NASAB BA’ALWI PALSU & KH. IMADUDDIN USMAN, SANG PEMBAWA KABAR GEMBIRA.

NASAB BA’ALWI PALSU & KH. IMADUDDIN USMAN, SANG PEMBAWA KABAR GEMBIRA.
(Telaah atas dialektika masyarakat khususnya Nahdhiyyin di dunia maya dan dunia nyata serta mengalirnya dukungan dari kalangan tokoh NU kuktural)
Oleh: Abdur Rahman El Syarif
Tesis pada dasarnya ialah karya tulis ilmiah yang isinya memaparkan secara ilmiah yaitu logis dan sistematis suatu bahasan atau serangkaian gagasan yang merupakan hasil kajian berdasarkan fakta (by eviden) yang disampaikan secara akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.
Sejak hampir dua tahun lalu ada seorang kyai dari Banten yang sangat produktif menulis kitab dari mulai tulisan tentang sejarah, ilmu nahwu, ilmu shorof, ilmu bilaghoh, ilmu fiqih, ilmu Mantiq dan sebagainnya, sekitar hampir 30-an kitab yang ia tulis dan karang baik dengan menggunakan bahasa Arab maupun berbahasa Indonesia. Bahkan yang sangat penomenal dan sangat menghebohkan saat ini yaitu terkait tentang Kitab / Tesis yang menyimpulkan bahwa nasab Ba’Alwi, adalah ‘munqothi’un wa mardudun’ (terputus dan tertolak).
Menyoal tulisan KH. Imadudin tentang Nasab Ba’alwy akhir-akhir ini yang dikatakannya tidak tersambung kepada Rosulullah SAW menjadi pemantik diskusi hingga debat antara yang pro Tesis dan yang kontra Tesis. Diskusi tentang nasab sering terjadi diruang-ruang publik, kejadian diskusi nasab malah sering terjadi di warung kopi hingga kampus perguruan tinggi, semua itu menjadi penomena penyebab hiruk pikuknya diskusi di ruang publik yang sangat mencerahkan.
Diskusi dan perdebatan diranah publik tentang nasab seakan-akan muncul akibat tesisnya Kyai Imadudin, bahkan beliau difitnah sebagai pemecah belah. Kalau mereka sadar atas apa yang terjadi selama ini bahkan jauh sebelum munculnya tesis Kyai Imadudin pasti akan sadar, betapa bahayanya doktrin cinta untuk sebuah faham ta’asubiyah yang bisa merusak tatanan peradaban Islam dimasa akan datang.
Penelitian nasab Ba’Alwi bukan karena Kyai Imadudin dan pendukungnya benci kepada klan ba’lawi yang sering di panggil habib, atau ada keinginan mengambil alih ruang dakwah mereka ditengah masyarakat, akan tetapi karena bermunculan akhir-akhir ini banyak penomena gelar habib digunakan sebagai klaim kalau mereka adalah sebagai Dzuriyah Rosulullah yang paling shoheh, yang dimanfaatkan untuk dawir atau berkeliling ketengah masyarakat melakukan pemalakan dari mulai memalak materi hingga istri yang telah bersuami.
Perilaku yang kurang baik dari klan ba’Alwi yang dawir di zaman sekarang, dan berdakwah untuk mendoktrin umat demi kepentingan kelompok mereka, maka sangat perlu dilakukan penelitian secara komprehensif dengan metodologi ilmu nasab, ilmu sejarah, kajian Filologi dan diperkuat oleh sains modern demi mencari kebenaran nasab mereka; sebenarnya mereka keturunan siapa, dari mana mereka berasal, dan budaya siapa yang mereka gunakan?.
Maka dengan munculnya Kyai Imadudin merupakan representasi kyai kampung, pemimpin pesantren asal kampung yang bersentuhan langsung dengan masyarakat di akar rumput, sebagai intelektual muda, produktif, penulis kitab. Beliau mencoba melakukan penelitian keberadaan klan Ba’Alawi dengan tesisnya agar masyarakat Indonesia khususnya, bisa tercerahkan dan tidak melulu dijadikan objek kepentingan, budak spiritual dengan alasan kualat dan berkah.
Cuma Ironisnya, gerakan pemikiran untuk mendobrak kebekuan berpikir dan pembodohan umat secara masif mulai ada yang membendung. Padahal sejak mulai muncul pemahaman bahwa pintu ijtihad telah tertutup, pemahaman agama yang terlalu tekstualis, mudah menyesatkan dan mengkafirkan orang lain yang berbeda pemikiran, hingga terlalu berlebihan mengkultuskan sosok seseorang yang dihormati.
Sejatinya dengan munculnya diskursus nasab kebekuan berpikir harus mulai dicairkan bukan karena faktor ada unsur benci atau tidak benci, suka atau tidak suka, tapi hal ini sebagai gerakan ilmu dalam melakukan perubahan dan perbaikan moral dan gerakan spiritual terhadap klan Ba’Alwi dan juga kelompok selain klan Ba’Alwi yang menjadi penyebab matinya sikap kritis, logis dan obyektif.
Harus diketahui oleh semua pihak, bahwa pemikiran Kiai Imadudin dan kawan-kawan yang mendukung beliau adalah sebagai bentuk untuk membendung kecongkakan dan kesombongan klan Ba’Alwi sendiri yang selama ini telah banyak memanfaatkan masyarakat sebagai objek kepentingan pribadi, kepentingan politik, hingga kepentingan merubah budaya bangsa.
Tapi anehnya, masih saja ada masyarakat yang mengikuti mereka yang dikatakan sebagai Muhibbin (pecinta) klan Ba’Alwi, bahkan secara masif mereka melakukan perlawanan gerakan masyarakat arus bawah. Bahkan bisa dibilang upaya membendung gerakan perlawanan kaum intelektual di grassroots yang dikomandoi kyai Imadudin dan kawan-kawan.
Membendung gerakan masyarakat arus bawah ini ada indikasi dilakukan oleh sebagian oknum elit pengurus NU struktural sendiri, padahal struktural punya beban tanggungjawab besar untuk jadi penengah bahkan jika diperlukan sebagai motor penggerak kebangkitan kaum intelektual dikalangan Nahdliyin.
Menjadi sebuah kewajaran seharusnya NU struktural bisa menjaga warganya agar tidak menjadi korban kerusakan doktrin kejumudan dari pihak manapun, yang hal itu menjadi peluang besar terjadi penyimpangan ajaran aqidah ahlussunah waljamaah annahdliyah yang di gagas oleh para muasis NU.
Rasanya tidak berlebihan, jika gerakan pemikiran dan gerakan spiritual untuk menghidupkan kembali semangat dakwah Walisongo dan penelusuran ulang sejarah bangsa, sebagai bentuk perlawanan terhadap Ba’Alwi jumlahnya makin hari terus bertambah sehingga sulit untuk dibendung. Bisa dikatakan bertambahnya dukungan masyarakat terhadap tesis Kyai Imadudin adalah gerakan NU Kultural yang sudah cukup lama terpendam.
Masyarakat akar rumput merasa senang dan gembira ada orang yang mampu menjadi penggerak pemikiran dalam melawan kedzoliman yang mengatasnamakan doktrin agama dan kesucian nama Rosulullah SAW.
Waallahu Alam




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *