yang buat pasti tujuannya devide et impera, memecah belah. Jadi kita harus hati-hati dengan sejumlah naskah kolonial, uji dulu, kita harus mengkompilasi dengan data lain, begitu juga kita harus berfikir kritis kenapa Klan Ba’alwi yang berlebel dzuriyah Nabi di datangkan secara masal oleh Belanda ke Nusantara pasca terjadinya gegeran perang Diponegoro..??
Waallahu Alam