Perbudakan Sisi Gelap Kemanusiaan

“Bagi saya mendewa-dewakan mereka yang mengaku keturunan Nabi adalah bentuk perbudakan spiritual, gelar habib dan gelar lain yang mengaku keturunan nabi atau raja akan runtuh jika dihadapkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an” Buya Ahmad Syafi’i Ma’arif.

“Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan. atau memberi makan pada hari kelaparan. (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan,” (Surat Al-Balad ayat 11-18).

Syekh M Khudhari melihat perbudakan dari segi sejarah dan hukum Islam, ia membahas ayat-ayat yang berkaitan dengan perbudakan dalam konstruksi historis seperti tampak dalam karyanya, Tarikhut Tasyri‘ Al-Islami. Berikut sedikit ulasannya ;

Budak dan perbudakan atau milkul yamin bertentangan dengan semangat kemanusiaan yang dibawa oleh Islam itu sendiri. Bagi Islam, setiap manusia dilahirkan dalam keadaan merdeka sebagai kemuliaan dan anugerah besar Ilahi. Jadi, status merdeka setiap manusia merupakan fitrah dari Allah SWT. Namun, situasi sosial dan politik tertentu menempatkan mereka dalam sel gelap perbudakan.

Islam–selain tidak mengakui sistem perbudakan–juga membawa semangat anti perbudakan. Islam secara bertahap menganjurkan umat manusia untuk mengikis perbudakan hingga tuntas.

Sebelum Islam datang sistem perbudakan telah berlangsung dan melembaga di tengah masyarakat Arab ketika itu. Ketika Islam datang, sistem perbudakan sebagai salah satu bentuk kepemilikan yang sah itu dibiarkan sementara waktu.

Pembiaran sementara waktu atas sistem perbudakan itu setidaknya tercermin pada Surat Al-Mukminun ayat 5 dan Surat An-Nisa ayat 3.

Setelah sekian waktu membiarkan budak sebagai barang kepemilikan yang sah, Islam mulai melancarkan semangat pembebasan dan penghapusan atas sistem perbudakan. Islam, secara historis dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan perbudakan, mengupayakan sejumlah cara dalam menghapus perbudakan.

kampanye Islam dalam Al-Qur’an untuk menghapus sistem perbudakan melalui sejumlah cara merupakan puncak peradaban yang sama sekali relevan dan kontekstual di zamannya. Kampanye penghapusan sistem perbudakan bagi masyarakat Arab dan masyarakat dunia ketika itu menyentak kesadaran kemanusiaan.

Pertama, Pembebasan budak merupakan kewajiban bagi manusia yang ingin bersyukur kepada Allah. Pembebasan budak ini pertama kali diwajibkan pada Surat Al-Balad ayat 11-18. Sebagaimana diketahui, Surat Al-Balad tergolong Makkiyyah, surat yang diturunkan di Kota Makkah.

Kedua, Jalan lain yang ditempuh Islam adalah pembebasan budak sebagai bentuk sanksi atas kejahatan-kejahatan baik kriminal maupun kejahatan lainnya. Pada Surat An-Nisa ayat 92, pembebasan budak merupakan sanksi atas kejahatan pembunuhan tanpa sengaja

Adapun pada Surat Al-Mujadalah ayat 3, pembebasan budak merupakan jalan yang harus ditempuh seorang suami atas pelanggaran zhihar terhadap istrinya. Zhihar (punggung) adalah penghinaan verbal suami terhadap istri dengan mengatakan, “Wajahmu seperti punggung ibuku.”

Sedangkan Surat Al-Ma’idah Ayat 89 menyebut pembebasan budak sebagai pilihan sanksi atas pelanggaran sumpah (kaffaratul yamin).

Ketiga, Jalan lain pembebasan budak adalah delapan distribusi belanja zakat yang salah satunya dialokasikan untuk pembebasan budak (wa fir riqab). Delapan alokasi zakat ini juga disebutkan di dalam Al-Qur’an.

Keempat, Semangat pembebasan budak juga tercantum dalam Surat An-Nur ayat 33. Pada Surat An-Nur ini, Islam menuntut umat Islam untuk memudahkan izin dan membantu budak-budak mukatab yang menginginkan kitabah untuk menunaikan kewajiban pembebasannya. Mukatab atau kitabah adalah budak yang menginginkan kebebasan dengan menebus sejumlah uang tertentu kepada majikannya.

Semangat pembebasan budak yang disuarakan Al-Qur’an merupakan akhlak Islam yang tiada tara. Dalam sejarah kemanusiaan, semangat pembebasan budak ini merupakan angin segar kemanusiaan yang memberikan perubahan pada sistem kepemilikan, human trafficking, eksploitasi oleh manusia atas manusia, dan tawanan perang.

Maka yang namanya budak, perbudakan, riqab, raqabah, abd/amah, ma malakat aymanukum, atau milkul yamin dalam bahasa Al-Qur’an selamanya tidak pernah diakui oleh Islam. Bahwa apapun bentuknya perbudakan adalah sisi gelap dalam sejarah panjang manusia dan kemanusiaan.

Pada era modern di Nusantara masih ada sistem perbudakan spiritual warisan penjajah Belanda yang mana ajaran mereka ini menyumbat kebebasan pribumi untuk berfikir sehat dan jernih, dalam aksinya menggunakan jubah agama.

Nasab mereka dicangkokan seolah ada kekerabatan dengan warga asli pribumi, pemalsuan makam leluhur, hingga sejarah pribumi pun di belokan sedemikian rupa. Moyang mereka sejatinya adalah dari bangsa yang miskin serta sangat terbelakang dalam peradaban dunia, jalur genetik mereka di ketahui satu keluarga dengan Yahudi Ashkenazi.

Jika hari ini kita diam kasihan anak cucu kita nanti….

Waallahu Alam




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *