Jika dusta yang disampaikan tanpa ada bantahan akan menjadi kebenaran dan keniscayaan bagi yang mengetahui untuk meluruskannya, sesuai apa yang diketahuinya. Pemikiran yang berbasis dusta adalah titik awal dari bobroknya peradaban bangsa, dan itu kini tengah jadi fenomena di negeri ini. Negeri yang terlalu menyanjung bangsa Yaman di atas strata sosial umumnya bangsa ini, akibat pemaksaan doktrin yang dilindungi imperialisme Belanda.
Beberapa hal dari cerita-cerita yang disampaikan oleh habib-habib Ba’Alawi yang dipastikan ngawur, asbun dan halu, yaitu.
1. Penceramah Habib bilang ” Sebelum habaib datang ke Nusantara, penduduknya masih menyembah pohon, dengan menyebut Mbah, dari kata sembah “.
Fakta sejarah dari beberapa sumber sejarah dan kronik, baik dari sumber rihlah Ibnu Batutah tahun 1345 M, sumber artefak di Samudra Pasai ( kuburan Sahabat Nabi), sumber manuskrip Tiongkok yakni Ma Huan tahun 1416 M, sumber catatan perjalanan Marcopolo tahun 1292 M, dan sumber catatan perjalanan Tome Pires 1511 M, serta report perjalanan Johan Stockdale 1810 M, semua mencatat bahwa Nusantara sejak abad 7, abad 13 Masehi sudah ada muslim di Samudera Pasai dan Aceh yaitu adik dari Sa’ad bin Abi Waqqas, bahkan sebelum ke daerah Tiongkok, sahabat Nabi tersebut sempat mukim disana.
Catatan Marcopolo di tahun 1292 M, bahwa Pasai sudah berbentuk Kesultanan, dan penguasanya adalah sultan, itu artinya penduduk Pasai sudah banyak memeluk Islam. Karena itu belakangan Pasai Aceh itu disebut serambi Mekkah. Begitu pula catatan Marcopolo bahwa di Leran Gresik sudah banyak komunitas muslim.
Lihat catatan sejarah dari perjalanan para pelancong dunia ( kini disebut Backpacker), sudah terang benderang bahwa bangsa Nusantara, jauh sebelum habib-habib Yaman datang ke Nusantara ( atas dasar kebijakan Ratu Wilhelmina III ), masyarakat Nusantara sudah banyak memeluk Islam, hasil dakwah Wali Songo sejak abad 15 Masehi, sedangkan kedatangan Habaib baru abad 19 M. Jadi begitu jauhnya.
Ading Kusdiana dan Agus Permana telah mencatat latar belakang hingga eksodus besar-besaran bangsa Yaman, terutama klan Ba’Alawi dalam bukunya ” Jaringan Habaib Di Jawa Abad 20”. Buku ini jadi sumber pemahaman kita, bahwa para Habaib dan bangsa Yaman lainnya itu datang ke Nusantara di abad 19 Masehi.
2. Penceramah Habib ( Reyhan al-Qodri ) mengatakan bahwa ” Imam Ali Faqih Muqoddam 70 kali mi’roj ketemu Allah dalam sehari “.
Ketahuilah bahwa derajat setelah Nabi Muhammad S.a.w hanya bisa pada posisi waliyullah, para Nabi dianugerahi mukjizat, sedangkan para Wali dianugerahi karomah ( kita sering menyebut keramat ).
Kapasitas karomah tidak akan melampaui mukjizat, dan tidak akan sebanding. Mukjizat itu berkaitan dengan risalah kenabian, karena itu khoriqul adat nya berkaitan dengan ” da’wa al-Nubuwat ” yaitu pengakuan kenabian. Sedangkan karomah khoriqul adat berkaitan dengan ” da’wa al-Imani wa al-Amali al-Shalihi ” penguatan atas iman dan amal solih.
Keduanya bersumber dari irodat Allah S.w.t, sedangkan khoriqul adat tidak datang dari irodat Allah, maka akan selalu datang dari setan yang terkutuk, dan itu disebut istidroj.
Lalu, betulkah bertemu Allah S.w.t Tuhan seru sekalian alam bisa 70 kali yahg dialami Faqih Muqoddam, sementara Nabi Muhammad S.a.w bertemu Allah ketika mi’raj hanya satu kali pada peristiwa isra mi’raj tersebut. Itu adalah mukjizat Nabi hingga sampai Sidratul Muntaha, dan Faqih muqoddam justru 70 kali tiap hari, ini jelas absurd, dan tidak logis atau irasional, karena melebihi mukjizat Nabi Muhammad S.a.w.
Saya kira terkait khoriqul adat dari Faqih Muqoddam bukan karomah tetapi cerita-cerita ngawur bin dusta, yang sebenarnya hanya halu. Dasarnya tidak ada karomah melebihi mukjizat. Ini dulu yang perlu kita pahami. Karomah tidak bisa melampaui mukjizat Nabi.
3. Penceramah Habib mengatakan bahwa ” NU didirikan dicetuskan oleh Habib Muhammad bin Ahmad bin Muhdor, dan Habib Muhdor tersebut telah memerintahkan KH. Hasyim Asy’ari untuk memimpin NU, sebab dia hanya pendatang dari Yaman “.
Dari berbagai sumber, yaitu entri “Nahdatul Ulama” dalam Ensiklopedia University of Cumbria, Division of Religion and Philosophy, lihat pula sumber sejarah NU yaitu A History of Modern Indonesia Since c.1200. Stanford: Stanford University Press, yang ditulis Ricklefs.
Lihat pula Herbert Feith dalam bukunya The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Equinox Publishing. Dari ketiga sumber sejarah NU yang ditulis oleh imuwan Barat ini semua telah memastikan bahwa pendiri NU adalah kiai-kiai asli Nusantara, terutama peran utama Syaikhona Kholil Bangkalan, dan pendiri utamanya yaitu Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Dari tiga buku di atas tidak sama sekali menyebut habib Ba’Alawi ikut berperan dalam pendirian Nahdlatul Ulama.
Tiga contoh cerita-cerita ngawur yang disampaikan oleh habib-habib Ba’Alawi tidak lebih dari pembohongan publik yang merusak agama dan tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Adalah kewajiban kita untuk meluruskannya, bukan membela apa yang mereka dustakan itu. Nalar zaman kita adalah nalar kebenaran dan keadilan, untuk merobohkan penjajahan doktrin dan dogmatik.
Wallahu Alam
Penulis : Kang Hamdan Suhaemi
Serang 18 April 2024