Ketika santri berebut mencium tangan Kiai, mereka berharap berkah dari beliau. Apakah itu salah? Sama sekali tidak. At-Tabarruk atau berharap berkah artinya : berharap tambah dan berlipatnya nilai ibadah. Bertabarruk bukan menyembah. Tolong Pahami itu.
Dalam Al-Qur’an, konsep tabarruk telah ada, seperti tertuang dalam Surat Al Baqoroh ayat 125 :
وَاتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
“Kenapa sholat di Maqam Ibrahim?” Ini ada unsur tabarruk.
Begitu juga dalam Surat Yusuf ayat 93 dan 96:
اذْهَبُواْ بِقَمِيصِي هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا
فَلَمَّا أَن جَاء الْبَشِيرُ أَلْقَاهُ عَلَى وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيرًا
“Kenapa baju Nabi Yusuf yang dijadikan sebagai pelantara kesembuhan Mata Nabi Ya’qub?” Ini juga Tabarruk.
Dalam Hadits Rasulullah Riwayat Muslim (1305) konsep tabarruk tertuang ketika Rasulullah membiarkan rambut mulianya dimiliki oleh para sahabat.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَتَى مِنًى فَأَتَى الْجَمْرَةَ فَرَمَاهَا ثُمَّ أَتَى مَنْزِلَهُ بِمِنًى وَنَحَرَ ثُمَّ قَالَ لِلْحَلاَّقِ « خُذْ ». وَأَشَارَ إِلَى جَانِبِهِ الأَيْمَنِ ثُمَّ الأَيْسَرِ ثُمَّ جَعَلَ يُعْطِيهِ النَّاسَ.
“Kenapa Rasulullah membiarkan rambut beliau dibagi-bagikan kepada para sahabat?” Karena Beliau meridloi tabarruk.
Kenapa ketika perang Yarmuk, Kholid bingung mencari pecinya padahal bisa saja ia memakai peci yang lain atau peci apa saja? Karena dalam pecinya ada rambut Rasulullah yang beliau cukur saat berumroh, dan tidak ada satupun peperangan yang ia hadiri dengan memakai peci itu kecuali Allah memberikan kemenangan kepada umat islam. Inilah tabarruk.
Ada sebuah sumur di Madinah yang bernama sumur Bidla’ah. Nabi pernah meludahi air dalam sumur ini, sehingga setiap melewati sumur ini, Muslimin hampir pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan meminum airnya. Tabarruk juga ini namanya.
(Majma’ Az Zawa’id Wa Manba’ Al Fawa’id, Nuruddin Ali bin Abi Bakar Al Haitsamy)
Belum lagi riwayat Imam Bukhari tentang bagaimana para sahabat ketika tangannya berhasil menangkap dahak Rasulullah, ia mengusapkan keseluruh tubuhnya. Ketika Rasulullah berwudlu, para sahabat hampir seperti akan berperang hanya karena berebut sisa air wudlu Beliau. Semua itu dalam konsep Tabarruk bukan?
Mungkin kalian akan berkata : “Ah, itukan kepada Rasulullah. Kalau selain Rasulullah beda dong? gak boleh dong?
Oke, coba perhatikan yang berikut :
Seorang Abdurrahman bin Razin (Tabi’in) bergegas mencium tangan Sahabat Salamah bin Akwa’ berharap keberkahan dari tangan yang pernah bersentuhan dengan Rasulullah.
Begitu pula alasan Tsabit Al-Bunani (Tabi’in), ketika ia mencium tangan Sahabat Anas bin Malik setelah bertanya : “Apakah engkau menyentuh Rasulullah dengan tangan ini?” dan Sahabat Anas menjawab : “Ya”.
Abu Aliyah, seorang ulama Salaf, mencium dan mengusap-usapkan apel pemberian sahabat Anas karena menganggap apel itu telah dipegang oleh tangan yang pernah menyentuh Rasulullah. Semua dengan alasan tabarruk lho.
Kalian akan membantah lagi : “Loh, itu kan masih ada hubungannya dengan Rasulullah. Pasti beda dong kalau tanpa ada hubungannya dengan beliau”
Eits, jangan ambil kesimpulan terburu-buru dong, emang terbiasa begitu kalian ya…. Perhatikan yang berikut ini dulu :
Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah pernah mencium tangan dan kedua kaki pamannya Sahabat Abbas. Ketika bertemu, Imam Muslim mencium wajah gurunya -Imam Bukhari- di antara kedua mata beliau, lalu meminta restu agar beliau dapat mencium kedua kaki gurunya itu.
Apa alasannya? Tabarruk.
Bahkan, Rasulullah pernah bertabarruk kepada kaum muslimin. Dalam sebuah kitab yang bernama Al Jami’ As Shoghir Wa Ziyadatih (Al Fath Al Kabir) yang ditulis oleh Muhammad Nashiruddin Al Albani (pasti kalian kenal dong beliau itu siapa) tertulis sebagai berikut :
“كان يبعث إلى المطاهر فيؤتى بالماء فيشربه , يرجو بركة أيدي المسلمين”
Bahwa Rasulullah meminum air dari tempat bersucinya para muslimin seraya berharap keberkahan mereka.
Disebuah kesempatan Rasulullah jelas tidak suka para sahabat mengambil air dari sumur Kaum Tsamud lalu memerintahkan mereka mengambil air dari sumur yang pernah diminum airnya oleh unta Nabi Sholeh. Hal ini tertuang dalam Hadits berikut :
عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ أَخْبَرَهُ أَنَّ النَّاسَ نَزَلُوا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى الْحِجْرِ أَرْضِ ثَمُودَ فَاسْتَقَوْا مِنْ آبَارِهَا وَعَجَنُوا بِهِ الْعَجِينَ فَأَمَرَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُهَرِيقُوا مَا اسْتَقَوْا وَيَعْلِفُوا الإِبِلَ الْعَجِينَ وَأَمَرَهُمْ أَنْ يَسْتَقُوا مِنَ الْبِئْرِ الَّتِى كَانَتْ تَرِدُهَا النَّاقَةُ.
Jadi, saudaraku sesama muslim yang terhormat”.
Bertabarruk itu boleh kok, bertabarruk itu dianjurkan kok. Jadi kalau kalian tidak menemukan referensi tentang itu. Please deh, jangan terus kalian anggap amaliah kami salah, syirik dan lain sebagainya.
Kami lho, memaklumi kalau kalian begitu dibatasi dengan literasi dan pemahaman yang mudah dan instan tanpa penggalian lebih dalam ala santri, karena kalian tidak akan mampu seperti santri yang mau mengenyam pendidikan lebih lama guna bertafaqquh fid diin.
Oh iya, ada ya kopi sampai bernilai jual tinggi karena ada unsur tabarruk? Kalau ada, emang kalian gak setuju ya?
Lalu, Kenapa ya, di Negeri Wahabi ada sebuah gedung mewah dan megah yang didedikasikan untuk Syekh Utsaimin dan bahkan menganggap “keramat” pena yang terakhir beliau pakai sebelum beliau meninggal lalu menyimpannya dengan sistem keamanan tinggi bak menyimpan berlian bernilai triliunan rupiah?
Hm, sudahlah, emang kalian begitu sih.