Jangan Hadiri Majelis Ilmu yang Ustaznya Bermasalah dengan Hukum ataupun Berakhlak Buruk

*Jangan Hadiri Majelis Ilmu yang Ustaznya Bermasalah dengan Hukum ataupun Berakhlak Buruk*
Dalam Islam, majelis ilmu adalah salah satu sarana penting untuk menambah ilmu, memperbaiki akhlak, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, memilih siapa yang menyampaikan ilmu tersebut sama pentingnya. Ketika seorang ustaz atau penceramah memiliki masalah hukum, seperti pelecehan, penipuan, ucapan kasar, korupsi, atau perilaku buruk lainnya, menghadiri majelisnya dapat berdampak buruk bagi jamaah. Ini karena sifat buruk dan energi negatif yang dibawa oleh orang tersebut dapat menular kepada yang hadir, meskipun ia menyampaikan ilmu yang benar. Hal ini juga berlaku untuk kitab atau amalan yang ditulis oleh ulama yang dikenal dengan akhlak buruk atau ulama su’.
*Ulama Su’ dalam Pandangan Islam*
Ulama su’ adalah ulama yang menggunakan ilmunya untuk kepentingan pribadi, duniawi, atau bahkan melakukan pelanggaran syariat. Rasulullah SAW telah memperingatkan umat Islam tentang bahaya ulama seperti ini:
1. *Hadis Nabi SAW:* “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas umatku adalah para ulama yang menyesatkan.” (HR. Ahmad)
2. *Pandangan Imam Al-Ghazali:* Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa ulama su’ adalah mereka yang mencari dunia dengan ilmu agama dan menciptakan kerusakan di tengah umat.
3. *Kisah Ulama yang Tersesat:*
Misalnya, ada ulama yang menulis kitab maulid namun juga memiliki karya yang membolehkan perbuatan haram seperti meremas susu istri orang lain. Tindakan seperti ini bertentangan dengan syariat Islam dan menunjukkan pentingnya hilangnya karya-karya dari individu tersebut. Selain itu, ada pula ulama yang bercanda dengan mengatakan bahwa orang pribumi seperti celengan Semar dibandingkan dengan wajahnya yang tampan. Ucapan seperti ini termasuk perbuatan body shaming , yang dalam Islam tidak diperbolehkan, meskipun dalam konteks bercanda.
Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk menjaga lisan dan menghormati sesama, sebagaimana dalam sabdanya:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
*Dalil Al-Qur’an tentang Pengaruh Buruk*
1. QS. Al-Furqan: 27-29 “Dan (ingatlah) pada hari ketika orang yang zalim menggigit dua tangannya (menyesali perbuatannya), seraya berkata, ‘Wahai, sekiranya aku mengambil jalan bersama Rasul. Celakalah aku! Sekiranya aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku. Sungguh, dia telah menyesatkan aku dari peringatan ketika peringatan itu telah datang kepadaku. Dan setan memang pengkhianat manusia.’”
Ayat ini memperingatkan kita agar tidak menjadikan orang yang zalim dan buruk sebagai rujukan atau teman karena pengaruh buruknya akan membawa penyesalan.
2. QS. Az-Zukhruf: 67 “Teman-teman akrab pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.”
Pertemanan atau hubungan yang tidak didasarkan pada ketakwaan akan menjadi sebab permusuhan di akhirat.
*Hadis Nabi tentang Pengaruh Lingkungan*
1. *Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim:* “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi akan memberimu wewangian atau kamu akan membeli darinya, atau kamu akan mencium aroma harumnya. Sedangkan pandai besi bisa membakar pakaianmu atau kamu mencium bau tidak sedap darinya.”
Hadis ini menunjukkan bahwa lingkungan dan pergaulan memiliki pengaruh besar terhadap seseorang, baik secara positif maupun negatif.
2. *Hadis Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi:* “Seseorang itu mengikuti agama (perilaku) temannya. Oleh karena itu, hendaklah salah seorang dari kalian melihat siapa yang dijadikan teman.”
Rasulullah SAW mengingatkan umatnya untuk memilih lingkungan dan teman yang baik agar tidak terpengaruh oleh sifat buruk.
*Pandangan Ulama Aswaja tentang Akhlak dan Ilmu*
1. Imam An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin: Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa seseorang harus berhati-hati dalam memilih guru atau ulama yang menjadi rujukan. Interaksi dengan ulama yang buruk dapat membawa dampak negatif pada akhlak dan keimanan kita.
2. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin: Imam Al-Ghazali menekankan bahwa ilmu yang disampaikan oleh seseorang dengan niat buruk atau akhlak tercela dapat kehilangan keberkahannya. Oleh karena itu, ia menyarankan umat untuk berhati-hati dalam memilih sumber ilmu.
*Analogi Energi Negatif*
Energi negatif yang dibawa oleh seseorang dengan akhlak buruk dapat diibaratkan seperti virus yang menular. Bahkan jika ilmu yang disampaikan benar, sifat buruk pengajarnya dapat memengaruhi jamaah melalui interaksi sosial. Oleh karena itu, menjauhi majelis yang diisi oleh ustaz atau ulama su’ adalah bentuk perlindungan diri.
*Akhir kata:*
Sebagai Muslim, kita diperintahkan untuk mencari ilmu dari sumber yang terpercaya, baik dari segi keilmuan maupun akhlak. Ulama su’ dan penceramah yang berakhlak buruk harus dihindari karena pengaruh negatifnya dapat membahayakan akhlak dan keimanan kita. Dalil dari Al-Qur’an, hadis Nabi SAW, dan pandangan ulama Aswaja menegaskan pentingnya berhati-hati dalam memilih guru atau ulama. Dengan demikian, kita harus selektif dalam menghadiri majelis ilmu dan memastikan bahwa ilmu yang kita pelajari berasal dari orang-orang yang berakhlak mulia dan ikhlas dalam menyebarkan kebaikan.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *