Kesesatan Fatwa Klan Ba’alwi: Distorsi Sejarah dan Penyimpangan Hujah

*Kesesatan Fatwa Klan Ba’alwi: Distorsi Sejarah dan Penyimpangan Hujah*

Fatwa yang dikeluarkan oleh Abdullah Al-Aidarus dan Abdullah Al-Haddad menunjukkan indikasi kuat akan pemikiran yang menyimpang dan penuh dengan distorsi sejarah serta generalisasi yang keliru. Alih-alih mendasarkan argumen mereka pada dalil yang sahih dan metodologi ilmiah yang akurat, mereka justru menggunakan narasi yang sarat dengan bias serta kepentingan kelompok.

 

*1. Menggunakan Hujah yang Tidak Berdasar*

Dalam pernyataan mereka, terdapat ungkapan seperti “Ketika sungai Allah datang, sungai Ma’qil pun lenyap”. Ini adalah bentuk retorika yang ambigu dan tidak memiliki dasar dalam epistemologi Islam yang benar. Ungkapan seperti ini lebih banyak menimbulkan kebingungan daripada memberikan pencerahan. Menggunakan kalimat-kalimat metaforis tanpa argumentasi yang kuat hanya menunjukkan kurangnya fondasi ilmiah dalam fatwa mereka.

 

*2. Stigmatisasi Kelompok Lain oleh Klan Ba’alwi: Sebuah Penyesatan Sejarah dan Agama*

Fatwa yang dikeluarkan oleh Klan Ba’alwi menyatakan bahwa tarekat seperti Naqsybandiyyah dan Qadiriyyah adalah bentuk kekufuran dan kesesatan nyata . Tuduhan ini tidak hanya keliru secara teologis, tetapi juga berbahaya karena mengabaikan prinsip keadilan dalam Islam serta menegaskan warisan keilmuan Islam yang telah berkembang selama berabad-abad.

 

*A. Tanpa Bukti dan Bertentangan dengan Prinsip Tabayyun*

Islam mengajarkan prinsip tabayyun (klarifikasi) dalam menilai seseorang atau suatu kelompok, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an:

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(QS. Al-Hujurat : 6)

Namun, fatwa yang dikeluarkan oleh Klan Ba’alwi ini justru mengabaikan prinsip tabayyun dan menebar klaim sepihak tanpa dasar ilmiah dan referensi yang kuat. Mereka menghakimi kelompok lain hanya berdasarkan perbedaan metode dalam memahami dan mengamalkan Islam, bukan berdasarkan penyimpangan nyata dari ajaran Islam yang telah disepakati oleh ulama.

 

*B. Naqsybandiyyah dan Qadiriyyah: Bagian dari Warisan Islam yang Sah*

Tarekat Naqsybandiyyah dan Qadiriyyah adalah dua tarekat terbesar dalam Islam yang memiliki sanad keilmuan yang sah, diakui oleh para ulama dan memiliki pengaruh besar dalam penyebaran Islam di berbagai belahan dunia.

  • Tarekat Naqsybandiyyah didirikan oleh Bahauddin Naqshband (1318-1389 M) , seorang ulama besar yang memiliki hubungan keilmuan dengan ulama-ulama Sunni dan memiliki sanad keilmuan yang bersambung hingga Rasulullah SAW melalui jalur Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq. Tarekat ini banyak berkembang di dunia Islam, termasuk di Timur Tengah, Asia Tengah, Turki, dan Nusantara.
  • Tarekat Qadiriyyah didirikan oleh Syekh Abdul Qadir al-Jilani (1077-1166 M) , seorang ulama Sunni bermazhab Hanbali yang dihormati oleh para ulama besar, termasuk Imam Ibnu Taymiyyah. Beliau dikenal sebagai seorang pembaharu spiritual yang mengajarkan tauhid dan tasawuf berdasarkan prinsip Al-Qur’an dan Sunnah.

Kedua tarekat ini memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di berbagai wilayah, termasuk di Timur Tengah, Asia Selatan, Afrika, dan Nusantara . Banyak ulama besar, termasuk di Indonesia, berasal dari tradisi tarekat ini, seperti Syekh Yusuf al-Makassari dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan.

 

*C. Stigmatisasi Klan Ba’alwi: Kepentingan Politik dan Otoritas Keagamaan*

Fatwa yang dikeluarkan Klan Ba’alwi terhadap tarekat-tarekat ini bukan sekadar persoalan teologis, melainkan juga memuat politik dan strategi untuk mempertahankan otoritas keagamaan mereka.

  • Menguasai Narasi Keagamaan: Dengan memutar tarekat lain, mereka berusaha menegaskan bahwa hanya ajaran mereka yang benar dan harus diikuti. Ini adalah bentuk eksklusivisme keagamaan yang bertentangan dengan ajaran Islam yang menghargai keberagaman dalam metode ibadah dan pendekatan spiritual.
  • Menekan Kelompok yang Berbeda: Tuduhan sesat terhadap tarekat-tarekat ini menjadi alat untuk mengumpulkan kelompok lain yang tidak sejalan dengan kepentingan mereka, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki tradisi tarekat yang kuat seperti Indonesia, Aceh, dan Afrika Timur.
  • Menghapus Sejarah Islam yang Beragam: Dengan menuduh tarekat-tarekat ini sesat, mereka secara tidak langsung berusaha menghapus peran besar ulama tarekat dalam menyebarkan Islam.

 

*D. Bahaya Tuduhan Sepihak terhadap Kelompok Lain*

Menyebarkan tuduhan tanpa bukti yang sahih terhadap tarekat-tarekat ini dapat menimbulkan perpecahan di antara umat Islam . Hal ini bertentangan dengan prinsip Islam yang menekankan ukhuwah Islamiyah dan pentingnya menjaga persatuan umat. Rasulullah SAW bersabda:

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menyerahkannya kepada musuhnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu, fatwa yang dikeluarkan tanpa dasar yang kuat dapat memicu radikalisasi dan memperkuat kelompok-kelompok yang ekstrem dalam menghakimi sesama muslim.

Fatwa Klan Ba’alwi yang menyebut tarekat seperti Naqsybandiyyah dan Qadiriyyah sebagai bentuk kekufuran dan kesesatan adalah tuduhan yang tidak memiliki dasar ilmiah dan historis yang kuat . Tuduhan ini bertentangan dengan prinsip tabayyun dalam Islam , menegaskan warisan ulama besar, serta bertujuan untuk mempertahankan dominasi otoritas keagamaan mereka .

Tarekat-tarekat ini justru memiliki peran penting dalam penyebaran Islam , baik di Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan, maupun Nusantara. Oleh karena itu, fatwa yang membahas kelompok ini harus dikritisi dengan pendekatan ilmiah dan berbasis sejarah yang sahih .

 

*3. Distorsi Sejarah dan Klaim Tanpa Bukti*

Pernyataan yang menyebutkan bahwa ajaran tertentu berasal dari India, Aceh, Melayu, Zanzibar, Somalia, dan Aden sebagai bagian dari jalan-jalan kesesatan adalah bentuk distorsi sejarah yang tidak berdasar. Tuduhan ini bertujuan untuk menciptakan ketakutan serta membentuk narasi eksklusif bahwa Islam versi mereka adalah satu-satunya kebenaran.

*A. Islam di Nusantara: Dakwah dan Akulturasi, Bukan Penyimpangan*

Islam masuk ke Nusantara melalui jalur perdagangan sejak abad ke-7 hingga ke-13 M, terutama melalui para pedagang Arab, Persia, dan India yang membawa ajaran Islam ke pelabuhan-pelabuhan strategis seperti Pasai, Malaka, dan Demak. Hal ini tercatat dalam berbagai sumber sejarah, seperti:

  • Catatan Ibnu Battuta (abad ke-14) yang menyebutkan Islam berkembang di Samudera Pasai dan dipimpin oleh ulama bermazhab Syafi’i.
  • Catatan Ma Huan (sekitar abad ke-15) dalam Yingya Shenglan , yang menggambarkan bahwa Islam sudah mapan di Jawa melalui hubungan perdagangan dengan Tiongkok dan Timur Tengah.
  • Prasasti dan manuskrip lokal , seperti Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu, yang menunjukkan bagaimana Islam berkembang melalui jalur diplomasi dan pernikahan politik.

Tuduhan bahwa ajaran Islam di wilayah ini sesat hanya karena pendekatan spiritual yang berbeda adalah bentuk penghapusan sejarah peran ulama dan wali yang telah menyebarkan Islam dengan metode akulturasi.

*B. Klaim “Ujung India” yang Menyesatkan*

Penyebutan wilayah seperti Aceh dan Nusantara sebagai bagian dari “ujung India” yang dikaitkan dengan penyimpangan adalah sebuah klaim ahistoris. Sejarah mencatat bahwa Nusantara memiliki pusat keislaman sendiri yang mandiri, bukan sekedar cabang dari India.

  • Aceh dikenal sebagai Serambi Makkah karena kuatnya peran ulama dan kerajaan Islam seperti Kesultanan Aceh yang berjaya pada abad ke-16-17 M. Sultan Iskandar Muda bahkan mengirim utusan ke Kesultanan Utsmaniyah untuk memperkuat hubungan Islam internasional.
  • Keberadaan tarekat-tarekat seperti Naqsybandiyyah dan Qadiriyyah yang disebut sebagai jalan kesesatan oleh fatwa Ba’alwi sebenarnya merupakan tarekat yang memiliki sanad langsung ke ulama-ulama besar Timur Tengah. Ulama seperti Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan Imam Bahauddin Naqshband diakui sebagai bagian dari tradisi Islam Sunni yang sah.
  • Sebaran Islam di Nusantara justru didukung oleh ulama seperti Syekh Yusuf al-Makassari , yang menjadi bagian dari jaringan ulama dunia Islam dan diakui oleh Kesultanan Utsmaniyah.

Dengan demikian, klaim bahwa wilayah-wilayah tersebut adalah penyimpangan hanya karena memiliki tarekat tertentu adalah bentuk disinformasi pusat dan penyesatan sejarah.

*C. Islam di Afrika Timur: Bukti Keberagaman, Bukan Penyimpangan*

Pernyataan bahwa Islam yang berkembang di Zanzibar, Somalia, dan Aden adalah bagian dari ajaran sesat juga merupakan bentuk pemutarbalikan sejarah.

  • Zanzibar merupakan pusat perdagangan Islam sejak abad ke-10 M, dengan pengaruh besar dari ulama Hadramaut, Persia, dan Kesultanan Oman. Islam berkembang melalui perdagangan dan interaksi budaya, bukan sebagai bentuk penyimpangan.
  • Somalia dan Afrika Timur memiliki peran penting dalam sejarah Islam. Kota Mogadishu dikenal sebagai pusat keilmuan Islam sejak abad ke-12. Ulama Somalia seperti Syekh Abdirahman bin Ahmad az-Zaylai adalah bagian dari jaringan keilmuan Islam yang luas.
  • Aden adalah kota pelabuhan penting yang menjadi titik persinggungan ulama dari berbagai mazhab. Kesultanan Rasuliyyah (abad ke-13-15) mendukung perkembangan ilmu Islam di wilayah ini.

Menyebut wilayah-wilayah ini sebagai pusat kesesatan tanpa bukti yang sahih merupakan upaya untuk menanamkan superioritas kelompok tertentu atas keberagaman Islam yang sah.

Fatwa Klan Ba’alwi yang menstigmatisasi berbagai wilayah Islam di luar pengaruh mereka adalah bagian dari strategi eksklusivisme untuk mempertahankan klaim otoritas keagamaan mereka. Sejarah Islam menunjukkan bahwa perkembangan Islam di Nusantara, Afrika Timur, dan Asia Selatan tidak dapat lepas dari peran ulama, dakwah, dan akulturasi budaya. Tuduhan bahwa ajaran-ajaran di wilayah tersebut adalah jalan kesesatan adalah bentuk ketidakjujuran intelektual dan penyimpangan dari fakta sejarah.

 

 

*4. Klaim Monopoli Kebenaran*

Dalam fatwa ini, ada penekanan bahwa hanya pendapat Abdullah Al-Aidarus dan Abdullah Al-Haddad yang menjadi hujah bagi mereka yang mendapat petunjuk. Sikap ini sangat berbahaya karena bertentangan dengan prinsip dasar keilmuan Islam yang menghargai perbedaan pendapat serta metodologi ijtihad yang berkembang dalam tradisi keilmuan Islam. Klaim monopoli kebenaran seperti ini justru menutup ruang bagi diskusi ilmiah yang sehat.

 

*5. Upaya Penghapusan Pemikiran yang Berbeda*

Tindakan Abdullah Al-Haddad yang memerintahkan untuk mengubur tulisan seseorang demi mencegah fitnah adalah bentuk otoritarianisme dalam keilmuan. Pemikiran yang berbeda tidak seharusnya dihapus secara paksa, tetapi harus dihadapi dengan argumen yang lebih kuat. Dalam sejarah Islam, para ulama besar seperti Imam Al-Ghazali, Ibn Taymiyyah, dan lainnya justru menghadapi perbedaan pendapat dengan argumentasi yang mendalam, bukan dengan cara represif seperti ini.

 

*Mewaspadai Fatwa yang Tidak Berbasis Ilmu*

Fatwa yang dikeluarkan oleh tokoh-tokoh Klan Ba’alwi ini menunjukkan banyak sekali kelemahan baik dari segi metodologi, epistemologi, maupun moralitas keilmuan. Sikap fanatik, klaim sepihak, serta usaha membungkam pemikiran yang berbeda adalah ciri khas kelompok yang tidak memiliki landasan ilmiah yang kokoh. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih kritis dalam menerima fatwa-fatwa semacam ini dan selalu merujuk kepada ulama yang memiliki kredibilitas tinggi, berpegang pada dalil yang kuat, serta menjunjung tinggi nilai-nilai keilmuan dan keadilan.

 

Catatan Tambahan:

NAQSABANDIYAH DAN QODARIYAH ADALAH THORIQOH SETAN, kata Habib Abdulloh al Haddad
Habib Abdulloh al Haddad mengatakan dalam kitab “Uqudul Almas” : “Bahwa Thoriqoh Naqsabandiyah dan Thoriqoh Qodariyah adalah THORIQOH SETAN yang menyebar di Melayu, Jawa dan sekitarnya”
Habib Abdulloh juga mengatakan : “Bahwa para Mursyid kedua Thoriqoh itu tidak memiliki sanad yang shoheh”
Orang yang mengamalkan kedua Thoriqoh tersebut digolongkan (oleh Habib Abdulloh) sebagai KAFIR ZINDIQ
Kitab Uqudul Almas merupakan karya Alwi Bin Thohir Bin Abdullah Al Haddad.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *