NASAB PALSU LEBIH BERBAHAYA DARIPADA HADIS PALSU
Dalam kajian Tafsir dan Hadis ulama besepakat kerusakan agama terburuk adalah ketika perusakan itu bermuara pada sumber, dalam hal ini infiltrasi isroiliyat dan hadis palsu. Dikenal dengan dakhil, infiltrasi, antonimnya adalah al-asl.
Sekilas, Isroiliyat, dan hadis maudu’at ini tampaknya membantu umat islam menjawab persoalan-persoalan detail, memotovasi kebaikan, dan persuasi wajar para dai. Namun pada akhirnya… akan berakibat buruk bagi agama karena yang dirusak, adalah sumber agama itu sendiri.
Manifestasinya bermacam-macam. Menggunakan al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai hujjah dan alat legitimasi, Mengkaburkan tradisi dengan ajaran, membuat penafsiran dan ta’wil seakan-akan sebuah hadis. Membuat kisah persuasif yang sumbernya tidak jelas dan menyalahi ijma’ ulama. menukil pendapat yang tidak jelas, tanpa isnad dan tidak dapat dikonfirmasi. Mengajak ta’asub berlebihan dan seakan-akan gerakan membela agama. Temasuk mengajak kebaikan dan berbaju kesalihan.
Nasab palsu menjadi lebih berbahaya dari pada hadis palsu. Karena,
1. Kajian Hadis palsu telah mapan. Sedang nasab palsu belum.
2. Hadis palsu bersifat produk, sedang nasab bersifat alat produksi.
3. Hadis palsu pasif, sedangkan kepalsuan nasab bersifat aktif.
4. Perlawanannya tidak hanya sekedar pustaka, melibatkan emosional.
Nabi sangat menjaga kemurnian agama dari perusak agama yang menisbatkan pada nabi.
إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak sama dengan berdusta atas nama orang lain. Maka barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim)