Penolakan Metode Test DNA Dalam Pembuktian Validasi Nasab Nabi

Penolakan Metode Test DNA Dalam Pembuktian Validasi Nasab Nabi
Oleh: KRT. Faqih Wirahadiningrat

Sebagaimana kita ketahui mengaku nasab kepada Nabi, bisa dilakukan dengan 3 hal :

1. Memiliki data internal keluarganya, pencatatan silsilah keturunan (nasab).

2. Diakuinya catatan tersebut secara internasional oleh Majelis Naqobatul Asyrof (lembaga pencatat keturunan Nabi) secara internasional, terutama dari negara asal leluhurnya.
Tentu saja para Naqib, memiliki database dan referensi, baik kitab atau manuskrip yang menjadi acuan serta disepakati bersama.

3. Diperkuat dengan uji test DNA, demi mengetahui jalurnya melalui siapa. Apakah dari jalur Al Hasani ataukah Al Husaini, keturunan garis lurus laki-laki ataukah bukan. Hal ini dilakukan oleh beberapa Naqobah yang bergengsi, misalnya Naqobah Kerajaan Yordania. Demi untuk kehati-hatian menghindari para pemalsu nasab.

Ketika sekian lama menunggu, akhirnya dari Keluarga Bani Alawi bin Ubaidillah, muncul seorang figur yang tampil untuk menanggapi Uji Genetika Test DNA untuk validasi Nasab Nabi. Ulasannya bisa dilihat pada channel Youtube : https://youtu.be/6_QA0B1EePQ.

Awalnya sebagai seorang PEMERHATI, diliputi rasa suka-cita, karena segalanya akan menjadi lebih jelas dan nyata.

Namun, ternyata berakhir dengan kekecewaan dan anti klimaks. Hal ini dikarenakan :

1. Yang ditampilkan bukan seorang pakar spesialis GENETIKA, namun bila tidak salah, ternyata bidangnya TEKNOLOGI KOMUNIKASI atau terkait juga dengan Informatika. Jadi masih sebatas semacam PEMERHATI atau komentator.

Padahal ketika diawal moderator mencoba menggiring kepada hasil penelitian seorang Ilmuwan Genetika Indonesia yang memuat hasil test DNA seorang Bani Alawi yang ras Arab-nya cuman 3%. Dan pemateri juga sempat mempertanyakan Sang Ilmuwan dengan referensi databasenya. Artinya sebenarnya ini akan jadi diskursus menarik bila Ilmuwan pakar genetika disanggah sesama pakarnya, namun ternyata tidak terjadi. Pun demikian, publik berharap di masa depan Sang Ilmuwan turun gunung memberikan analisis genetikanya sebagai pembelaan kepakarannya. Dan secara komprehensif juga sebagai edukasi kepada publik yang tidak mensepakatinya. Kalo penulis tidak salah, mungkin yang dimaksud moderator adalah Prof. HERAWATI SOEDOYO, yang pernah melakukan penelitian beberapa manusia Indonesia untuk diteliti asal-usul rasnya (https://m.antaranews.com/berita/1113418/najwa-shihab-punya-10-fragmen-dna-dari-10-moyang-berbeda).

2. Harapan akan diulas secara ilmiah, baik misalnya mendukung atau menolak, yang terjadi hanyalah kesimpulan secara dangkal bahkan cenderung menyesatkan.

Penulis akan mencoba menanggapi hal tersebut di bagian berikutnya.

3. Ekspektasi untuk mengakhiri polemik dengan tindakan nyata pasca pemaparan, akhirnya berakhir dengan kekecewaan.

Misal menyiapkan gugatan atau somasi atas unggahan dari seluruh situs perusahaan Uji Genetika yang tidak memasukkan Bani Alawi sebagai bagian dari Bani Hasyim. Atau langsung menjawab keraguan publik, bahwa dirinya atau para Habaib Bani Alawi imigran Yaman ini sudah mendapat Isbat Internasioal, dengan langsung menampilkan SYAHADAH NASAB-nya juga tidak terjadi. Minimal seperti pencerahan yang dilakukan misalnya oleh Syarif Zulfikar Basyaiban Al Idrisi Al Hasani. Dimana tanpa banyak narasi tapi langsung bukti, mendisplay syahadah-syahadah Nasabnya dari banyak Naqobah Saadatul Asyrof dari berbagai negara.

Dan itu tidak terjadi. Yang ada hanyalah argumentasi & sanggahan untuk menguatkan klaim Bani Alawi yang selama ini mengaku sudah sangat shohih sebagai keturunan Nabi. Publik pun akhirnya hanya mendapat cerita tanpa fakta.

Sebagaimana kita ketahui mengaku nasab kepada Nabi, bisa dilakukan dengan 3 hal :

Memiliki data internal keluarganya, pencatatan silsilah keturunan (nasab).
Diakuinya catatan tersebut secara internasional oleh Majelis Naqobatul Asyrof (lembaga pencatat keturunan Nabi) secara internasional, terutama dari negara asal leluhurnya.
Tentu saja para Naqib, memiliki database dan referensi, baik kitab atau manuskrip yang menjadi acuan serta disepakati bersama.
Diperkuat dengan uji test DNA, demi mengetahui jalurnya melalui siapa. Apakah dari jalur Al Hasani ataukah Al Husaini, keturunan garis lurus laki-laki ataukah bukan. Hal ini dilakukan oleh beberapa Naqobah yang bergengsi, misalnya Naqobah Kerajaan Yordania. Demi untuk kehati-hatian menghindari para pemalsu nasab.
Ketika penulis mulai menggaungkan uji DNA sebagai salah satu validasi bagi mereka yang mengklaim sebagai Keturunan Nabi sekitar hampir 2 tahun ini. Maka seketika opini langsung terbelah menjadi 2 kelompok :

Mereka yang MENOLAK, dan tetap bersikukuh tidak perlu, dan dengan klaim tidak ada kaidahnya dalam Islam. Bahkan disertai klaim bahwa nasabnya sudah shohih, dan cukup di-itsbat oleh Lembaga Pencatatan Keluarganya sendiri. Dan Lembaga tersebut sebagai yang paling valid dalam mencatat nasab keturunan Nabi seluruh dunia.

Sungguh luar biasa gegabah dan sombong klaimnya.

Padahal hanya lembaga lokal, dalam negeri saja dan tidak ada kerjasama dengan Naqobah di negara maupun, termasuk negeri asal leluhurnya. Pendeknya, Nabi itu dari Jazirah Arab, keturunannya pun awalnya menyebar di Timur-Tengah, namun isbatnya cukup di Jakarta.

Bisa jadi, Srimulat pun kalah lucu dengan logika demikian.
Mereka yang MENERIMA, dan berusaha tertib untuk mematuhi ketiga kaidah tersebut diatas.

Artinya, menggali data internal keluarganya, lalu mengajukan isbat internasional terutama ke negara asal leluhurnya, dan dengan bergembira mengajukan wakil-wakil dari keluarganya untuk maju test DNA.

Tentunya PUBLIK dengan akal sehat, bisa menilai sendiri mana yang layak diapresiasi dan dipercaya dari kedua golongan tersebut diatas.

Baiklah, kembali kepada ulasan dari pemateri dari Ba’alawi diatas, ada banyak poin yang bisa ditanggapi, yaitu sebagai berikut :
Statemen terkait METODE yang disepakati para ahli nasab, yaitu :

Syuhroh wal Istifadah (keterkenalan dan ketersebaran).

Dengan tidak tercatatnya kabilah ini dalam sensus Keluarga Nabi oleh Penguasa Yaman pada abad 7H, menjadi pertanyaan besar tentang keterkenalan kabilah ini.
Sementara, kalo ketersebaran, jauh lebih massif etnis Cina atau bangsa bule, tapi tidak perlu ada yang ngaku jadi cucu Nabi.
Adanya catatan baik kitab atau manuskrip (mathbu’ wal makhtut).

Apakah kekosongan sekitar 5,5 Abad Nasab Ba’alawi yang miskin pengakuan dari kitab nasab primer tidak bisa dijadikan autokritik? (penelitian Kyai Imaduddin Utsman https://www.nahdlatululum.com/pengakuan-para-habib-sebagai-keturunan-nabi-belum-terbukti-secara-ilmiyah/).

Hingga tulisan ini dibuat belum ada bantahan yang memadai, atau dilayaninya tantangan terbuka dari Sang Kyai oleh para Habaib Ba’alawi.
Sejarah, Arkeologi, Riwayat, Makam, Kajian Antropolgi, dan lain-lain.

