NASIHAT-NASIHAT C. SNOUCK HURGRONJE SEMASA KEPEGAWAIANNYA KEPADA PEMERINTAH HINDIA BELANDA 1889 — 1936
(Sebuah komentar pengantar pada terbitan ulang berbahasa Indonesia karya Ambtelijke Adviezen van C. Snouck Hurgronje edisi E. Gobée dan C. Adriaanse )
Bagi yang mau download buku catatan snock yang sudah diterjemahkan, silahkan di download supaya bisa tahu sejarah,
untuk yang khusus membahas habib ustman bin yahya (Mufti yang diangkat Belanda untuk kepentingan Belanda) merupakan SAHABAT BELANDA dan MUSUH PRIBUMI, bisa dilihat di jilid 9.
Silahkan klik pada tulisan link berikut ini :
Sampul Buku Seri Khusus INIS diilhami Ornamen Turki yang bertuliskan ayat al-Quran
surah Fâtir (35):4i, “Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha
Penyayang. Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi agar tidak tergelincir,
jatuh. Dan demi jika keduanya tergelincir, tak ada seorang pun yang dapat
menahannya selain Dia. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.”
Indonesian Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS)
Redaksi Ilmiah:
Zaini Muchtarom
Jacob Vredenbregt
E. van Donzel
Redaksi:
Jakarta: Ny. P.A. Iskandar Soeriawidjaja-Roring
Wiwin Triwinarti Wahyu
Ahmad Seadie
Leiden: Audrey Pieterse
Penerjemah:
Sukarsi
Nasihat-nasihat C. Souck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya
Kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936
Jakarta: INIS, 1990, Seri Khusus INIS Jilid I
LXXV, xviii, 155 him., 24,5 cm.
ISBN 979-8116-05-4
i. Nasihat-nasihat C. Snouck Hurgronje
2. Semasa Kepegawaiannya
3. INIS
Perpustakaan Nasional:
Indonesian Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS)
Buku ini diterbitkan dalam rangkaian INIS Materials yang
berasal dari Kerja Sama Studi Islam Indonesia-Belanda (IndonesianNetherlands Cooperation in Islamic Studies -INIS-) antara
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen
Agama, Jakarta dengan Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Asia
Tenggara dan Oceania, Universitas Negeri Leiden, Belanda.
Rangkaian terbitan ini diarahkan kepada distribusi publikasipublikasi penting dalam bidang studi Islam di Indonesia.
Pengantar
Edisi yang diterbitkan oleh Gobée dan Adriaanse untuk karya
Ambtelijke Adviezen van C. Snouck Hurgronje (Nasihat-nasihat C. Snouck
Hurgronje semasa Kepegawaiannya), merupakan sebuah karya yang sangat
berharga. Maka, keputusan untuk menerbitkan sebuah terjemahan
berbahasa Indonesia buku tersebut, pantas disambut dengan gembira.
Namun, dalam hal ini penting sekali bahwa calon pemakai buku, baik edisi
bahasa Belanda maupun edisi bahasa Indonesia, sadar sepenuhnya akan
sifat dan keterbatasan karya ini. Terjemahan bahasa Indonesia pada edisi
ini diharapkan dapat merangsang satu generasi baru pakar-pakar Islamologi
dan sejarah agar melakukan berbagai bentuk penelitian ilmiah. Sebaliknya,
penelitian itu, menurut keyakinan saya yang teguh, hanya akan
menimbulkan hasil-hasil yang baik, bila di samping nasihat-nasihat Snouck
masih perlu ditelusuri dan ditelaah lagi sejumlah sumber-sumber lain yang
tak terhitung banyaknya, kebanyakan di antaranya belum diterbitkan, baik
di Indonesia maupun di negeri Belanda. Adapun arti penting sumbersumber lain itu, sebagai pelengkap edisi nasihat-nasihat Snouck ini, hendak
saya minta perhatian para pembaca dalam pengantar ini. Ulasan saya
akan diilustrasikan oleh penerbitan, secara keseluruhan atau dalam bentuk
kutipan-kutipan, berbagai dokumen dan artikel-artikel yang belum
diterbitkan oleh pers kolonial, maupun Snouck Hurgronje atau orang-orang
lain. Dalam memilih bahan ilustrasi tersebut, dengan sadar saya telah
membatasi diri saya sendiri dengan pengolahannya secara tematik. Dalam
hal ini jelasnya saya memusatkan diri pada sumber-sumber yang – secara
langsung atau tidak langsung – bersangkutan dengan: i) daerah Aceh dan
2) para pembantu Snouck Hurgronje yang berbangsa Indonesia, khususnya
seorang ulama dan ahli sastra bersuku Sunda, Haji Hasan Mustapa, serta
ulama dan mufti berbangsa Arab, Sayyid Uthman. Dengan cara ini, saya
percaya, akan tampak dengan jelas betapa pentingnya apabila di samping
nasihat-nasihat Snouck, sebagaimana yang diterbitkan oleh Gobée dan
Adriaanse, ada sumber-sumber lain lagi yang hendaknya dilibatkan dalam
penelitian tersebut. Sebab apa yang berlaku bagi sejarah daerah Aceh dan
bagi biografi-biografi para pembantu Snouck yang berbangsa Indonesia,
berlaku pula bagi banyak pokok pembicaraan lain yang dirangkum oleh
terbitan Gobée dan Adriaanse.
Meskipun gambaran singkat biografi Snouck Hurgronje oleh Gobée
(dimuat pada awal edisi ini) jauh belum lengkap dan pada bagian-bagian
tertentu bahkan tidak tepat, saya kira perlulah saya tinggalkan saja usaha
untuk menggantinya dengan gambaran singkat yang lain. Pada tahun 1988
di Leiden telah terbit delapan karangan dari tangan saya dengan judul:
Snouck Hurgronje en de Islam. Acht artikelen over leven en werk van een orientalist in
het koloniale tijdperk (Snouck Hurgronje dan Agama Islam. Delapan
karangan tentang kehidupan dan karya seorang orientalis pada zaman
penjajahan). Dalam buku yang penerjemahannya ke dalam bahasa Indonesia dilakukan di Jakarta oleh Penerbit Girimukti Pasaka, terdapat
XIII
berbagai pelengkap dan pembetulan atas gambaran biografi Snouck
Hurgronje yang hingga beberapa tahun yang lalu masih lazim. Dalam
karya tersebut antara lain saya uraikan bahwa Snouck pada tahun 1884
baru diperkenankan masuk ke kota Mekah setelah ia secara resmi masuk
Islam. Selanjutnya bahwa selama pemukimannya di negeri bekas “Hindia
Belanda” pun, dari tahun 1889 – 1906, sejauh ia bergerak di kalangan
orang Indonesia, ia hidup sebagai seorang muslim. Dari hubungan akrab
yang timbul sedemikian rupa serta melalui hubungan-hubungan keluarga
yang telah disahkan oleh agama Islam yang telah dijalinnya, nasihatnya
kepada para pembesar di Betawi dan di Den Haag barangkali merupakan
hasil yang terpenting. Selain itu dalam buku tersebut terdapat naskahnaskah berbagai dokumen yang sebelumnya tidak diketahui, misalnya yang
berkaitan dengan perjalanan Snouck ke Mekah. Agar jangan mengulangulang pembicaraan, maka sampai di sini cukuplah penyebutan buku saya.
Untuk satu hal, sebaliknya, saya perlu mengadakan pengecualian, karena
saya kira hal itu mempunyai makna yang penting justru untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik terhadap fungsi Snouck sebagai
peneliti dan penasihat di Indonesia. Yang saya maksud ialah pembicaraanpembicaraan yang, terjadi pada tahun 1889 di dalam pucuk pimpinan
Pemerintah Hindia Belanda. Pembicaraan-pembicaraan itu berpokok pada
instruksi yang menjadi pedoman dalam mempekerjakan Snouck serta
antara lain menimbulkan garis-garis pengarahan bagi para kepala
pemerintahan daerah tentang cara yang harus mereka pakai untuk
membantu penelitian-penelitian Snouck Hurgronje. Dari dosir yang
berkenaan dengan itu, yang terdapat di Arsip Nasional di Jakarta, telah
saya kutip beberapa cuplikan dalam buku saya. Dalam bab I pengantar ini
akan dimuat satu dua dokumen dari dosir itu juga dengan cara yang boleh
dikatakan menyeluruh.
Dalam edisinya, Gobée telah membatasi diri pada kurun waktu 1889-
1936. Itulah kurun yang sama ketika Snouck secara resmi diangkat untuk
memberikan nasihat-nasihat, pertama-tama kepada Pemerintah Pusat di
Betawi, kemudian kepada Pemerintah Agung di Den Haag. Selain itu,
Snouck, sepanjang pengetahuan saya, baru dalam kurun waktu itulah
mulai mengadakan arsip pribadi dari konsep nasihat-nasihatnya. Dan pada
pokoknya naskah pribadi itulah yang menjadi dasar bagi edisi Gobée,
seperti yang diuraikan dalam pengantarnya. Akan tetapi, sedikit pun tidak
berarti bahwa guna mendapatkan pengertian historis yang tepat bagi
nasihat-nasihat dari kurun waktu 1889-1936 orang tidak perlu mengetahui
hasil-hasil karya Snouck selama tahun-tahun terdahulu. Sebaliknya, tahuntahun tersebut justru mempunyai arti penting yang mendasar. Misalnya,
Snouck, dalam kurun waktu di tanah Arab, telah sering mengadakan
hubungan dengan tokoh-tokoh berbangsa Indonesia yang berbakat yang
ternyata akan sangat penting bagi pekerjaannya sebagai penasihat di
kemudian hari. Di antara mereka termasuk antara lain Raden Abu Bakar
(Djajadiningrat) yang diajak berkenalan oleh Snouck di Jedah dan yang
atas nasihatnya diangkat menjadi penerjemah pada Konsulat Belanda di
sana. Adapun Raden Abu Bakar telah memberikan kepada Snouck, setelah
Snouck pulang ke negeri Belanda dari tanah Arab, keterangan-keterangan
XIV
tertulis yang panjang lebar tentang kehidupan sehari-hari dan berbagai
kebiasaan agama di Mekah. Di samping itu ia telah mengirimkan informasi
biografi mengenai beberapa ulama yang berasal dari Indonesia yang
memberi kuliah di Mekah. Dokumen-dokumen yang bersangkutan yang
menjadi sumber bagi Snouck dalam jilid kedua bukunya mengenai Mekah,
tetap disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden hingga hari ini sebagai
warisan Snouck Hurgronje. Seperti juga surat-surat yang ditulis Abu Bakar
kepada Snouck, dokumen itu pun semuanya ditulis dalam bahasa Arab.
Telaah tentang dokumen-dokumen berkenaan dengan Raden Abu Bakar
yang masih dapat ditemukan dalam arsip ini dan dalam arsip-arsip lain,
mampu memberikan sumbangan yang berharga bagi pengertian yang lebih
baik tentang peranan yang telah dimainkan oleh sarjana dari Jawa Barat
ini. Sementara itu pentinglah orang menyadari bahwa hubungan-hubungan
Snouck dengan Abu Bakar yang tetap bermukim di negeri Arab dan yang
meninggal pada tahun 1916 masih tetap juga berlanjut dalam kurun waktu
1889-1906. ^
Satu sebab lain mengapa tahun-tahun 80-an pantas mendapat lebih
banyak perhatian terletak pada fakta bahwa Snouck dalam kurun waktu
itu sudah menyampaikan beberapa nasihat kepada Menteri Daerah
Jajahan, terutama berkenaan dengan Aceh. Nasihat-nasihat ini, sebagai
percobaan-percobaan awal calon penasihat itu, tentu saja tidak dimuat
dalam edisi Gobée, namun patut juga mendapat tinjauan. Selain itu, pada
waktu tersebut terjadilah persiapan untuk keberangkatannya ke Indonesia
pada tahun 1889 serta penetapan instruksinya. Konsep mengenai instruksi
itu, yang dikarang oleh Snouck sendiri, telah dimuat sebagai dokumen no. 2
dalam edisi Gobée. Namun yang tidak terdapat dalam edisi tersebut ialah
sebuah dokumen penting yang mencerminkan pembahasan yang dilangsungkan mengenai instruksi tadi dalam pucuk pimpinan Pemerintah
Hindia Belanda tak lama sesudah kedatangan Snouck di Jawa. Beberapa
dokumen penting dari kurun tersebut akan mendapat perhatian dalam
bab I.
Nasihat-nasihat Snouck Hurgronje sama sekali tidak berdiri sendiri.
Sering nasihat-nasihat ini diberikannya atas dasar dokumen-dokumen yang
telah disampaikan kepadanya. Jika orang membaca konsep-konsep asli
dalam tulisan tangan Snouck sendiri yang menjadi dasar edisi Gobée, maka
tampak jelas bahwa dalam sangat banyak hal alinea pertama nasihatnasihat tersebut dihilangkan dalam terbitan tadi. Dalam alinea pertama
itulah Snouck sering mengacu pada nomor, tanggal, dan para penyusun
dokumen-dokumen yang telah disampaikan kepadanya untuk diberi
nasihat. Biasanya dosir-dosir yang disertai dengan nasihat-nasihatnya
dikembangkan kembali. Dengan kata lain, nasihat-nasihat Snouck, dalam
arti kata yang sebenarnya, semula merupakan bagian dari proses
Tentang Raden Abu Bakar bandingkanlah buku saya Snouck Hurgronje en de Islam (Snouck
Hurgronje dan Islam) serta kepustakaan yang ditambahkan berupa tulisan yang sudah dan yang
belum diterbitkan, di antaranya berbagai dokumen karya A.B.. Beberapa data biografi
pelengkapnya tentang A.B. ditemukan dalam surat-menyurat H. Djajadiningrat – C. Snouck
Hurgronje yang disimpan di KITLV (1105 H).
XV
pembentukan keputusan dalam administrasi negara di Hindia Belanda
melalui negeri Belanda. Menurut saya nyaris tidak diperlukan ulasan
bahwa nasihat-nasihat Snouck pun, sebagai dokumen kepegawaian, tidak
boleh dilihat terlepas dari dokumen-dokumen lain yang bersangkutan.
Meskipun begitu, Gobée, seperti telah dicatat tadi, dalam persentase yang
sangat tinggi di antara dokumen-dokumen yang diterbitkan olehnya, telah
memutuskan keterkaitan antara nasihat-nasihat Snouck dengan dokumendokumen lain. Ternyata ia menganggap alinea-alinea itu tidak seberapa
relevan, dan, berdasarkan penglihatannya, dapat dipahami dalam
pengertian tertentu. Bukankah Gobée di mana-mana ingin memberi
hormat kepada gurunya? Dia menganggap dirinya memiliki “hak istimewa
yang besar karena dapat mempersiapkan bagian yang penting ini dalam
karya hidupnya, karena itu kepadanya saya sangat berutang budi; satu
karya hidup yang penuh pengabdian serta merupakan kehormatan
negerinya.” Gobée terutama melihat naskah-naskah tersebut sebagai saksisaksi kepribadian Snouck Hurgronje yang tak ada taranya. “Saksi bagi
perjuangannya melawan metode-metode birokrasi; bagi keuletannya dan
keteguhan wataknya; bagi pengetahuannya yang mendalam tentang
paguyuban pribumi, kebiasaannya di samping rasa keadilan yang kuat,
perasaannya yang kuat akan apa yang menjadi hak penduduk serta
kebenciannya akan tindakan yang setengah-setengah; bagi sikapnya yang
tidak malu-malu; ketegasan dan keahliannya yang meliputi banyak bidang
serta daya kerjanya yang luar biasa.”2)
Dengan penyorotan demikian,
catatan-catatan yang kering dalam dokumen dan dosir dalam alinea-alinea
pertama nyaris terasa bagi Gobée sebagai unsur-unsur yang mengganggu
yang hanya dapat membelokkan perhatian dari hakikat hal yang
bersangkutan. Kini pada tahun 1989, setelah timbul jarak yang lebih jauh
dari zaman penjajahan dan setelah minat, termasuk minat terhadap
pribadi Snouck Hurgronje, berangsur-angsur mendapat sifat historis yang
lebih murni, sebaliknya dibuangnya konteks administratif kepegawaian oleh
Gobée, lama-kelamaan dianggap sebagai suatu kekurangan yang gawat.
Bukankah penilaian yang bertanggung jawab tentang nasihat-nasihat ini
nyaris tidak mungkin dilakukan di luar dokumen-dokumen yang terkait?
Tetapi justru cuplikan-cuplikan yang dapat membantu sang peneliti untuk
menemukan dokumen-dokumen yang bersangkutan, sering dihilangkan.
Misalnya dokumen No. 3, tertanggal Betawi, 18 Mei 1890, dalam naskah
aslinya dimulai dengan alinea berikut yang telah hilang, “Dengan
mengirim kembali kiriman surat dari Sekretaris Pertama Pemerintah
tertanggal 6 bulan ini,-Nomor 123, rahasia, yang saya terima dari Paduka
Tuan, kiriman surat tertanggal 14 bulan ini, No. 62, rahasia, maka dengan
segala hormat saya sampaikan hal yang berikut.” Sesudah itu tampillah
pembelaan Snouck agar tetap terkait dengan jabatan di Hindia. Namun,
seorang ahli sejarah agaknya ingin menelaah pembelaan ini berdasarkan
dokumen-dokumen yang disebut dalam alinea yang dihilangkan itu. Di
bawah ini berdasarkan satu kasus saja saya akan menggambarkan arti
Band. Gobée: Inleiding (Pengantar) khususnya 7 alinea terakhir
XVI
penting dokumen-dokumen kepegawaian di sekitar nasihat-nasihat Snouck.
Akan menjadi sumbangan ilmiah yang berharga sekali jika pada masa
yang akan datang, dalam satu telaah tersendiri, disusun sebuah edisi yang
justru berisi alinea-alinea yang dihilangkan oleh Gobée. Edisi ini harus
disertai keterangan-keterangan yang tepat tentang tempat-tempat di mana
dokumen dan dosir yang bersangkutan itu ditemukan sekarang, dalam
arsip-arsip di negeri Belanda dan Indonesia. Dari telaah semacam itu akan
memancar pengaruh yang sangat besar terhadap penelitian ilmiah yang
akan datang.
Satu catatan pinggir lagi harus dibuat terhadap edisi Gobée mengenai
caranya memilih nasihat-nasihat yang dianggapnya sesuai dalam edisi yang
dicetak. Di antara seluruh jumlah lebih kurang 1.400 nasihat terdapat kirakira 650 buah yang dimuat dalam edisi Gobée. “Lebih kurang 675 buah di
antara dokumen-dokumen yang tidak dimuat,” begitulah kata Gobée
dalam pengantarnya, “berkaitan dengan pokok-pokok yang tidak begitu
penting, misalnya surat-surat tentang usul pengangkatan para penghulu
(…), atau memuat ulangan dari nasihat-nasihat yang sudah diberikan –
dan dimuat – lebih dahulu.” Tetapi dari segi pandangan historis murni,
sulit ditetapkan bahwa semua usul untuk pengangkatan para penghulu
“tidak begitu penting”. Dua dokumen yang tidak diterbitkan di Kutaraja
dan Bandung justru berisi keterangan-keterangan yang berharga berkenaan
dengan rekan pembantu Snouck Hurgronje ini. Salah satu di antaranya
akan dicetak dalam bab III sebagai ilustrasi bagi arti penting historis agar
dokumen-dokumen yang oleh Gobée tidak disebut itu benar-benar
mungkin terdapat pada dokumen tersebut. Selain itu dari segi pandangan
historis pun hal itu merupakan cara kerja yang dapat dibantah jika
dokumen-dokumen dihilangkan dari naskah, hanya karena di dalamnya
terdapat “ulangan dari nasihat-nasihat yang sudah diberikan – dan dimuat
– lebih dahulu”. Bukankah justru karena dihilangkannya dokumendokumen itu kasus-kasus yang sama jumlahnya pun dihilangkan dari
pandangan peneliti? Tanpa penelitian yang lebih lanjut tentang kasus-kasus
itu tidak dapat dihilangkan kemungkinan bahwa sejumlah besar di
antaranya merupakan kasus-kasus yang secara historis lebih penting artinya
dibandingkan dengan masalah-masalah yang diacu oleh dokumen-dokumen
yang dimuat. Begitu pula pada tahun 1989 orang juga tidak mudah dapat
memahami cara yang digunakan oleh Gobee dalam menggarap Atjeh-Verslag
(Laporan Aceh). Dari Laporan Aceh itu telah dihilangkan bab A dan bab
B, “karena isi kedua bab itu sudah seluruhnya terolah dalam buku De
Atjèhers” (Manusia Aceh) seperti yang akan saya gambarkan dalam bab III
di bawah ini; pernyataan ini tidak seluruhnya tepat. Namun, andaikata hal
itu tepat, Gobée seharusnya menerbitkan Laporan Aceh itu secara integral
(menyeluruh) seperti yang menjadi soal di sini, yaitu salah satu di antara
dokumen-dokumen historis terpenting dalam Perang Aceh yang telah
memainkan peranan khusus dalam proses pembentukan keputusan
mengenai perang tersebut. Maka sebagai kesimpulan, saya ingin
mengadakan pembelaan agar dibuatlah satu ikhtisar yang merangkum
nasihat-nasihat yang tidak diterbitkan oleh Gobée, dengan menyebut
dokumen-dokumen dan dosir-dosir lainnya. Sementara itu hendaknya
XVII
orang jangan membatasi diri pada kumpulan konsepsi-konsepsi Snouck itu
sendiri (yang tersimpan di Perpustakaan Universitas di Leiden), melainkan
juga perlu mengadakan penelitian terhadap arsip-arsip di Den Haag dan
Jakarta.
Satu butir terakhir yang saya mintakan perhatian Anda yang
membaca nasihat-nasihat tersebut ialah pentingnya orang memahami
isinya dalam konteks zaman dan lingkungan penulisannya. Sebagai
penasihat, Snoucklah yang pertama menyapa aparat pemerintah. Banyak
di antara nasihatnya, sebagai dokumen kepegawaian internal, bersifat
rahasia. Kebijakan konkret sebagai hasil nasihatnya sering menyimpang
dari apa yang diarahkan Snouck. Salah satu sebabnya ialah “wawasan
yang silih berganti, bahkan terkadang sama sekali tidak ada, di antara
para penguasa bangsa Belanda dalam urusan politik terhadap Islam.”3)
Satu sebab lain – ini tak dapat disangsikan – ialah pendapat umum, baik di
negeri Belanda maupun di dalam paguyuban orang Belanda di daerah
bekas Hindia Belanda. Pendapat umum terlebih dahulu perlu dimatangkan
untuk menerima perubahan-perubahan yang dibela oleh Snouck dan
penasihat-penasihat lain. Terutama dengan memperhatikan hal itulah
Snouck Hurgronje berkali-kali, biasanya tanpa nama atau dengan memakai
berbagai nama samaran, telah menerbitkan karangan-karangan di dalam
pers kolonial yang sampai sekarang luput dari perhatian para peneliti. Di
samping itu oleh orang-orang lain, dalam karangan dan surat yang dikirim,
terkadang tindakan Snouck di Jawa dan di Aceh dibahas dengan ramai
sekali. Dalam buku yang saya kutip tadi telah dibicarakan sejumlah
bahasan tadi yang mengacu kepada pernikahan yang diadakannya pada
awal tahun 1890 di Ciamis dan yang mengacu pada metode yang
diikutinya dalam penelitiannya, padahal, seperti dikatakan lebih dahulu, ia
menyatakan diri sebagai seorang muslim. Dalam bab IV saya akan
memberikan perhatian pada sejumlah karangan dalam surat kabar De
Locomotief yang, kalau kita pertimbangkan isi dan gayanya, boleh dikatakan
berasal dari Snouck sendiri. Contoh-contoh yang terpilih ini dapat
mengilustrasikan arti penting penelitian sistematis terhadap pers kolonial
Belanda pada masa mendatang.
Jika diikhtisarkan secara ringkas komentar saya, berarti bahwa edisi
Gobée dapat digunakan dengan hasil baik sebagai titik tolak bagi penelitian
lebih lanjut di bidang Islamologi dan sejarah. Sebaliknya, edisi itu tidak
boleh dianggap sebagai penggambaran tetap atau “kanonik” terhadap
pikiran-pikiran Snouck tentang politik terhadap Islam, apalagi dipakai
sebagai sumber sejarah yang tuntas untuk menyimpulkan masalah politik
terhadap Islam yang sesungguhnya dilakukan oleh Pemerintah Kolonial
dalam kurun waktu yang bersangkutan. Di samping kepustakaan yang saya
sajikan pada akhir buku saya yang berjudul Snouck Hurgronje en de Islam,
maka, dalam telaah-telaah yang mudah-mudahan akan dapat diilhami oleh
G.F. Pijper, De Islampoliliek der Nederlandse Regeéring. Dalam karya H. Baudet dan J.J. Brugmans,
“Balans van Beleid. Terugblik op de Laatste Halve Eeuw van Nederlands-Indië” (Neraca
Kebijakan. Tinjauan mengenai setengah abad terakhir daerah Hindia Belanda). Assen: 1984,
cetakan kedua, 209-22.
XVIII
terbitan ulang Adviezen karya Snouck dalam bahasa Indonesia, yang dapat
juga digunakan dengan hasil yang baik sekali ialah pengantar kepustakaan
oleh BJ. Boland dan I. Farjon, pada buku Islam in Indonesia, A Bibliographical Survey i6oo-ig42 with Post-ig^j Addenda, terbitan KITLV di Leiden, tahun 1983.
Orang ini yang membawa imigran Yaman yang di Indonesia mengaku cucu nabi Muhammad SAW, nama aslinya: Snouck Hurgronje , LALU GANTI NAMA ABDUL GHOFUR dan mengaku HABIB PUTIH.