*”MENGGUGAT Haul Pagaran Pemalang: Dominasi Narasi Klan Ba’alwi dan Penguburan Sejarah Ulama Pribumi”*
*Menyibak Tirai Sejarah yang Terlupakan*
Pagaran adalah nama yang sangat dikenal oleh masyarakat Kabupaten Pemalang. Wilayah ini memiliki nilai sejarah dan spiritual yang tinggi karena di dalamnya terdapat kompleks makam para Aulia, Ulama, dan Syuhada yang berjasa besar dalam membangun peradaban Islam di tanah Jawa.
*Beberapa tokoh besar yang dimakamkan di Pagaran antara lain:*
Mbah Kyai Abdul Hamid (mursyid Thariqah Naqsyabandiyah Khalidiyah)
Mbah Kyai Asy’ari, Mbah Kyai Mu’min, Mbah Kyai Irsyad
Mbah Haji Sulaiman, Mbah Kyai Khambali, Mbah Kyai Shiddiq (pendiri Ponpes Salafiyah Kauman)
Mbah Kyai Zuhdi, Raden Mas Kyai Makmur (Bupati Pemalang yang syahid ditembak Belanda)
Mbah Kyai Sya’ban (pemimpin gerilyawan Hizbullah), Kyai Sya’roni
Mbah Kyai Hasan Shiddiq, Mbah Kyai Abdullah Shiddiq, Mbah Kyai Kastolani (dikenal sebagai “macan podium”)
Dan masih banyak lagi tokoh ulama serta syuhada lainnya.
Di antara mereka memang ada beberapa tokoh habaib, termasuk Habib Sholeh bin Seggaf Al Habsyi, yang kini menjadi tokoh utama dalam acara tahunan “Haul Pagaran” setiap 15 Syawal.
Namun di sinilah letak permasalahannya. Meskipun banyak tokoh ulama besar lokal yang dimakamkan di Pagaran, acara haul setiap tahunnya hanya difokuskan pada satu nama: Habib Sholeh bin Seggaf Al Habsyi. Padahal, para ulama pribumi lainnya—yang telah terbukti keilmuannya, perjuangannya, dan akhlaknya di tengah masyarakat Jawa—justru tidak pernah mendapatkan porsi penghormatan yang layak.
*Pertanyaannya:*
Mengapa hanya satu nama yang diangkat? Mengapa tokoh-tokoh lokal yang menjadi pejuang, pendidik, dan pemimpin spiritual masyarakat Jawa seolah tenggelam oleh satu narasi elit? Apakah ini berjalan secara alamiah, ataukah merupakan desain yang disengaja oleh kelompok tertentu—khususnya dari klan Ba’alawi—yang selama ini kerap mengutamakan kelompoknya dan meminggirkan ulama pribumi?
Jika kita menelaah sejarah Pemalang, kota ini menyimpan jejak panjang peradaban tua. Para peneliti sejarah dan arkeolog pun mencatat pentingnya Pemalang sebagai situs yang kaya akan peninggalan leluhur. Maka menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk mulai menelusuri dan menulis ulang sejarah para sepuh yang selama ini terabaikan. Hal ini penting agar masyarakat Pemalang tidak tercerabut dari akar sejarahnya, dan agar generasi masa kini dan mendatang mengenal tokoh-tokoh yang membentuk identitas spiritual dan budaya daerah mereka.
*Dari sini, kami merasa penting untuk “Menggugat Haul Pagaran Pemalang”, bukan untuk meniadakan acara haul tersebut, tetapi untuk:*
1. Memvalidasi keabsahan biografi dan kontribusi Habib Sholeh bin Seggaf Al Habsyi.
Apa benar beliau adalah tokoh utama dalam sejarah peradaban Islam di Pemalang? Apa kontribusi konkret beliau dalam membangun masyarakat Pemalang secara historis dan spiritual?
2. Mengangkat kembali nama-nama besar para ulama dan syuhada yang selama ini tertutupi.
Kenapa generasi 30 tahun terakhir justru tidak tahu siapa Mbah Kyai Shiddiq, Mbah Kyai Sya’ban, dan para tokoh lokal lainnya padahal merekalah pondasi spiritual masyarakat Pemalang?
Sudah saatnya masyarakat Pemalang bangkit dan sadar, bahwa sejarah mereka telah dikaburkan. Kita perlu bergerak bersama untuk menata kembali Haul Pagaran dengan pendekatan yang lebih adil dan menyeluruh. Tidak hanya mengangkat satu nama, tetapi membuka ruang untuk men-tabarruk-i semua tokoh yang bersemayam di Pagaran.
Kami juga mengajak pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat untuk kembali melihat ke dusun-dusun dan desa-desa. Di sana terdapat makam para sepuh, ulama, dan leluhur yang layak kita hauli. Bukan hanya karena darah atau keturunan, tetapi karena jasa, ilmu, dan akhlaknya yang telah membentuk identitas dan peradaban masyarakat Pemalang.
*Semoga tulisan ini menjadi pintu kesadaran dan langkah awal untuk merekonstruksi sejarah kita secara adil dan beradab.*
Wallahu a’lam.