Semua jejak tulisan dan periwayatan Ba’alawi terkait nasab mereka tersambung kepada ahlil bait Nabi, relatif muncul sekitar beberapa abad pasca seseorang yang diklaim datuknya bernama Sayyid Ahmad bin Isa hijrah ke Hadramaut. Artinya ada kekosongan periwayatan dan ketidaksinambungan dari abad ke abad. Maka semua kajian yang bersifat sekunder, menjadi perlu diragukan manakala kajian primernya pada point ke-2 diatas masih belum terang-benderang.
Taqrir Ulama selama berabad-abad, bahkan klaim Sadah Ba’alawi ini sangat dominan dan jadi Naqib Asyrof di Hijaz, dan lain-lain. Sungguh penulis kaget dengan klaim ini, harusnya pemateri menyampaikan siapa B’alawi yang jadi Naqib selama berabad-abad itu, apalagi di Hijaz segala. Sedangkan di Yaman saja miskin pengakuan dari penguasanya di abad ke-7 H.

Dalam kitab Istizadah, halaman 1093, yang disusun oleh Habib Ali bin Muhsin, cucu Mufti Hadramaut Abdurrahman bin Ubaidillah Assegaf, disebutkan bahwa Ba’alawi pernah ditakzir/hukum cambuk, oleh Syarif Aun Al Hasani. Sebab dianggap tidak sekufu berani menikahi putri dari Keluarga Syarif Mekkah yang ahlil bait Nabi. Bahkan dilarang memakai gelar Sayyid/Syarif.
Kapasitas keilmuan yang mumpuni.

Sayyid Ahmad bin Isa Arrumi, adalah Muhaddits, dan ada riwayat Hadits oleh Abdullah bin Ahmad bin Isa.

Ini juga menjadi pertanyaan besar, karena belum ada kajian yang menyebutkan secara jelas apa karya Sayyid Ahmad ini dalam bidang keagamaan, justru beliau lebih terkenal dengan julukan Annafath, karena pengusaha di bidang minyak tanah. Juga nama Abdullah ini sebagai putranya masih kontroversi, dan sekarang tiba-tiba jadi perawi Hadits.

Kalo ini dijadikan alasan untuk mengakui nasab Nabi, maka 4 Imam Madzhab Sunni, dan 6 penyusun Kitab Hadits, serta Hujjatul Islam Imam Ghozali, lebih dari pantas untuk jadi cucu Nabi bila dilihat dari karya & kapasitas ilmu agamanya.
Sekali lagi, ini suatu kekeliruan besar, menyandarkan kapasitas keilmuan dan maqom kewalian, dengan nasab seseorang. Yang lain bisa diupayakan, namun nasab mutlak takdir dari-Nya. Dan sangat banyak mereka yang bernasab mulia, karena malas & ahli maksiat malah lebih hina dari orang awam yang bertaqwa.

Statemen bahwa kasus meragukan nasab Nabi ini bukan hal baru, bahkan pernah terjadi di kabilah yang masyhur sebagai keturunan Nabi :

Tanggapan dari hal ini adalah, mereka yang disebut misal nasab Syekh Abdul Qadir Jilani. Memang ada perdebatan diawal-awal abad penisbatan mereka. Untuk Nasab Al Jilani oleh Ibnu Inabah, namun tetap tidak menutup peluang beliau jadi ahlil bait Nabi, karena dari jalur ibunya terkonfirmasi kuat nasabnya juga dari ahlil bait Nabi. Dan sesuai kesepaktan Ahli Nasab Dunia, tetap dari garis ibupun diakui sebagai ahlil bait Nabi, bukan dianggap putus, karena Islam juga sangat memuliakan perempuan.

Dan pada akhirnya, seluruh nama yang disebut tersebut mendapatkan pengakuan setelah ditinjau dari berbagai sudut. Artinya keluar syahadah nasabnya dari Naqobah Dunia.

Sementara Ba’alawi?!? Semoga ada.

Tidak ada ahli nasab yang menolak nasab Ba’alawi dari jaman dulu hingga abad 20 (menit 12:37)

Kalo nasab tidak tercatat di kitab primer selama 5,5 abad dianggap sebagai sebuah penolakan, maka rasanya perlu diusulkan dari Indonesia untuk maju minta fatwa dan penegasan dari Majelis Naqib Dunia terkait Nasab Ba’alawi. Dan apabila peringatan dari Sayyid Ali Atthonthowi Mesir di tahun 1980-an, atau dari para Naqib Dunia yang sejauh ini tidak pernah berani mengeluarkan isbath nasab Ba’alawi secara resmi, dianggap bukan penolakan, maka ini suatu ‘kecerdasan’ yang layak dilestarikan.

Harapan publik sederhana : “Tunjukkan syahadah nasab resmi dari negeri asal leluhur, terutama Iraq, dan mari akhiri semua polemik demi damainya NKRI ini !”

YANG PALING POKOK, PENOLAKAN ATAS VALIDITAS TEST DNA DALAM MENENTUKAN NASAB :

Test DNA dianggap gagal dalam kajian penentuan beberapa kabilah, termasuk Yahudi Cohanim ataupun beberapa kabilah yang dianggap terjaga silsilah nasabnya.

Tanggapan dari penulis sederhana :

Apabila ada uji DNA yang itu secara mayoritas ternyata menemukan pola, dan secara minoritas ada ketidaksesuaian. Maka apakah layak yang minoritas ini dianggap menjadi kegagalan seluruhnya termasuk yang mayoritas.
Misal kita punya garis keturunan laki-laki sejumlah 100 cicit laki2. Lalu dari 100 cicit itu test DNA, dan menemukan 99 orang ada kedekatan sebagai kerabat, sementara 1 orang melenceng jauh. Apakah yang kita curiga 99 orang atau 1 orang tersebut?

Memang berbasis statistik, tapi jelas statistik pun ada disiplin ilmunya yang syah jadi tolok ukur rasional.
Bukankah sangat mungkin kenapa 1 orang yang melenceng tersebut, bisa saja dari hasil hubungan gelap dari orang lain, atau bayi yang tertukar atau faktor lain yang bisa saja terjadi tanpa kita ketahui. Karena sejak membuat bayinya sampai persalinan, hingga sebelum ditest DNA kita tidak mungkin menjadi saksi terus menerus, melainkan Tuhan sendiri yang jadi saksi-Nya.
Justru dengan test DNA itulah akan dapat bercerita banyak, tentang siapa sebenarnya orang-orang yang ada di sekitar kita. Karena catatan manusia bisa saja dimanipulasi, tapi catatan Tuhan dalam diri kita akan menceritakan siapakah sesungguhnya jati diri kita.
Mengkritik ketidakakuratan penentuan ras dalam hasil uji autosomal DNA.

Tanggapan penulis :

Berkaitan dengan penentuan ras, tentu saja terkait dengan database.
Database yang dimaksud misal, dengan bentuk mata sipit menyudut khas, maka identik dengan ras Mongoloid. Dan gen-gen yang terkait untuk bentuk mata itu misal ada di kromosom sekian, deretan kesekian dengan susunan nukleotida (ATGC) tertentu pula. Nah, jadilah database, misal nanti ada uji yang susunan gennya spt itu maka digolongkan ras Mongoloid. Tentu saja tidak sesederhana ini, ada kaidah yang tentu lebih detil dan akademik, namun analogi ini semoga bisa memberikan penjelasan.
Dengan metode seperti ini, akan menjadi database serta penentuan peta migrasi leluhur kira-kira pernah menjelajahi sudut bumi mana saja sesuai jejak ras yang tersebar di muka bumi tersebut. Dan sekitar abad keberapa atau generasi ke berapa.
Database ini memiliki sudut pandang dari masing-masing Ilmuwan. Dan ini layak dihormati, bukan dinegasikan. Karena setiap ilmu pengetahuan pasti berkembang, dari yang mitos menjadi rasional, dari yang tidak terukur akan semakin bisa ditingkatkan akurasinya.
Sebagaimana perdebatan geosentris & heliosentris yang terjadi di abad-abad silam, akhirnya yang lebih rasional, akan memenangkan peradaban. Dan kini waktu edar bumi mengitari marahari, jarak serta intensitas cahanyanya sudah bisa diukur dengan akurat, termasuk kapan gerhana, dan lain sebagainya.

Mencoba menggiring opini publik bahwa test DNA ini agenda kapitalisasi dari Yahudi.

Tidak salah bila mengaitkan banyak hal dengan Yahudi, karena harus diakui mereka begitu brilian di banyak bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun semua hal memiliki kode etiknya sendiri, termasuk disiplin ilmu manapun. Mencoba curang tentu banyak mata dan akal sehat ikut mengawalnya. Justru bila tidak ingin dikapitalisasi suatu kelompok, maka buatlah sistem sendiri agar keluar dari hegemoni tersebut. Ini dilakukan juga oleh beberapa negara atau bahkan Naqobah untuk menerapkan test DNA mandiri tanpa harus tergantung kepada laboratorium milik orang Yahudi.

“Omong-omong kapan nih, para habib Ba’alawi siap maju test DNA di Naqobah Yordan?”

Semoga hasilnya ada kesamaan dengan para Asyrof Yordan.

Secara tegas dan lugas, menyatakan bahwa TEST DNA tidak bisa dijadikan alat validasi keturunan Nabi.

Pada sekitar menit 22:40, pemateri dengan tegas mengatakan NO, bahwa test DNA tidak bisa dijadikan alat uji menentukan ketersambungan nasab Nabi. Dan ini sebenarnya boleh dan syah berpendapat demikian. Sebagaimana juga syah dan sangat boleh orang meyakini nasab Nabi bisa dideteksi dengan test DNA.
Mari kita lihat dasar asumsi apa sehingga berani berpendapat NO tersebut. Mengutip David Balding, seorang profesor statistical genetic dari Melbourne, bahwa kita tidak boleh menggunakan hasil test DNA tanpa pendukung yang lain misal sejarah. Adalah benar ungkapan ini.

Karena itulah para sadah yang terdiri banyak kabilah berbagai negara juga test DNA. untuk memperjelas sejarah dan hasil isbat, syahadah nasab mereka. Artinya tetap berbasis data keluarga yang sanadnya tidak kontroversial, lalu ada syahadah nasab dan diperkuat test DNA.

Maka bila Ba’alawi bilang NO itu wajar, karena klaim nasabnya hanya sepihak dan belum dapat syahadah nasab dari Naqobah Dunia. Ini tentu saja kita tidak perlu bicara hasil test DNA mereka yang melenceng dari pola mayoritas, dimana haplogroupnya G2, bukan J1. Lebih baik bilang NO, daripada diskusi untuk sesuatu yang sudah jelas hasilnya.
Ada komentar yang berbasis jurnal ilmiah menyatakan bahwa kromosom Y tidak akurat jadi tolok ukur penentuan garis paternal. Karena lebih cepat bermutasi : https://www.nytimes.com/2010/01/14/science/14gene.html.

Sebenarnya ini PENYESATAN. Karena artikel tersebut berkaitan dengan teori bahwa kelak kromosom Y laki-laki akan punah karena banyak faktor. Teori ini sejalan dengan artikel lain : https://www.google.com/amp/s/theconversation.com/amp/kromosom-y-menghilang-apakah-laki-laki-akan-punah-90622. Namun terori ini bukan untuk jangka waktu ribuan tahun, namun jutaan tahun yang akan datang. Artinya sebagai teori ini masih akan lama terjadi kepunahan tersebut. Dan ketiadaan kromosom Y akan diatasi oleh beberapa kromosom autosomal yang mampu menghasilkan gen maskulinitas sendiri tanpa bantuan kromosom Y. Ini konteksnya bukan untuk uji garis keturunan laki-laki melalui deteksi Kromosm Y. Melainkan daya tahan kromosom Y yang sangat kecil tersebut dalam bertahan hidup menghadapi ‘ganasnya’ kromosom X pasangannya yang jauh lebih besar (meminjam analogi Matt Ridley dalam GENOM).

Justru para ahli genetika sepakat bahwa Kromosom Y lebih stabil dan terdeteksi lebih jelas untuk menentukan garis keturunan laki-laki. Karena seorang pria menerima kromosom Y dari bapaknya, bapaknya dari kakeknya demikian seterusnya. Sementara kita menerima kromosom X dari ibu kita, yang mana itu merupakan kombinasi dari ayah dan ibunya.

(https://www.sciencedirect.com/topics/neuroscience/x-chromosome, pelajari gambar bagaimana seorang anak laki-laki dan perempuan tersusun dari kromosm X mauun Y ayah-ibu dan kakek-neneknya).
Adanya mutasi yang bisa mempemgaruhi misalkan lingkumgan, makanan, faktor ibu, dan lain sebagainya.

Mulanya penulis berharap akan mendapat pencerahan terkait jenis-jenis mutasi, apakah mutasi gen atau kromosom. Ataukah jenis-jenisnya, misalnya delesi dan insersi. Dan penyebabnya spontan ataukah induksi. Bahkan akan mengulas KONSTANTA LAJU MUTASI pada kromosom Y misalnya.

Namun yg diambil contoh adalah kasus mutasi gen akibat minum susu terus-menerus, Lacto Tollerant.

Intinya makanan bisa menjadi penyebab mutasi genetika.

