Pendiri NU itu Kiai Pesantren
oleh : Hamdan Suhaemi
Kejahatan manusia bukan hanya tindakan kejahatan pidana murni yang merugikan manusia lainnya, tetapi memalsukan dan membelokkan sejarah juga termasuk kejahatan luar biasa yang dilakukan oleh manusia abad ini. Sadar atau tidak sadar kini tengah memasuki fase pembelokan sejarah yang merusak peradaban Nusantara kita.
Memalsukan nasab, menghilangkan jejak sejarah seseorang, memutarbalikkan fakta sejarah, membelokkan narasi sejarah, dan juga mencantumkan nama dalam nasab seseorang yang bukan senasab, semua ini bentuk-bentuk tindakan kejahatan yang luar biasa dilakukan oleh beberapa oknum Ba’Alawi yang sampai hari ini tidak berupaya meminta maaf atas perbuatannya itu.
Belakangan sejarah NU dipalsukan oleh oknum habib dengan mencantumkan beberapa nama habaib yang disebut ikut mendirikan jam’iyah Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926. Ini sungguh kejahatan atas sejarah bangsa yang begitu mudah dilakukan oleh mereka.
Faktanya sejak tahun 1914 hingga tahun 1922 awal berkumpulnya para kiai se-Jawa Tengah dan Jawa Timur berjumlah 66 orang yang sowan ke Syaikhona Kholil Bangkalan Madura itu semuanya kiai-kiai pengasuh pesantren dan tidak ada habaib di dalamnya. Begitupun pada tahun 1924 ketika Syaikhona Kholil menerima keluhan para kiai pesantren tidak terdapat habaib di dalamnya, hingga kemudian mengutus santri Bangkalan Raden As’ad Syamsul Arifin untuk menyampaikan amanat Syaikhona Kholil kepada muridnya di Tebuireng yang saat itu masyhur sebagai ulama besar tanah Jawa yaitu Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Pada 1924 awal inisiasi kedua tokoh ulama besar dalam mendirikan jam’iyah yang kemudian dinamakan Nahdlatul Ulama, dan faktanya tidak ada peran habaib di dalam awal-awal inisiasi pendirian organisasi jam’iyah ulama tersebut.
Mari kita lihat catatan terkait latar belakang pendirian NU dan peranan Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy’ari dalam situasi Islamic revivalism dan era pertumbuhan proto Nasionalism dalam buku History of Indonesia in the twentieth Century karya Prof. Bernhard Dahm, kita bisa lihat pula buku yang ditulis oleh H.J. Benda yaitu The Crescent and The Rising Sun, Indonesian Islam under The Japanesse Occupation of Java yang menggambarkan perlawanan intelektual Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy’ari dalam membendung pengaruh sekolah Belanda akibat kebijakan politik etis kolonial Belanda.
Dalam 2 buku tersebut tidak sama sekali mencatatkan peran habaib di dalam kancah Islamic revivalism dan Proto Nasionalism di awal abad 20 silam. Itu menjelaskan tentang latar belakang pendirian NU, pengaruh Kiai-kiai pesantren di awal abad 20 Masehi, sikap anti penjajahan, dan bentuk perlawanan massif yang dilakukan para kiai pesantren.
Kita juga bisa lihat buku KH. Wahab Hasbullah Bapak Pendiri NU, karya KH.Saepudin Zuhri, tidak satu pun catatannya menulis keterlibatan habaib di dalam pendirian jam’iyah Nahdlatul ulama. Lihat pula manuskrip struktur HB NO 1926 yang tidak ada habaib di dalam struktur tersebut. Semua di dalam struktur HB NO itu hanya para Kiai pengasuh Pesantren di Jawa, dan rata rata murid Syaikh Nawawi al-Bantani.
Kalimat akhir, tulisan ini merupakan bantahan atas klaim Bahar Smith terkait ada peran habib dalam pendirian NU. Kesimpulannya tidak ada peran habaib di dalam pendirian jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Serang 12 Januari 2024