Kronologi Gaduh Nasab

Kronologi Gaduh Nasab

Sependek pengamatan saya dari berbagai gerakan serta unggahan berbagai lini masa gaduh soal nasab Ba’Alwi itu, bisa dibaca dari kronologi sebagai berikut:

Tahun 2015

Beberapa akun facebook memulai pembahasan tentang status klan “Azmat Khan” yang dalam kurun waktu lama tidak dicantumkan di dalam nasab dzurriyyah Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir rahimahullah.

Selama kurun waktu 2015 sd 2016, terbangun diskusi-diskusi di antara keturunan al-Azmat Khan yang menegaskan bahwa mereka seharusnya masuk ke dalam peta nasab Alawiyyin di Indonesia.

Tahun 2016

Sebuah penjelasan menyebut bahwa tidak dimasukkannya keturunan Azmat Khan ke dalam peta Alawiyyin didasarkan kepada putusnya mata rantai informasi tentang Sayyid Abdul Malik Azmat Khan. Satu-satunya informasi yang menyebut ketersambungan nasab al-Azmat Khan berasal dari Snouck Hurgronje. Namun kalangan Azmat Khan tetap meyakini bahwa mereka punya ketersambungan sanad nasab sampai kepada Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir, datuk para habaib.

Pada tahun 2016, secara aklamasi keturunan Azmat Khan ini mendeklarasikan gelar “habib” dan “syarifah” (untuk perempuan) yang selama ini mereka tidak gunakan. Seorang penceramah kondang jebolan audisi TV Swasta menggunakan gelar Habib di depan namanya dengan tambahan nama Azmat Khan di belakang namanya. Fenomena penggunaan nama belakang Azmat Khan ini muncul secara serentak di Jawa Barat mulai dari Bekasi hingga Cirebon.

Kemunculan fenomena habib “Azmat Khan” ini mendapat reaksi dari beberapa oknum habib muda dari klan Ba’Alwi yang mereka anggap para habib Azmat Khan itu habib palsu. Rabithah Alawiyyah memang tidak mengakui keberadaan keluarga “Azmat Khan” sebagai bagian dari keturunan Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir.

Debat-debat kecil pun mulai bermunculan. Seorang pengamat sejarah yang bermarga Azmat Khan mengatakan bahwa sumber informasi ketersambungan Imam Abdul Malik Azmat Khan kepada Imam Ahmad bin Isa sangatlah kuat. Tapi sayangnya Rabithah Alawiyah tidak mau mempercayai.

Keturunan Azmat Khan akhirnya membuat perhimpunan sendiri dan menyusun catatan nasab yang kurang lebih sama dengan yang dimiliki Rabithah Alawiyyah.

Oktober 2016, situasi politik di DKI mengalami titik didih. Adalah Gubernur Basuki T Purnama yang memantik polemik tentang kalimat “dibohongi surat al-Maidah”. Habib Rizieq Shihab turun mengambil sikap untuk melawan sikap semena-mena Gubernur Basuki terhadap ayat al-Qur’an.

Selain merespon sikap reaktif Habib Rizieq, publik dunia maya juga merespon positioning kalangan habib sembari membandingkannya the missing habib dari kalangan Azmat Khan. Perdebatan itu menggiring opini publik untuk menilai keabsahan nasab habib dengan menggunakan parameter etis. Sebagian akun kemudian membangun narasi tanding tentang habib jawa yang tidak pernah mengaku keturunan Rasulullah tapi akhlaknya mendekati Sang Rasul. Kemunculan narasi tentang habib Jawa ini terbilang aneh, karena yang selama satu tahun berpolemik adalah habib azmat khan yang berada di wilayah Barat Jawa bukan di Jawa.

November 2016, Habib Rizieq mengadakan demo menuntut pertanggungjawaban Gubernur Basuki atas pernyataannya yang dinilai “menghina” al-Qur’an. Lagi-lagi fokus perhatian publik diarahkan kepada kualitas etis seorang habib. Seorang selebriti di dalam materi stand up commedy-nya membuat komparasi antara Quraish Shihab dan Rizieq Shihab. Dia membuat narasi bahwa meskipun sama-sama Shihab tapi kualitasnya berbeda. Ringkasnya, selebriti itu ingin mengatakan bahwa Shihab yang satu beradab, dan Shihab yang satu lagi niradab (untuk tidak mengatakan biadab).

Desember 2016, situasi politik makin memanas. Publik di media sosial tidak lagi membincang tentang habib azmatkhan atau habib arab. Publik lebih tertarik untuk memperdebatkan apakah Gubernur Basuki bersalah atau tidak.

Tahun 2017

Januari 2017, istilah “kadrun” dipopulerkan. Istilah ini dipakai untuk mengidentifikasi semua orang yang punya kedekatan emosi dengan Habib Rizieq. Benih-benih keraguan terhadap para habib keturunan Arab ini mulai disebar. Yang menarik, ada seorang keturunan Arab yang meminta agar keturunan Arab lainnya mawas diri dan tahu diri dengan keberadaan mereka di Indonesia.

Dalam kurun waktu 2017, narasi pribumi dan non pribumi diangkat sebagai bahan perdebatan. Narasi itu bahkan mengangkat isu agama pribumi dan agama non pribumi. Dengan menggunakan logika linier, narasi pribumi dan non pribumi dihubungkan dengan persoalan keyakinan. Menurut narasi ini, agama non pribumi sudah seharusnya dikurangi dalam rangka meredakan ketegangan sosial yang selama ini terjadi.

Tahun 2018

Ruhut Sitompul, pengacara ternama mengangkat isu anti Arab. Menurutnya, Arab sama sekali tidak memberi kontribusi apa pun bagi Indonesia. Sayangnya, isu anti Arab ini dilempar ketika Pemerintah tengah berusaha menarik investasi Arab di Indonesia. Kabarnya, karena sentimen anti Arab yang dilempar Ruhut dan sebagian pegiat media sosial, elit-elit Arab batal menanam investasi jalan tol sepanjang Pulau Jawa. Hanya Sheikh Mohammed bin Zayed yang mau mengucurkan cuan untuk ruas jalan tol Cikunir-Karawang Barat (Japek Atas).

Tahun 2018

tahun ini juga ditandai kemunculan sosok Habib Bahar bin Smith. Habib muda kelahiran Manado tampil di atas panggung membela Habib Rizieq yang didaulat sebagai gurunya. Walaupun Habib Rizieq mempunyai Habib Hanief al-Attas menantu yang juga militan, pandangan publik lebih tertuju kepada Habib Bahar. Tampilnya Habib Bahar sebagai pembela utama Habib Rizieq, tampaknya sudah disiapkan jika Habib Rizieq tidak tampil di muka publik lagi. Pada tahun ini, Habib Rizieq bersama keluarganya mengasingkan diri di Makkah. Habib Hanief dan Habib Bahar lebih sering tampil di hadapan publik menggantikan Habib Rizieq.

Tahun 2019

2019, pada tahun ini konflik politik mengalami reifikasi (pengentalan). Publik terjebak ke dalam skisma politik yang ditandai dengan kemunculan istilah kadrun dan cebong. Bahkan beberapa akun Fb menyebut bahwa para kadrun adalah militan yang potensial menjadi teroris. Publik seperti melupakan perdebatan Azmat Khan dan Ba’Alwi.

Tahun 2019

September 2019, istilah cebong dan kadrun resmi ditinggalkan setelah Prabowo Subianto bersedia masuk ke dalam Kabinet Kerja Jilid II.

Tahun 2020

Indonesia memasuki masa pandemi Covid. Habib Bahar bin Smith menggunakan isu pandemi untuk melawan kekuasaan. Hingga akhirnya beliau ditangkap dan dipenjarakan.

Tahun 2021-2022

2021-2022, muncul fenomena Habib Kribo yang meminta agar para habib tahu diri di mana mereka hidup. Habib Kribo juga menyerang isu keislaman yang menurut beliau dianggap sebagai penyebab lunturnya nasionalisme.

Tahun 2023

2023, di dalam sebuah rekaman, Habib Bahar secara terbuka meragukan nasab Walisongo. Rekaman itu membangkitkan kembali rona perdebatan tahun 2016 antara Azmat Khan dan Ba’Alwi. Puncaknya adalah kemunculan tulisan dan kampanye KH Imaduddin Utsman al-Bantani yang membatalkan ketersambungan nasab Ba’Alwi kepada Rasulullah SAW.

Pada kajian nasab Sunan Gunung Jati di Ponpes Benda Kerep Cirebon. Ahad, 30 Juli 2023. Telah menghasilkan keputusan yang disepakati bersama (dengan menampilkan berbagai manuskrip) bahwa Nasab Sunan Gunung Jati bersambung ke Rasulullah SAW melalui Sayyid Musa Al-Kadzim bukan ke Azmat Khan. Jadi bisa dipastikan bahwa Walisongo bukanlah dari bagian keluarga Klan Ba’Alwi.

 

Waallahu Alam.

 




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *