*Mengungkap Fakta Silsilah: Syarif Abul Jadid Bukan Keturunan Ahmad Bin Isa*
*Pendahuluan*
Dalam tradisi Islam, nasab atau keturunan memainkan peran penting, terutama terkait dengan silsilah keluarga yang mengklaim keterhubungan dengan tokoh agama atau sejarah tertentu. Salah satu klaim keturunan yang kerap diperdebatkan adalah hubungan Syarif Abul Jadid dengan Ahmad bin Isa, tokoh yang secara sejarah dianggap sebagai leluhur bagi sejumlah keluarga di dunia Islam, termasuk Ba’alawi. Dalam artikel ini, kita akan mengkaji keabsahan nasab Syarif Abul Jadid terhadap Ahmad bin Isa dengan mempertimbangkan bukti sejarah dan rujukan dari kitab-kitab nasab.
*Kitab Al-Suluk dan Silsilah Syarif Abul Jadid*
Kitab Al-Suluk fi Tabaqat al-Ulama wa al-Muluk , ditulis oleh Bahauddin al-Janadi pada abad ke-8 Hijriyah, sering kali dijadikan referensi sejarah mengenai tokoh-tokoh Yaman. Dalam kitab ini, disebutkan seorang ulama bernama Syarif Abul Jadid yang dilaporkan sebagai keturunan dari keluarga Abu Alwi, dengan silsilah yang terhubung hingga ke Ahmad bin Isa. Namun Al-Janadi tidak mencantumkan sumber otoritatif atau kitab nasab sebagai dasar penelusuran nasab Syarif Abul Jadid. Hal ini mengundang tanda tanya besar dalam aspek keakuratan silsilahnya.
Silsilah yang dicatat dalam Al-Suluk mengenai Abul Jadid menyebutkan: Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa. Namun, silsilah ini ditolak oleh kitab-kitab nasab klasik. Menurut Al-Syajarah al-Mubarakah (597 H.), keturunan Ahmad bin Isa hanya melalui tiga anaknya: Muhammad, Ali, dan Husain, tanpa ada keterangan mengenai anak bernama Abdullah. Fakta ini menunjukkan bahwa penyebutan Abdullah sebagai anak Ahmad bin Isa dalam Al-Suluk adalah tidak sahih.
*Pendekatan Ilmiah dalam Penetapan Nasab*
Ketika menelusuri kebenaran nasab, sumber dari kitab-kitab nasab terdahulu yang mendokumentasikan silsilah secara autentik memiliki posisi yang lebih tinggi dari sekedar catatan sejarah. Fuad bin Abduh bin Abil Gaits al-Jaizani dalam Ushulu ‘Ilmi al-Nasab wa al-Mufadlalah Bain al-Ansab menegaskan bahwa sumber penelusuran nasab harus berasal dari kitab-kitab nasab klasik yang dekat dengan zaman dan tempat asal nasab tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kitab seperti Al-Suluk dalam menetapkan silsilah tidak sesuai dengan metode genealogis ilmiah.
*Pandangan Ahli Nasab Mengenai Validitas Sumber*
Ahli nasab terkemuka, Syekh Khalil bin Ibrahim, dalam Muqaddimat fi ‘Ilm al-Ansab , menekankan bahwa ilmu nasab hanya dapat diambil dari referensi yang secara khusus ditulis untuk memverifikasi silsilah, bukan dari karya sejarah seperti Al-Suluk yang ditulis oleh sejarawan. Sejarawan lebih cenderung mengumpulkan informasi tanpa verifikasi ketat, berbeda dengan ahli nasab yang memiliki metode khusus dalam memverifikasi keturunan.
Abdurrahman bin Majid al-Qaraja dalam Al-Kafi al-Muntakhob juga menyatakan bahwa ceramah tidak bisa dijadikan referensi utama dalam warisan nasab, terutama jika terdapat perbedaan antara sumber sejarah dan kitab nasab. Oleh karena itu, ketika Al-Janadi menuliskan Abdullah sebagai anak Ahmad bin Isa, hal tersebut tidak memiliki dasar otoritatif dalam penetapan nasab.
*Kritik terhadap Penggunaan Kitab Sejarah dalam Nasab*
Ibnu Khaldun dalam Al-‘Ibar mengingatkan bahwa kisah seringkali melakukan kesalahan dalam menceritakan kisah dan peristiwa karena mengandalkan narasi tanpa verifikasi. Hal ini dapat menimbulkan kesalahan dan kerancuan dalam penetapan nasab. Kitab-kitab seperti Al-Suluk , yang bertujuan mencatat sejarah ulama dan penguasa, bukanlah kitab nasab dan karenanya tidak dapat dijadikan rujukan utama dalam penetapan nasab.
*Ketidakcocokan Kitab Al-Nafhah al-Anbariyah dengan Kitab Nasab Klasik*
Kitab Al-Nafhah al-Anbariyah , yang muncul pada abad ke-9 Hijriyah, menyebutkan Syarif Abul Jadid sebagai keturunan Ahmad bin Isa, namun bertentangan dengan kitab-kitab nasab klasik yang mendahuluinya. Menurut pakar nasab, kitab nasab yang dibicarakan dengan sumber nasab sebelumnya tidak dapat dijadikan alat untuk mengukuhkan nasab. Oleh karena itu, Al-Nafhah tidak memiliki keabsahan dalam menyatakan bahwa Abul Jadid adalah keturunan Ahmad bin Isa.
*Kesimpulan*
Berdasarkan analisis kitab-kitab nasab yang autentik dan metode ilmiah dalam verifikasi keturunan, tidak terdapat bukti yang sahih bahwa Syarif Abul Jadid adalah keturunan dari Ahmad bin Isa. Klaim yang muncul pada abad ke-9 Hijriyah mengenai keterhubungan Abul Jadid dengan Ahmad bin Isa tidak memiliki dasar otoritatif dan bertentangan dengan referensi kitab-kitab nasab klasik. Al-Suluk dan Al-Nafhah al-Anbariyah tidak memenuhi syarat genealogis yang ditetapkan oleh para ahli nasab, sehingga klaim yang didasarkan pada sumber-sumber ini patut ditolak.
Kajian ini menggarisbawahi pentingnya selektivitas dalam penggunaan sumber untuk menetapkan nasab dan peran kitab-kitab nasab klasik sebagai referensi utama yang valid dalam ilmu genealogis Islam.