MAKAM PALSU AHMAD BIN ISA DI YAMAN. YANG BENAR ADA DI NEGARA IRAQ.


Keberadaan sebuah situs makam harus didukung bukti lain yang menyertainya.

Kalau tidak, orang bisa saja mengatakan makam Imam Bukhori berada di Desa Branang Kecamatan lekok kabupaten Pasuruan, setelah dibuatkan makam palsu yang bagus dan mewah, kemudian ditulis dengan tulisan yg indah juga, bahwa “DI SINI DIMAKAMKAN PEROWI HADITS TERKEMUKA IMAM BUKHORI”.

Padahal tidak ada data/catatan pendukung yang menyertai makam itu.

Diskusi dalam beberapa waktu lalu di youtube padasukatv, antara Gus Rumail dan KH Imaduddin Utsman menyepakati bahwa :
1. Tidak ada catatan Sayyid Ahmad bin Isa (w 350 h / 961 m) pernah ke kota Bashroh
2. Tidak ada catatan Sayyid Ahmad bin Isa pernah ke negara Yaman.
3. Ahmad bin Isa tidak memiliki gelar AL MUHAJIR

Diskusi tersebut memperkuat dan memperjelas bahwa makam Ahmad bin Isa yg berada di HUSAISA, Seiyun Hadramaut Negara Yaman. adalah MAKAM PALSU.

Makam asli Ahmad bin Isa berada di Kota Najaf Al Asyrof (selatan kota Baghdad) Negara Iraq, bahkan dekat dengan makam Imam Ali bin Abi Tholib. tepatnya di : Kompleks Pemakaman Maqbaroh Wadi as Salam)
Merupakan Kompleks pemakaman terbesar di dunia.

HOAX PINDAHNYA AHMAD BIN ISA KE YAMAN

Dalam kitab Uqud al-Almas, Alwi bin Tahir al-Haddad (w.1382 H.) berusaha mempertahankan sekuat tenaga, bahwa Ahmad bin Isa itu bergelar “Al-Muhajir”.

Ia ingin menghancurkan kenyataan, bahwa gelar yang dicatat oleh ulama nasab mulai abad ke-5 sampai abad ke-9 Hijriah, para ulamak sudah mencatat bahwa :
Ahmad bin Isa, adalah “Al- Abah” dan “Al-Naffat”,

Tidak ada ulama’ abad 5 sampai 9 yang mencatat gelar : “Al-Muhajir” untuk Ahmad bin Isa.

Lucunya lagi, Ahmad bin Isa belum disematkan gelar “Al-Muhajir” oleh peletak dasar nasab Ba’alwi, Ali bin Abubakar al-Sakran (w.895 H.) dalam kitabnya Al-Burqoh Al-Musyiqoh.

Begitu pula, gelar “Al-Muhajir” belum disematkan oleh Abu Bakar bin Abdullah al-Idrus (w.914 H.) dalam kitabnya Al-Juz’ al-Latif, ketika ia mengurut sanad‚ Lubs al-Khirqah‛ (pemakaian kain tarikat)-nya. hal. 36

Ulama Ba’alwi abad ke-10 Hijriah lainnya seperti Muhammad bin Ali Khirid Ba’alwi (w.960 H.) juga belum menyematkan gelar “Al-Muhajir” untuk Ahmad bin Isa.

Begitu pula pada abad ke-11 Hijriah, gelar “Al-Muhajir” pun belum dikenal. Abdul Qadir bin Syekh al-Idrus (w.1038 H.) dalam kitabnya Al-Nur al-Safir dan Al-Syili Ba’alwi (w.1093 H.) dalam kitabnya Al-Masra’ al-Rawi, tidak menyematkan gelar “Al- Muhajir” untuk Ahmad bin Isa.

PENYEBUTAN PERTAMA dari keluarga Ba’alwi untuk Ahmad bin Isa dengan sebutan “Al-Muhajir” dilakukan oleh Ahmad bin Zein al-Habsyi (w.1144 H.) ulama abad ke-12 Hijriah.

Jadi, gelar itu disematkan kepadanya setelah 799 tahun, dihitung mulai dari wafatnya Ahmad bin Isa (350 h) sampai wafatnya Ahmad bin Zein al-Habsyi.

Gelar “Al-Muhajir” (yang berpindah) itu diberikan kepada Ahmad bin Isa sebagai “alibi” bahwa benar ia hijrah ke Hadramaut negara Yaman.

Padahal tidak pernah ada sumber primer yang mengatakan bahwa Ahmad bin Isa hijrah dari Basrah ke Hadramaut.

Jangankan adanya berita Ahmad bin Isa hijrah dari Basrah ke Hadramaut, berita tentang keberadaanya di Basrah pun tidak pernah ditemukan catatannya dalam sumber-sumber primer.

Gelar “Al-Muhajir” ini hari ini bahkan lebih terkenal dari nama Ahmad bin Isa sendiri, ia kini lebih popular disebut “Ahmad al-Muhajir”.

Bahkan Muhammad Diya’ Shihab menulis biografinya dengan judul besar “Al-Imam al-Muhajir”.

Sebuah upaya mempopulerkan gelar “Al-Muhajir” dan menghancurkan gelar lain, yaitu gelar “Al-Abh” dan “Al-Naffat”.

Dalam kitab Tahdib al-Ansab karya Al-Ubaidili (w.437 H), dalam kitab itu disebutkan bahwa gelar Ahmad bin Isa adalah “Al-Naffat” hal. 38

Begitu pula kitab Al-Majdi karya Al-Umari (w.490 H) hal. 39 Tidak ada gelar “Al-Muhajir” bagi Ahmad bin Isa.

Dua kitab ini cukup membuktikan bahwa Ahmad bin Isa bergelar “Al-Naffat” dan “Al-Abh”, bukan bergelar “Al-Muhajir” karena dua kitab ini termasuk yang tertua sebagai kitab yang menyebut Ahmad bin Isa dan keturunannya.

HOAX MAKAM AHMAD BIN ISA DI YAMAN

Syekh Ahmad bin Hasan al-Mu’allim mengatakan:
Terjemahan:
“Tidak ada dalam sejarah Yaman makam di agungkan yang di atasnya ada masyhad dan masjid sampai paruh kedua abad ke-5 H kecuali yang disebut sebagai masjid syahidain di San’a. Yaitu yang disebut sebagai makam Qatsam dan dan Abdurrahman yang keduanya anak dari Ubaidillah bin Abbas yang dibunuh oleh Basar bin Arto’ah, pejabat yang diangkat Muawiyah di Yaman‛.” 31

Al-Janadi (w.732 H.), sebagai sejarawan yang gemar merekam adanya makam tokoh yang diziarahi orang, pun tidak mencatat di Husaysah ada makam Ahmad bin Isa.

Sedangkan, dua tokoh yang disebut oleh Syekh Ahmad bin Hasan Al-Muallim, direkam pula keberadaannya oleh Al-Janadi dalam Al-Suluk Fi Tabaqat al-Ulama wa-al-Muluk. Ia mengatakan:
Terjemahan:
“Dan makam dua anak masyhur di San’a di sebuah masjid yang dikenal dengan nama masjid Al-Syahidain di ziarahi dan dimintakan kepada Allah untuk dikabulkannya hajat” hal. 32

Berita awal yang didapatkan adalah berita dari Bamakhramah (w.947 H.) dalam kitabnya Qaladat al-Nahr Fi Wafayyat A’yan al-Dahr.

Dalam kitab tersebut disebutkan, ada dua pendapat mengenai makam Ahmad bin Isa :
PENDAPAT PERTAMA :
Mengatakan Ahmad bin Isa wafat dan dimakamkan di Husaysah.
PENDAPAT KEDUA :
Mengatakan ia wafat di Qarah Jasyib. hal 34

Lalu begitu saja memastikan makam ada di Husaisah seperti yang sekarang masyhur.

BAMAKHRAMAH menyebutkan bahwa makam itu diyakini sebagai makam Ahmad bin Isa karena ada Syekh Abdurrahman menziarahinya dan ada cahaya yang dapat dilihat dari tempat yang diyakini sebagai makam Ahmad bin Isa itu. Jadi bukan karena ada data dan sumber sebelumnya.

Bamakhramah mengatakan:
Terjemahan:
“Dilihat cahaya agung dari tempat yang di isyaratkan bahwa tempat itu adalah kuburnya (Ahmad bin Isa) yang mulia. Dan guru kami, Al-Arif Billah Abdurrahman bin Syekh Muhammad bin Ali Alawi, berziarah di tempat itu.” hal. 35

Seperti itulah makam Ahmad bin Isa ditemukan, yaitu bukan berdasarkan naskah yang menyatakan bahwa ia memang dimakamkan di Husaysah, dan bukan karena memang makam itu telah ada sejak hari wafatnya yaitu tahun 345 H., tetapi di itsbat berdasarkan ijtihad.

Berarti makam Ahmad bin Isa baru ditemukan, bahkan dibangun di abad ke-9 atau ke-10 Hijriah, yaitu sekitar 602 tahun setelah hari wafatnya.

Dari sana, keberadaan makam Ahmad bin Isa di Husaysah ini, berdasar kesimpulan tidak adanya peristiwa hijrah-nya ke Hadramaut, sangat meyakinkan untuk dikatakan bahwa makam itu adalah MAKAM PALSU.

Wallohu A’lam

 

Ditulis Oleh : Mohammad Yasin al Branangiy al Liqo’i




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *