Himbauan Kepada Para Pemalsu Nasab Nabi di Nusantara

Jangan menasehati orang bodoh, karena dia akan membencimu. Berikanlah nasehat kepada orang yang berakal, karena dia akan mencintaimu.
Sayyidina Ali bin Abi Tholib

Kenyataannya, begitu banyak manusia yang dinasehati, bukannya dia sadar, tetapi malah menyebar fitnah dan provokasi agar orang yang lebih bodoh tersulut membela dirinya.

Sebelum menuju kepada inti persoalan, ijinkan kami kembali ke masa silam dulu. Sebagai kaca benggala, cermin kehidupan. Perang Baratayudha yang terjadi sekitar 2.000 tahun sebelum Masehi, di anak benua Hindustan, merupakan pertarungan Zero Sum Game (perang saling meniadakan). Konflik keluarga, masalah tahta, merembet menjadi perang aliansi antar kerajaan. Yang meluluhlantakkan suatu tatanan lama, menuju tatanan baru.

Kadang perdamaian dan keadilan, memang harus dimulai dengan ontran-ontran, atau kekisruhan terlebih dahulu. Namun sejatinya, andai angkara murka tidak dikedepankan. Rasa persaudaraan, saling intropeksi dan dialogis yang logis dijadikan panglima. Maka tidak perlu ada keributan, apalagi perang. Namun sayangnya, seringkali rasa EGO & merasa paling benar, membuat situasi menjadi diluar kendali. Bila gagal dalam berunding, maka yang terjadi pasti perang tanding, begitulah adagium yang selalu berlaku dalam kesejarahan manusia.

Dan, dalam setiap peristiwa pasti ada tokoh protagonis dan antagonis, baik yang menjadi sutradara, aktor ataupun hanya figuran.
Perang Bharatayuda adalah bagian klimaks dari rangkaian Mahabharata. Kisah epik yang menjadi kisah besar yang telah ditetapkan PBB menjadi warisan budaya dunia tersebut.

Di pihak protagonis, ada Pandawa, 5 bersaudara sebagai aktor utamanya. Dan Krisna sebagai sutradara, perancang strateginya. Serta 7 aksauhini (divisi), atau sekitar 1.530.900 pasukan.

Sementara di pihak antagonis, ada Kurawa, 100 bersaudara, dengan Sengkuni sebagai pengatur strateginya. Dan 11 aksauhini atau sekitar 2.405.700 pasukan.

Perang itu mengakibatkan bencana kehancuran, kelaparan tangisan pilu jutaan warga Hindustan (sekarang meliputi India, Pakistan, Bangladesh, Afghanistan atau negara2 Asia Selatan). Dalam perang, mereka yang tidak tahu-menahu, malah selalu ikut menjadi korban.

Sebenarnya perang dahsyat itu bisa dihindarkan, manakala kecurangan demi kecurangan, kelicikan demi kelicikan yang diskenario sengkuni bisa diakhiri sejak dini.
Dalam kisah ‘Krisna Duta’, bisa dilihat betapa nriman dan mengalahnya Pandawa. Namun karena duta perundingan perdamaian malah mau dihabisi, akhirnya perang adalah keniscayaan.

Patih Sengkuni atau sekaligus Raja Gandara, paman dari para Kurawa, adalah biang keladi semua persoalan, dia digambarkan sebagai titisan Iblis itu sendiri. Kejahatannya sudah diluar batas. Gandara sendiri adalah kerajaan kuno yang terletak di Afghanistan dan sebagian Pakistan.
https://hystoryana.blogspot.com/2018/09/sengkuni-dari-gandhara-afganistan.html?m=1.

Dia tidak sakti-sakti amat, bahkan bisa dikatakan lemah fisiknya. Namun dalam batok kepalanya tersimpan kecerdasan luar biasa, yang sayangnya digunakan untuk kejahatan. Semua skenario kejahatan kisah Mahabarata, mutlak mayoritas berasal dari sosok ini.

Dia adalah King Maker kejahatan, yang legendaris dari masa ke masa. Hampir tidak ada tokoh dalam sejarah dunia yang kejahatan dan kelicikannya selevel dengan dirinya. Dan sayangnya semakin bertambah majunya jaman, Sengkuni selalu hadir dalam bentuk, rupa dan modus yang berbeda. Di setiap tempat, ras maupun agama.

Namun sayang sekali lawannya adalah Krisna, seorang titisan dewa. Bahkan Dewa Wisnu, salah seorang Dewa Tertinggi dalam konsep Trimurti. Dan memang untuk melawan manusia super jahat, lawannya harus sepadan. Kelas Dewa. Sang Krisna, walau tanpa bertanding, hanya menjadi kusir kereta perang saja. Bahkan pasukan dari kerajaannya sendiri, pasukan terhebat di tanah Aryan atau anak benua India. Harus berdiri di pihak Kurawa karena kelicikan dari Sengkuni.

Begitu banyak kalimat ‘bahkan’, untuk menggambarkan ketimpangan kekuatan Pandawa vs Kurawa. Namun pada akhirnya kebenaran pastilah menang. Akal sehat dan kebenaran, kesucian niat dan jiwa, pasti akan dibela oleh Sang Maha Kuasa. Betapapun kuatnya lawan dan sehebat apapun kelicikannya.

Kurawa dengan seluruh sekutu serta bala tentaranya musnah. Sengkuni tewas dengan malu, hina dan tragis.

Kesimpulan dari kisah diatas adalah, perang bisa dihindarkan, manakala akal sehat dikedepankan. Serta semua pihak sepakat berpijak kepada kebenaran dan menjunjung tinggi semangat persaudaraan. Melebihi ego dan nafsu angkara murka.

Namun bila sebaliknya, maka bersiaplah menanggung dosa teramat besar. Dimana keputusan yang salah akan mengakibatkan penyesalan mendalam, juga kehancuran yang skalanya tidak bisa kita bayangkan.
Semoga tidak ada Bharatayudha disini, dan tentu saja tiada Sengkuni itu sendiri.

Sengkuni, adalah gambaran orang bodoh, walau dia cerdas namun licik dan jahat. Yang ketika dinasehati dengan kebenaran, dia malah membenci sang pemberi nasehat, tepat seperti gambaran Imam Ali bin Abi Tholib diatas.

Sebagai pemerhati budaya, kita harus jeli dan pandai merangkai kisah & hikmah. Kata Goethe, filsuf Jerman : Hanya manusia yang tidak menggunakan akalnya, yang tidak bisa mengambil pelajaran dari sejarah kemanusiaan!

Kedudukan Nasab Nabi
Tidak perlu dijelaskan lagi, betapa mulianya dan beruntungnya manusia yang dilahirkan ke dunia dengan memiliki pertalian nasab kepada manusia termulia. Dialah al-Insanul Kamil, penutup segala Nabi Rosul, Sang Kekasih Tuhan, pemberi syafa’at utama di sisi Allah baik di dunia maupun di akhirat kelak. Bahkan disebutkan andai Allah SWT, tidak menciptakan Nur Muhammad, maka Allah tidak akan menciptakan alam semesta yang kita tempati ini.

Tentu saja, di kesempatan ini kita tidak akan mengurai lebih jauh. Apa hakekatnya Nur Muhammad itu, hadir dimana saja di setiap jaman, ataupun juga ulasan kosmik alam semesta.

Mereka yang dilahirkan dari keturunan Fatimah dan Ali, baik jalur laki-laki atau perempuan adalah mulia. Dan disepakati seluruh ulama, merekalah yang dimaksud sebagai keturunan Nabi itu sendiri. Secara silsilah Sayyidina Ali, garis lurus laki-laki leluhurnya sama dengan Nabi Muhammad, sepupu dan sesama cucu Abdul Muthalib, sesama Qurays dan sesama keturunan Ismail bin Ibrahim AS.

Agama sekali lagi menunjukkan kebenarannya, mengapa Fatimah dinikahkan dengan Ali. Adalah karena garis lurus laki keturunan Ali akan sama dengan garis lurus keturunan Muhammad. Siapa yang garis lurus laki-laki, maka kromosom Y-DNA akan lebih mudah ditelusuri kebenaran mutasi keturunannya. Mengingat khasnya kromosom Y dari laki-laki, daripada dua kromosom X yang terdapat pada perempuan.

Sebagai kajian IPTEK, untuk menelusuri leluhur yang jauh diatas kita masanya. Lebih mudah melalui keturunan laki-laki. Apabila ada keturunan dari pihak perempuan, maka dibutuhkan kesaksian, dari keluarga yang garis laki. Tujuannya bukan untuk diskriminasi tetapi untuk saling bersilaturahmi. Nasab dari perempuan tetap mulia, seperti mulianya kedudukan ibu dalam Islam. Bukankah kedudukan ibu bagi anaknya, 3x lebih mulia dari bapak bukan?Setidaknya itulah kajian IPTEK di era sekarang ketika tulisan ini dibuat. Dan diyakini akan jauh lebih maju lagi pemetaan genetika di masa mendatang.

Saking mulianya, bahkan ditunjang dengan dogma agama. Tentu saja banyak manusia palsu yang demi privilege, keistimewaan dan kemuliaan yang melekat, berlomba mengaku menjadi keturunan Nabi SAW. Di era Ottoman saja, sekitar abad 15-16, telah ditemukan kasus 300.000 pemalsuan nasab nabi. Apalagi sekarang. Karena itulah, sebagai manusia yang waskita, tentu saja Nabi sudah memprediksi hal ini.

Dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).

Dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ بنيَ لَهُ بَيْتٌ فِي جَهَنَّمَ

Barangsiapa berdusta atas namaku, maka akan dibangunkan baginya rumah di (neraka) Jahannam.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir).

Menjadi anak-anak biologis itu mulia, tapi pastilah lebih mulia menjadi anak-anak ideologis. Karena emas yang digunakan untuk berbuat kejahatan, lebih mulia besi yang digunakan untuk mencangkul sawah dan ladang. Namun akan lebih mulia lagi bila anak biologis juga mampu menjadi anak ideologisnya. Sebagaimana Rosulullah juga bersabda, “Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688).

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu”. (QS. Al-Hujurat: 13).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

Barangsiapa yang lambat amalnya maka tingginya garis keturunan tidak bisa mempercepat amalnya” [HR. Muslim nomor 2699].

Dalam kasus Nabi Nuh, ada anaknya yang bernama Kan’an, karena ingkar dari perintah Tuhan, maka terputuslah dia dari kekeluargaan dengan Nabi Nuh (QS. Hud : 46).

Sementara karena ketaatan & kesalehannya, Salman al Farisi, seorang sahabat berbangsa Persia, penasehat pembuatan parit dalam perang Khandaq, justru diakui sebagai ahlil bait Nabi SAW.

سَلْمَانُ مِنَّا أَهْلَ الْبَيْتِ

Artinya: “Salman adalah bagian dari kita, sebagai ahlul bait.” (Al-Mu’jam Al-Kabir Lit Thabrani: 6040).

Sebagaimana kita ketahui, Salman bukanlah darah daging Rasulullah. Ia juga bukan keturunan suku Quraisy. Ia orang Persia. Walaupun demikian, ia diakui Nabi sebagai ahlul baitnya (keluarga Nabi). Karena apa? Sebab ia beriman lagi patuh. Kuncinya adalah mengikuti perintah dan menjauhi larangan Rasulullah SAW.

Haramnya Mengaku Sebagai Zuriah Nabi
Semulia-mulia nasab adalah nasab Nabi Muhammad. Dan semulia-mulia penisbatan adalah kepada beliau dan kepada Ahli Bait, jika penisbatan itu benar. Dan telah banyak di kalangan Arab maupun non Arab melakukan penisbatan kepada nasab ini. Maka barang siapa yang termasuk Ahlul Bait dan dia adalah orang yang beriman, maka Allah telah menggabungkan antara kemuliaan iman dan nasab.

Barang siapa mengaku-ngaku termasuk dari nasab yang mulia ini, sedangkan ia bukan darinya, maka dia telah berbuat suatu yang diharamkan, dan dia telah mengaku-ngaku memiliki sesuatu yang bukan miliknya.
Nabi bersabda:

“Orang yang mengaku-ngaku dengan sesuatu yang tidak dia miliki, maka dia seperti pemakai dua pakaian kebohongan.” (HR. Muslim dalam Shahihnya, no. 2129 dari Hadis Aisyah radliyallahu’anha)

Disebutkan dalam hadis-hadis shahih tentang keharaman seseorang menisbatkan dirinya kepada selain nasabnya. Di antaranya adalah hadits Abu Dzar radliyallahu’anhu, bahwasanya ia mendengar Nabi bersabda:

“Tidaklah seseorang menisbatkan kepada selain ayahnya, sedang dia mengetahui, melainkan dia telah kufur kepada Allah. Dan barang siapa yang mengaku-ngaku sebagai suatu kaum dan dia tidak ada hubungan nasab dengan mereka, maka hendaklah dia menyiapkan tempat duduknya di Neraka”
(HR. al-Bukhori, No. 3508 dan Muslim, No. 112)

Maka berhati-hatilah mereka yang memakan harta kaum Muslimin dengan cara batil dengan mengaku-ngaku sebagai keturunan Rasul. Bukankah banyak mereka yang mengaku bernasab Rosul, lalu dia keluyuran menjadi preman tukang palak kepada kaum muslimin yang termakan dengan dogma secara sempit tersebut? Amal mereka, si korban, tidak hilang karena sebab kecintaannya kepada Nabi, tapi bagi si penipu sungguh Neraka Jahannam yang pedih sedang menunggumu. Tapi sampai kapan penipuan ini akan berlanjut, andai harta yang dihasilkan dari penipuan itu akumulasinya untuk anak yatim atau fakir miskin yang lebih membutuhkan, maka akan jauh lebih bermanfaat dan mulia di sisi Allah SWT.

Sementara itu dalam sebuah riwayat dijelaskan orang yang mengaku-ngaku nasab dan yang mengingkari nasab itu bisa membuat dirinya menjadi kafir dihadapan Allah.

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنِ ادَّعَى نَسَبًالَا يَعْرِفُ كَفَرَبِاللَّهِ وَمَنِ اتْتَفَى مِنْ نَسَبٍ وَاِنْ دَقَّ كَفَرَبِاللَّهِ.

Rasulullah Muhammad bersabda: “Barangsiapa mengaku-ngaku nasab (keturunan) yang dia sendiri tidak mengetahuinya, maka jadi kafirlah ia kepada Allah. Dan barangsiapa mengingkari nasab walaupun samar nasab itu, maka kafirlah ia kepada Allah.” (HR. Thabarani).
Kesimpulannya : Kalo masih samar, jangan mengaku-ngaku, apalagi kalo sudah dinasehati dan ditunjukkan bukti-bukti kuat secara ilmiah.

Namun jangan juga mengingkari nasab walau samar, dan kewajiban kita menjadikan yang samar menjadi terang benderang, tentu saja dengan cara yang ilmiah pula.

Dengan demikian dapat kita ambil kesimpulan:

Pertama. Nasab Nabi merupakan nasab mulia apabila dibarengi dengan mengikuti aturan-aturan Nabi.
Kedua. setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk bisa dianggap menjadi ahlil bait Nabi dengan cara mengikuti jejak perilaku beliau.
Ketiga. dzurriyah Nabi secara garis nasab bisa tidak dianggap sebagai dzurriyyah apabila tidak mengikuti jejak perilaku Rasulullah SAW.
Keempat. dzurriyah yang sekaligus pengikut ajaran Rasulullah tentu kedudukannya sangat tinggi dan terhormat. https://islam.nu.or.id/syariah/ibnu-athaillah-soal-keturunan-nabi-yang-terputus-kekeluargaan-dari-rasulullah-FkPQ6
Kelima. Sungguh sangat hina, bahkan dalam qoul ulama, disebutkan mal’unun mal’un, terkutuknya terkutuk, bila mengaku-ngaku nasab nabi, namun palsu. Apalagi kalo perbuatannya jauh dari tauladan nabi. Lebih parah lagi, bila sudah dinasehati dan diberi peringatan dengan data yang ilmiah dan valid malah ingkar dan cenderung berbalik menyebar fitnah serta provokasi kepada ummat agar membela klaim sesatnya.

Sengkuni Berjubah Ulama
Pesan kepada sengkuni berjubah ulama. Harusnya jadilah orang yang luhur dan kesatria, lakukan silaturahmi dan tabayun. Tunukan bukti serta kesaksian yang benar, bila memang sungguh keturunan Nabi. Jangan menjadi manusia hina yang lari dari kebenaran (Kabur dari sifat ilmiah, logis dan akal waras. Agama dan peradaban dibangun dari akal sehat, bukan dari klaim sesat.

Himbauan dan Saran Untuk Pemalsu Nasab
Ummat Islam di Indonesia adalah yang terbesar di dunia, janganlah diracuni dan dikotori dengan klaim sesat keturunan Nasab Nabi. Dimana simbol kenabian adalah dianggap simbol suci setiap agama. Bagi seluruh Lembaga Pencatat Nasab Nabi di Indonesia. Antara lain MDRA (Maktab Daimi Rabithah Alawiyah) dari para imigran keturunan Yaman terutama marga Ba’alawi. Atau dari NAAT (Naqobah Ansab Auliya’ Tis’ah) yaitu lembaga pencatat nasab Walisongo. Atau Lembaga Pencatat Nasab Kesultanan Nusantara yang memiliki pertalian nasab dengan Rasulullah.

Ataupun Naqobah tiap Bani yang memiliki jaringan internasional seperti keluarga Al Kailani Al Jilani, atau Basyaiban Al Idrisi Al Hasani, dan lain-lain. Perlu duduk bersama mengakhiri segala polemik, segala perang opini di media sosial. Termasuk juga mengakhiri persekusi nasab dari salah satu pihak, seolah-olah paling berhak merasa sebagai keturunan Nabi yang asli. Negara harus hadir, atau akan terjadi pertikaian yang tiada akhir melibatkan masing-masing pengikutnya yang kadung fanatik buta.

Semua pihak harus dihadirkan, agar bisa kembali lurus dengan kaidah ilmiah dan akal sehat yang mencerahkan. Apabila banyak aspek dalam agama yang mana negara juga mengaturnya, dari membangun tempat ibadah sampai haji. Mengapa tidak, untuk sertifikasi keabsahan nasab nabi diatur dan diluruskan pula. Perlunya kajian ilmiah, dimana menghadirkan kampus dan lembaga pendidikan lainnya, yang independen dan berbasis ilmu pengetahuan. Agar menjadi konsumsi ilmiah, dan bukan klaim sesat sepihak.

Perlunya payung hukum yang jelas, bahwa penipuan nasab nabi adalah bagian dari penipuan berkedok agama, karena Nabi adalah simbol dari setiap agama yang disucikan. Dengan sebab klaim sesat ini, bisa menjadi ladang basah penipuan dan penyesatan ummat untuk kepentingan sesaat maupun skenario jahat. Yang pada akhirnya bisa membahayakan keutuhan NKRI sendiri bila tidak ditertibkan sejak dini.

Adapun rule of game, atau kaidah yang bisa ditawarkan:

Setiap lembaga nasab nabi, wajib menyampaikan teknik dan metode bagaimana dia melakukan penetapan nasab kepada Nabi.
Karena Nabi adalah manusia yang dilahirkan di Arab, wafat di Arab, serta keturunannya menyebar di Timur-Tengah. Maka tidak bisa, bahkan tidak logis, bila pengakuan nasab kepada nabi dilakukan secara klaim sepihak & lokal. Harus jelas, seseorang dari keturunan siapa, leluhurnya dari negara mana, dan harus dapat pengakuan dari keluarga besarnya di negara asal.

Karena lembaga pencatat nasab keluarga Nabi di seluruh dunia memiliki persatuan. Dimana setiap negara dan percabangan nasabnya saling berhubungan, saling terkait, dan saling memverifikasi dengan baik. Maka perlunya lembaga pencatat nabi di Indonesia harus mendapat stempel keabsahan dan pengakuan yang jelas. Dari sini segala bentuk pemalsuan bisa dicegah dan ditumpas habis ke akar-akarnya.

Apabila lembaga pencatat nasab nabi, tidak mau mengikuti kaidah yang logis diatas, maka berarti jelas-jelas telah makar kepada agama Islam dan mencoba melakukan penodaan Islam di Nusantara. Ini berarti negara harus tegas untuk memberi punishment, bahkan wajib membubarkan lembaga abal-abal dan modal ngeyel tersebut.

Negara dengan segala perangkat terkait, harus aktif dan diberdayakan. Miisal Kementrian Agama dan Kementrian Luar Negeri harus bersinergi mampu menghadirkan Naqib atau Ketua Naqobah pencatat nasab nabi. Terutama dari negara leluhur masing-maisng marga di Indonesia. Misal Naqobah Yaman dan Iraq, untuk Ba’alawi yang mengaku leluhurnya dari negara tersebut. Atau Naqobah Kerajaan Maroko, Yordan, atau Uzbekistan, karena banyak leluhur awal penyebar Islam di Indonesia disinyalir dari sana.

Demikian segala ulasan baik dari sudut budaya dan agama. Ataupun himbauan, masukan dan saran telah kami berikan. Harapan dari itu semua, jangan sampai dibiarkan merajalela Sengkuni-Sengkuni berjubah agama yang akan mengobarkan Bharatayuda, atas nama klaim sesat nasab nabi.

Kamu bisa menipu semua orang untuk beberapa saat saja, dan beberapa orang untuk selamanya. Tetapi kamu tidak akan pernah bisa menipu semua orang untuk selamanya.”
Abraham Lincoln

Wassalamu’alaikum wr.wb, salam sejahtera untuk semuanya, Rahayu

Penulis: KRT. Faqih Wirahadiningrat .
Pemerhati agama, budaya dan genetika




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *