Inilah Hujjah Para Pembela Nasab Ba’alwi
Prinsip fikih para pendukung nasab Ba’alwi dalam mengitsbat nasab Ba’alwi adalah “syuhroh wal istifadoh” (diketahui banyak orang bahwa ia sayid). Tentunya ini, sudah sangat ketinggalan zaman dalam dinamika diskursus nasab Ba’alwi di abad dua satu. Jawaban itu pula menunjukan kapasitas fikih yang dimilikin para pembela nasab Ba’alwi di Indonesia maupun yang dari luar negri sampai tulisan ini di posting.
Bahwa, para ulama madzhab Sya’fi’i memang mengakomodir “syuhroh” sebagai salah satu instrument kesaksian atau pengitsbatan nasab, tetapi ia disyaratkan tidak adanya dalil yang menganulir ke-syuhroh-an itu. jika ada dalil yang menganulir, maka ke-syuhroh-an itu batal.
Jika seseorang di hari ini “syuhroh” sebagai Sayyid karena ia putra dari ayah yang sayyid, maka kesayyidannya gugur ketika ia terbukti bukan anak dari ayah yang sayyid itu. Begitu pula Ubed: ketika telah “syuhroh” bahwa ia adalah anak Ahmad, maka “syuhroh” itu gugur ketika ada bukti bahwa ia bukan anak Ahmad. Dan bukti-bukti itu banyak. ia menyatakan bahwa Ubed bukan anak Ahmad.
Ibnu Hajar al Asqolani dalam kitab Al Jawab al Jalil mengatakan:
ان النسب مما يثبت بالاستفاضة الا ان يثبت ما يخالفه
“Sesungguhnya nasab sebagian masalah yang bisa ditetapkan dengan istifadoh (syuhroh), kecuali ada dalil yang menentangnya” (Al Jawab al Jalil: 47).
Bahwa kitab sezaman adalah mutlak untuk meneliti kesahihan sebuah masab. Sayyid Husain bin Haidar al-Hasyimi dalam kitabnya “Rasa’il fi Ilm al-Ansab” halaman 183-184 mengatakan tentang cara mendeteksi kesahihan nasab dengan kitab sezaman:
فإن الله يهيئ للقرون الابدال في الدين، والابدال في كل العلوم والحقائق التى في فلك الدين، فطريقة الحبر البدل في تحقيق الانساب وكشف زورها ان يقوم بتحرير السلسلة ودراستها دراسة كاملة متكاملة من جميع النواحي على النحو التالي:
ان يدرس السلسلة المعروضة عليه دراسة نسبية محضة، فهو يلاحظ بحواسه كلها، ويصنف وينظم البيانات والمعلومات ويلخص الافكار، ويطبق خبراته. وهذه الدراسة على اي حال – في النسبة الصادقة او في الدعوى – تكون عبر مراحل يتبعها النسابة المحقق ، وهي:
أ- تحرير النسب بمعني ان يبسط النسب تارة ويشجره أخرى الخ
ب- يعد النسابة طبقات السلسلة ويقدر تواريخ الولادة والوفاة اذا جهلت لغير العلويين، ويوزع الطبقات على الفترة الزمنية التي شغلتها السلسلة ، ويوثق هذه الطبقات من المصادر المعتبرة ما امكن الى آخر طبقة يمكن توثيقها وتخريجها من تلك المصادر.
ت- متى صحت النسبة للفرد او للجماعة فان النسابة يقوم بتقويم السلسلة وتصويب الخلل الطارئ عليها – ما لو وجد- ما دامت صحيحة غير مكذوبة، واما الكذب فلا يتأتى معه اصلاح الخلل وضبطه ومراجعته على المصادر المتخصصة ومقابلته عليها.
“Maka sesungguhnya Allah menyiapkan bagi setiap masa para ‘abdal’ dalam agama. Para abdal itu (ada) dalam setiap ilmu dan hakikat yang ada dalam orbit agama, maka cara ‘al-habr’ (orang alim) yang ‘al-badal’ (ulama utama dalam setiap masa) dalam memverifikasi silsilah dan mengungkap kepalsuannya adalah dengan meneliti silsilah dan mengkajinya dengan kajian yang sempurna dan terintegrasi dari segala aspek sebagai berikut:
Ia mempelajari silsilah yang disajikan kepadanya dengan kajian nasab yang murni, mengamati dengan seluruh indranya, mengklasifikasikan dan menyusun data-data dan informasi-informasi, merangkum pemikiran-pemikiran, dan menerapkan pengalamannya. Kajian ini, bagaimanapun juga – baik dalam silsilah yang benar maupun (silsilah yang hanya) pengakuan – berlangsung melalui tahapan-tahapan yang (biasa) dijalankan oleh seorang ahli nasab yang muhaqiq (mentepakan berdasar dalil), yaitu:
a) Penelitian nasab, yaitu ia menulis nasab secara mubassat (ditulis dari ayah ke anak) dalam satu waktu, dan membuat musyajjar (susunan pohon nasab dari anak ke ayah) dalam waktu lainnya. Dst.
b) Ahli nasab (peneliti) menghitung (ada berapa) tobaqot (lapisan) silsilah itu. Lalu memperkirakan tanggal lahir dan kematian (nya masing-masing), jika tidak diketahui, (ini) bagi (silsilah) orang non-Alawi (jika ia alawi biasanya tanggal lahir dan wafat tercatat rapih), lalu membagi tobaqot-tobaqot tersebut dengan periode waktu (tahun hidup) yang ditempati silsilah tersebut, dan menguji keabsahan setiap tobaqot (silsilah) tersebut dengan sumber-sumber (kitab atau yang lainnya) yang dapat dipercaya semaksimal mungkin hingga tobaqot terakhir yang dapat diuji kesahihannya dan di takhrij dari sumber-sumber tersebut.
c) Ketika nasab itu sahih untuk seseorang atau suatu kelompok, maka ahli nasab akan memperbaiki cacat yang terjadi di dalam silsilah itu, jika ada, dan jika nasab itu nasab yang benar bukan nasab yang dusta. Jika nasab itu dusta, maka tidak akan bisa diperbaiki, didobiti (diluruskan), (tidak akan pula dapat) di cari referensinya dari sumber-sumber khusus itu (serta tidak dapat) di muqobalah (dihadapkan) dengan sumber-sumber itu.”
Dari kutipan di atas, jelaslah bagaimana narasi yang dibangun oleh para pembela nasab Ba’alwi, bahwa tidak ada ahli nasab yang mensaratkan adanya kitab sezaman itu tidak benar. Persaratan sumber sezaman bagi nasab dan sejarah adalah mutlak bagi siapa saja orang yang ingin meneliti kesahihan klaim nasab dan sejarah.
Inilah contoh beberapa hujjah pembela nasab Ba’alwi secara ilmu nasab yang sudah usang dan ketinggalan zaman :
1. Sejak 1.000-an tahun, nasab Ba’alwi ini terkenal di kalangan umat Islam sebagai nasab mulia yang jalurnya bersambung hingga Rasulullah SAW. Semua ulama fikih sepakat bahwa ketetapan jalur nasab itu bisa diterima atas dasar syuhrah dan istifadhah: terkenal dan populer di masyarakat.
2. Sejak 10 abad yang lalu, ulama-ulama besar, para wali Allah dan orang-orang shalih mengakui kemuliaan nasab Ba’alawi. Tidak ada penolakan dari mayoritas mereka. Bahkan di Indonesia, hampir bisa dipastikan semua ulama-ulama besarnya mengakui intisabnya Ba Alawi sampai ke Kanjeng Nabi SAW.
3. Mulai Syaichona Cholil Bangkalan, KH Hasyim Asy’ari, KH Nawawie bin Noerhasan Sidogiri, KH Hasan Sepuh Genggong, KH As’ad Syamsul Arifin, KH Abdul Hamid Pasuruan, dan ulama-ulama lainnya yang juga terkenal dengan Waliyullah. Tidak ada satupun yang meragukan status nasab mulia Habib Abu Bakar Assegaf Gresik, Habib Sholeh Tanggul dan Habaib lainnya.
4. Bahwa di Sidogiri, terlihat sikap hormat dan perlakuan khusus para masyayikh terhadap para Habaib, bahkan terhadap sayid-sayid kecil yang terkenal dengan panggilan oyek. Dulu, Syaikhuna KH Abdul Alim pernah mengusir pengurus karena berani mentakzir gundul seorang oyek yang sedang melanggar peraturan pondok.
5. Kalau merujuk kepada fikih, semestinya syuhrah atau kemasyhuran nasab ini sudah sangat cukup dibuat dasar untuk meyakini bahwa Ba’alwi adalah dzurriyah Kanjeng Nabi SAW, yang wajib dicintai dan dihormati oleh umat Islam, utamanya Ahlussunnah wal Jamaah.
6. Sedangkan terkait polemik dari kalangan yang men-tha’n nasab Ba’alwi, kami kira itu adalah bagian dari perbedaan pandangan, yang bermuasal dari perbedaan dasar acuan nasab dan mungkin juga acuan hukum fikih dalam penetapan nasab. Kami bukanlah pakar bidang nasab, sehingga tidak punya kepentingan untuk membahas lebih jauh tentang itu. Dalam keyakinan kami, cukuplah syuhrah dan istifadhahnya nasab Habaib sebagai dasar bagi kami untuk mencintai dan menghormati mereka.
Waallahu Alam
Oleh : Husni Mubarok Al Qudusi, Humas DPP PWI Laskar Sabilillah