“Menyingkap Fakta: Klan Ba’alwi Bukan Dzuriat Nabi Muhammad SAW Berdasarkan Isbat Nasab Saadah”
Pendahuluan
Isu klaim keturunan dari Nabi Muhammad SAW, terutama oleh klan Ba’alwi, telah menjadi topik yang kontroversial dalam berbagai kalangan. Diskusi mengenai keabsahan nasab seseorang yang mengklaim sebagai Sayyid atau Syarif haruslah didasarkan pada bukti yang valid dan ilmiah. Salah satu mekanisme untuk memverifikasi nasab Saadah adalah melalui Naqobah Asyraf, lembaga yang diakui dalam sejarah dunia Islam. Artikel ini akan mengkaji secara ilmiah mengenai isbat nasab Saadah dan menjelaskan posisi klan Ba’alwi berdasarkan fakta-fakta sejarah dan penelitian para pakar.
1. Kewenangan Naqobah Asyraf dalam Mengisbat Nasab
Naqobah Asyraf adalah lembaga resmi yang bertugas memverifikasi nasab para keturunan Nabi Muhammad SAW, yang dikenal sebagai Saadah atau Asyrof. Menurut sumber sejarah, Naqobah Asyraf telah ada sejak masa Dinasti Abbasiyah dan terus berlanjut hingga era Kesultanan Turki Usmani, berakhir pada tahun 1924 .
Sejak awal berdirinya, Naqobah Asyraf diakui sebagai satu-satunya lembaga yang berhak melakukan pengisian dan pencatatan nasab Saadah. Ini berarti bahwa klaim nasab seseorang tidak bisa hanya berdasarkan pengakuan pribadi atau verifikasi oleh ulama tertentu, seperti yang sering diklaim oleh klan Ba’alwi. Bahkan, tokoh seperti Ibnu Hajar Al-Haitami, An-Nabhani, dan Ibrahim bin Mansur tidak memiliki wewenang untuk mengisbat nasab seseorang tanpa Naqobah Asyraf .
2. Apakah Klan Ba’alwi Pernah Diisbat oleh Naqobah Asyraf?
Salah satu pertanyaan kunci yang sering diajukan adalah apakah klan Ba’alwi telah diisbat oleh Naqobah Asyraf. Faktanya, tidak ada satupun anggota dari klan Ba’alwi yang pernah diisbat oleh Naqobah Asyraf, meskipun mereka telah eksis sejak masa Abbasiyah. Hingga berakhirnya masa Kesultanan Turki Usmani pada tahun 1924, Naqobah Asyraf tidak pernah mengisbat seorangpun dari klan Ba’alwi sebagai Saadah .
Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis: jika benar klan Ba’alwi adalah keturunan Nabi Muhammad SAW, mengapa mereka tidak diisbat oleh Naqobah Asyraf selama lebih dari seribu tahun keberadaannya?
3. Klaim Klan Ba’alwi di Hadramaut dan Nusantara
Salah satu alasan yang sering dikemukakan untuk menjelaskan ketidakhadiran Ba’alwi dalam catatan Naqobah Asyraf adalah karena mereka hidup di pedalaman Hadramaut, Yaman, atau telah bermigrasi ke Nusantara, yang berada di luar wilayah Kesultanan Turki Usmani. Namun, klaim ini tidak dapat dibenarkan.
Banyak Saadah yang tinggal di Yaman telah diisbat nasabnya oleh Naqobah Asyraf, terutama mereka yang bermukim di Hijaz dan wilayah sekitarnya. Di abad ke-19, banyak anggota Ba’alwi yang pergi ke Hijaz untuk menuntut ilmu, namun tidak ada satupun dari mereka yang diisbat sebagai Saadah . Ini menunjukkan bahwa faktor geografis bukanlah alasan sah untuk ketidakterlibatan mereka dalam proses isbat nasab.
Bahkan, pada tahun 1899, Amir Hijaz, Syarif Awn Rofiq, mengeluarkan ultimatum kepada klan Ba’alwi agar tidak mengaku-ngaku sebagai Sayyid tanpa isbat dari Naqobah Asyraf. Ini menunjukkan bahwa pengakuan nasab harus didasarkan pada bukti resmi, bukan sekadar klaim .
4. Peran Ba’alwi di Nusantara dan Upaya Pengakuan Gelar Sayyid
Di Nusantara, terutama pada abad ke-19, banyak anggota klan Ba’alwi bermigrasi dan menetap di wilayah ini. Namun, upaya untuk mendapatkan pengakuan resmi nasab mereka di sini juga penuh dengan kontroversi. Sebagai contoh, Habib Utsman bin Yahya, salah satu tokoh Ba’alwi di Batavia, justru mengusulkan kepada pemerintah kolonial Belanda agar gelar Sayyid dan Syarifah diterima dan diakui oleh kerajaan Belanda. Ini merupakan anomali, mengingat klaim nasab seharusnya diverifikasi oleh Naqobah Asyraf, bukan oleh otoritas kolonial .
5. Naqobah Asyraf Pasca 1924
Pasca runtuhnya Kesultanan Turki Usmani pada tahun 1924, proses pencatatan nasab Saadah dilanjutkan secara mandiri di negara-negara yang mewarisi tradisi tersebut. Di Saudi Arabia, misalnya, terdapat Lajnah Ansab yang dipimpin oleh Syarif Syakir bin Haza’ Al Abdali Al Hasani. Begitu pula di negara-negara seperti Turki, Maroko, Suriah, dan Irak, yang masing-masing memiliki lembaga Naqobah tersendiri .
Namun, meskipun pencatatan nasab terus berlanjut di berbagai negara, hingga hari ini tidak ada satupun anggota klan Ba’alwi yang diakui sebagai Saadah atau Asyrof oleh Naqobah Asyraf yang sah.
Kesimpulan
Dari hal bahasan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa klaim klan Ba’alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW tidak didukung oleh bukti isbat resmi dari Naqobah Asyraf. Selama lebih dari seribu tahun, Naqobah Asyraf berfungsi sebagai otoritas tunggal yang berhak mengisbat nasab Saadah, namun tidak satupun anggota klan Ba’alwi yang diisbat nasabnya sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.
Sebagai masyarakat yang rasional, kita perlu kembali pada bukti ilmiah dan data yang valid dalam menilai klaim nasab, baik dari sudut pandang sejarah, filologi, maupun genetika. Fakta-fakta ini memberikan kita pandangan yang jelas bahwa klan Ba’alwi bukanlah dzuriat dari Nabi Muhammad SAW.
Referensi:
1. Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Fatawa Al-Hadithiyah.
2. Prof. Dr. Manachem Ali, Kajian Filologi dan Genealogi di Dunia Islam.
3. Dr. Michael Hammer, Genetics and the Lineage of Sayyid.
4. Prof. Dr. Anhar Gonggong, Sejarah Nusantara dan Klaim Nasab.