Ini benar untuk satu sisi, bahwa tubuh akan beradaptasi dengan lingkungan atau makanan yang terus menerus masuk dalam tubuh kita. Misal kornea mata yang mengalami sedikit penerimaan cahaya, lama kelamaan warnanya akan memucat. Itulah kenapa mata coklat, hingga biru muncul di daerah yg subtropik hingga kutub.

Dan ini terjadi dlm waktu yang tidak sebentar. Juga bagaimana tubuh beradaptasi agar di usia tertentu tidak sakit perut misal menkonsumsi banyak susu, seperti kasus di New Zealand sebagai penghasil susu, maka masyarakatnya meminum susu dalam konsumsi yang banyak, berlimpah dan harian.

Tapi yang bermutasi ini organ pencernaan yang berusaha adaptif agar tidak sakit menerima asuhan susu terus-menerus. Bukan akan merubah kromosom X atau Y sekaligus. Sehingga uji DNA akan melenceng dari garis leluhurnya.
https://www.sciencelearn.org.nz/resources/2016-genes-and-lactose-intolerance
Yang paling fatal adalah ambigu, mengakui bahwa test DNA sangat akurat dan valid untuk uji paternity test, pembuktian pelaku kriminal, menelusuri korban bencana alam atau perang, dan kepentingan imigrasi. Artinya untuk uji jangka pendek sangat akurat, namun untuk menelusuri jejak leluhur yang ribuan tahun sangat diragukan akurasinya.

Baiklah sebelum diberi artikel pembanding kita bermain akal sehat.

Akurasi untuk menentukan hubungan ayah dengan putranya adalah 99,99%. Lalu anak dengan cucu juga 99,99%, demikian seterusnya ke bawah (https://thednatests.com/what-does-99-99-mean-on-a-dna-test/).

Kira-dalam 40 generasi, mungkinkah jadi berkurang jauh pergeseran keakuratannya?

Silahkan dijawab dengan logika waras, dan inilah artikel pendukungnya : https://www.xcode.life/dna-and-ancestry/y-dna-test-haplotype/ (menerangkan mutasi kromosom Y sangat jarang terjadi dan dapat menelusuri garis laki-laki hingga ribuan tahun sebelumnya).
SISI POSITIF DARI PEMATERI YANG LAYAK DIJADIKAN PESAN KEBAJIKAN :

Namun penulis harus jujur dan menyampaikan apresiasi kepada pemateri dari Ba’aalawi, tetap banyak hal positif yang harus menjadi catatan :

Memberikan dampak/efek yang sangat baik bagi negara, untuk tidak tinggal diam lagi. Karena sudah mulai berwacana di banyak bidang, tidak saja tinjauan kitab nasab, tapi juga mengarah kepada ilmu sains terutama genetika. Apabila tidak segera hadir, dikhawatirkan ketinggalan kereta bagi stabilitas di kalangan ummat Islam.
Pemateri sangat santun dan berlaku ilmiah, dimana setiap argumentasi dengan data ilmiah. Seandainya pendidikan, ilmu, adab dan maqom mulia bisa merubah nasab seseorang secara biologis, maka manusia-manusia berkualitas lebih layak jadi cucu Nabi SAW, daripada yang cucu asli tapi jauh dari Cahaya Kenabian.
Banyak pesan mulia dari yang bersangkutan :
seperti kesadaran akan nasab itu bukan pilihan namun takdir, maka harus menjadi sumber motivasi memperbaiki diri.
Atau kecaman akan kebanggaan nasab yang malah berujung dengan merendahkan orang lain. Dan keprihatinan akan maraknya KAPITSLISASI NASAB, dimana ingin mendapatkan keuntungan-keuntungan materi dengan menjual nasab leluhurnya.
Membawa hikmah sehingga banyak pihak mau belajar nasab maupun test DNA.
Para sadah, keturunan Nabi selalu melebur, menyatu dengan masyarakat, bahkan harus membawa kebaikan. Tanggapan penulis apakah dengan melebur & membawa kebaikan ini termasuk diakhirinya politik rasis misalnya kaidah pernikahan ber-kafa’ah? Ataukah membawa kebaikan ini seperti yang diajarkan para Walisongo, yang santun dan membumi. Tidak melakukan caci-maki dan meminta penghormatan berlebihan, hingga cium kaki?
Wallahu a’lam.

Salam Sejahtera, Rahayu, dan Wassaalamu’alaikum Wr.Wb.

22 Mei 2023

sumber tulisan :https://rminubanten.or.id/penolakan-metode-test-dna-dalam-pembuktian-validasi-nasab-nabi/




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *