*Mengatasi Cinta Buta dan Doktrin yang Mengaburkan Akal: Perspektif terhadap Sikap Mukibin yang menjadi Pengagum Berlebihan terhadap Klan Ba’alwi*
*Pendahuluan*
Dalam hidup, kita sering kali menjumpai fenomena cinta buta yang membuat seseorang kehilangan objektivitas. Fenomena ini juga dapat muncul dalam bentuk pengagungan yang berlebihan terhadap suatu kelompok atau individu, sehingga logika, akal sehat, dan nilai-nilai moral seolah-olah hilang. Dalam konteks ini, kita akan mengupas tanda-tanda dan cara mengatasi sikap cinta buta dan doktrin yang mendorong akal terhadap klan tertentu, khususnya dalam hal klan Ba’alwi, yang kerap menimbulkan kebingungan di kalangan sebagian orang yang memujanya tanpa dasar yang rasional.
*Cinta Buta: Sebuah Fenomena Kehilangan Rasionalitas*
Cinta buta, atau sikap fanatisme yang berlebihan, dapat diartikan sebagai sebuah kondisi di mana seseorang melihat segala sesuatu tentang pihak yang dipujanya sebagai benar, meski ada banyak kelemahan. Dalam hadits Rasulullah SAW, dijelaskan:
“Cintalah kekasihmu dengan sekedarnya, boleh jadi dia akan menjadi orang yang kamu benci suatu hari nanti, dan bencilah orang yang kamu benci dengan sekedarnya, bisa jadi dia akan menjadi kekasihmu suatu hari nanti.” (HR. Tirmidzi)
Hadits ini mengajarkan bahwa cinta yang berlebihan dapat membuat seseorang menjadi buta terhadap kekurangan orang lain, sehingga kehilangan objektivitas dalam menilai. Fanatisme tanpa dasar inilah yang justru membawa kita pada kehilangan kesadaran akan akal sehat.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, “Dan Allah menciptakanmu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak-anak dan cucu-cucu bagimu dari istri-istrimu, serta memberikan rezeki yang baik bagimu. Maka mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?” (QS. An-Nahl : 72). Ayat ini menekankan pentingnya menyikapi setiap hubungan, termasuk rasa cinta dan mahabbah, secara bijaksana dan tidak membiarkan hati dan pikiran dikendalikan oleh sesuatu yang salah.
Ahli saraf dan penulis buku terlaris, Abhijit Naskar, menulis bahwa “Ketika otak mengalami romansa, aktivitas yang terkait dengan pengambilan keputusan logistik cenderung berkurang,” yang sering kali membuat orang buta terhadap kelemahan atau kekurangan objek yang mereka kagumi. Dalam konteks ini, individu yang terjebak dalam kultus individu atau kelompok seringkali kehilangan nalar sehat, seperti yang terlihat dalam fenomena “mahabbah buta” yang terjadi pada sebagian pengikut klan Ba’alwi.
*Karakteristik Mahabbah yang Berlebihan*
Berikut ini adalah tanda-tanda umum mahabbah yang berlebihan atau “cinta buta” terhadap suatu kelompok atau individu, yang menyebabkan seseorang mengabaikan prinsip logika dan nilai kebenaran:
- *Idolatisasi Tanpa Kritik*
Pengikut yang terlibat dalam cinta buta cenderung melihat sosok yang mereka idolakan sebagai sosok sempurna tanpa cela. Setiap tindakan dianggap benar, bahkan ketika terdapat bukti ketidakwajaran. Dalam konteks ini, mengagumi seeorang dengan mengabaikan nalar dan ilmu adalah hal yang tidak sehat dan dapat menyebabkan kultus individu yang bertentangan dengan prinsip akidah Islam yang menentang taklid buta (QS. Al-Baqarah: 170). - *Pemutusan Sosial dan Pengabaian Teman Terdekat*
Mahabbah buta dapat menyebabkan pengikut menjauhkan diri dari lingkungan sosial sebelumnya, menjauh dari teman dan keluarga demi menjaga hubungan yang mereka anggap sakral. Hal ini juga menjadi bentuk isolasi yang dapat mengakhiri kemandirian psikologis. - *Pembelaan Tanpa Dasar terhadap Kekurangan dan Kesalahan*
Mahabbah yang berlebihan membuat pengikut mencari alasan dan pembenaran untuk setiap tindakan yang dilakukan oleh individu yang mereka idolakan. Sikap ini bukanlah bentuk mahabbah yang sehat, namun lebih menyerupai ketergantungan emosional dan spiritual yang dapat membahayakan kesejahteraan mental dan spiritual pengikut. - *Mengabaikan Logika dan Keputusan Cepat*
Fenomena ini juga menyebabkan pengikut membuat keputusan besar tanpa pertimbangan matang, karena keinginan untuk mengikuti dan menyenangkan sosok yang mereka kagumi. Dalam Islam, Allah SWT mengajarkan kita untuk menggunakan akal dalam setiap keputusan. Rasulullah SAW bersabda, “sebenarnya setiap amal tergantung pada niatnya,” (HR. Bukhari dan Muslim), yang menunjukkan bahwa tindakan kita harus dilandasi oleh niat yang benar, bukan semata-mata karena keinginan buta untuk mengikut.
*Cara Menghadapi Mahabbah yang Tidak Sehat:*
- *Melatih Kesadaran Diri*
Kesadaran diri penting dalam menilai segala sesuatu dengan objektivitas. Dalam Al-Qur’an disebutkan, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya.” (QS. Al-Isra : 36).
Menyadari kelemahan dan persepsi perasaan adalah langkah awal untuk memahami apakah rasa cinta tersebut sehat atau tidak. Dengan kesadaran diri, seseorang dapat mengendalikan emosinya dan tidak mudah terjebak dalam “mahabbah buta”.
- *Menetapkan dan Mempertahankan Batasan*
Batasan dalam hubungan merupakan aspek penting untuk menjaga keseimbangan. Pengikut yang sehat adalah mereka yang dapat mengagumi tanpa harus kehilangan identitas diri atau merugikan diri sendiri. Dalam konteks mahabbah, Islam mengajarkan kita untuk mencintai tanpa mengabaikan nilai-nilai dasar agama dan moral. - *Membangun Dukungan Sosial yang Sehat*
Memunyai lingkungan pertemanan yang sehat dapat membantu seseorang untuk tetap objektif. Sahabat yang baik adalah mereka yang mengingatkan ketika seseorang keluar dari jalur. Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang itu tergantung pada agama sahabatnya, maka hendaknya kalian melihat siapa yang menjadi sahabatnya,” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
- *Mencari Nasihat dan Curhat kepada Orang Yang sholih yang berilmu (Ulama)*
Konsultasi kepada orang yang sholih yang berilmu (Ulama) dapat membantu seseorang keluar dari jebakan fanatisme dan cinta buta. Dengan pendekatan keilmuan, kita dapat memahami bahwa cinta buta merupakan bentuk fanatisme yang tak sehat.
*Penutup*
Mahabbah yang sehat adalah mahabbah yang terjaga dalam batas-batas logika, akal sehat, dan nilai-nilai keagamaan yang benar. Mengidolakan klan atau sosok tertentu dalam Islam adalah hal yang diperbolehkan selama tidak berlebihan dan tidak menghilangkan objektivitas serta akal sehat. Penting bagi setiap individu untuk menempatkan cinta dan kekagumannya dalam koridor syariat yang benar, tidak salah dalam cinta buta yang hanya akan membawa dampak buruk, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
Dengan memahami batasan-batasan ini, diharapkan setiap umat Islam mampu menjalani mahabbah yang sehat dan konstruktif, sehingga mampu mencintai tanpa mengabaikan kebenaran dan nilai-nilai keislaman yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.