Tokoh ini adalah keturunan Kyai Ageng Wonokriyo (Kyai Kriyan Jejeran). Ia menjadi menantu Sultan Hamengkubuwana I (SHB I). Ia dinikahkan dengan putri keempat SHB I, Raden Ayu Jayaningrat. Sang istri adalah buah perkawinan SHB I dengan Bendara Raden Tilarso (Mandoyokusumo 1988, 10). Dalam cerita para sesepuh di Yogyakarta, KRT Jayaningrat sangat masyhur dikenal sebagai satu di antara ribuan wali-ngulama mataraman.
KRT Jayaningrat adalah putra Tumenggung Jayawinata/Adipati Jayaningrat Gajah Tlena. Nama terakhir ini adalah Bupati Yogyakarta yang ikut membantu Pangeran Mangkubumi (Sultan HB I) dalam membuka Alas Pabringan selepas keluar dari Karaton Surakarta. Bila dibahasakan dengan istilah hari ini, ayah KRT Jayaningrat adalah tokoh yang mengobservasi dan melakukan studi kelayakan atas wilayah yang kelak dibangun di atasnya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Dari pernikahan KRT Jayaningrat dan Raden Ayu Jayaningrat, dalam catatan Serat Salasilah, lahirlah lima orang anak, yaitu; Tumenggung Sumodiningrat; Tumenggung Wiryawinata; Tumenggung Jayaningrat; Raden Ayu Rangga Madiun; Tumenggung Wiryadiningrat (Serat Salasilah 1899, 207). Dengan demikian, KRT Jayaningrat adalah ayah KRT Sumodiningrat, tokoh yang syahid pada Perang Sepehi 1812 yang juga dikenal dengan julukan Singobarong sebagaimana tercatat di Babad Ngayogyakarta (1876) karangan Pangeran Suryanegara dan Raden Adipati Danureja V.
Makam KRT Jayaningrat terletak di Pasarean Kradenan, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah. Dari gerbang batas sisi utara Provinsi DI Yogyakarta, pasarean ini berjarak sekitar 5.1 kilometer. Ia dimakamkan berdampingan dengan istrinya, Raden Ayu Jayaningrat. Keduanya berada di dalam sebuah cungkup khusus di sisi paling utara pasarean ini. Makam Raden Ayu Jayaningrat berada di sisi timur. Sedangkan makam KRT Jayaningrat berada di sisi barat.
Kijing dan nisan KRT Jayaningrat terbuat dari kayu, kemungkinan jati, bertumpuk sembilan. Sekujur nisan dan kijing itu penuh dengan goresan beraksara Arab. Isinya adalah kalimat-kalimat suci yang terdiri dari Doa Nurbuwat, Salawat Nabi, Bismillah Selikur, Istighfar khas. Begitu pula kijing makam Raden Ayu Jayaningrat yang penuh guratan wirid-wirid tersebut. Hanya bedanya kijing-makam sang istri terbuat dari batu putih.
Keadaan serupa, yaitu kijing-nisan penuh goresan kaligrafis berisi wirid-wirid amalan para ngulama mataraman, juga dapat ditemukan di makam anak KRT Jayaningrat, yaitu di makam Tumenggung Wiryawinata dan Tumenggung Sumadiningrat di Jejeran, Bantul. Semua wirid itu merupakan amalan atau wiridan para ngulama mataraman. Kita dapat menemukannya di dalam manuskrip para kyai atau ngulama yang bertalian dengan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Karaton Surakarta Hadiningrat.
Seperti sering saya sampaikan, standar menjadi “pejabat” di struktur pemerintahan Kraton Jawa Islam sejak era Demak sampai Yogyakarta-Surakarta adalah: kengulamaan-kewalian. Sehingga setiap jabatan memiliki wirid-wirid khusus yang diamalkan dalam rangka menjaga keutuhan negara.
Untuk KRT Jayaningrat sendiri, selain memiliki wirid mataraman, bahkan ia dibangunkan masjid yang saat ini masih dapat disaksikan di area parkir makamnya, yaitu Masjid Al-Musyahidin. Dalam standar kengulamaan negeri Mataram Islam, jika ada seorang tokoh yang dibangunkan masjid, itu merupakan tanda bahwa ia adalah tokoh istimewa.
Keistimewaan KRT Jayaningrat bisa diperiksa di dalam arsip-arsip manuskrip milik Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebab ia adalah seorang pujangga mumpuni Kraton Yogyakarta. Karya yang ia tulis adalah “Babad Kraton”. Atas prakarsa Sultan HB I, ia menulis karya itu. Babad Kraton ini telah dikaji menjadi disertasi DR. Maharsi, dosen UIN Sunan Kalijaga. Ia menjadikan naskah ini sebagai kajiannya untuk meraih gelar S3 di FIB UGM Yogyakarta.
Keterangan tentang nama naskah dan pujangga penulisnya terdapat dalam kolofon berupa tembang bermetrum Mijil yang terdapat pada bagian akhir naskah Babad Kraton berikut ini.
I[ng]kang ayasa sêrat puniki,
babading karaton,
wiji Mataram kamantu ngrajeng,
Jayengrat silihira wawangi,
trahireng bupati,
nama dyan tumênggung.
(Yang menggubah serat ini,
Babad Kraton,
Keturunan Mataram putra menantu raja,
Jayengrat namanya,
keturunan bupati,
pangkatnya raden tumenggung)
Semoga KRT Jayaningrat, istrinya, keturunannya, para pembuat kijing-nisan mereka, dan semua muslimin-muslimat yang dimakamkan di pasarean ini diampuni oleh Allah swt, disyafaati oleh Kanjeng Rasulullah SAW, dijauhkan dari fitnah kubur, dan dimasukkan ke dalam surga. Amin.
Linnabi walahumul Fatihah
Shollallahu ngala Muhammad
Ya Ahla Mataram…!
Ya Wajihan Ngindallah..!
Penulis: Yasir Muhammad Arafat