WAJIB HUKUMNYA, MEMBONGKAR (MEMPUBLIKASIKAN KE PUBLIK) NASAB PALSU DZURIYAH NABI S.A.W.

WAJIB HUKUMNYA, MEMBONGKAR (MEMPUBLIKASIKAN KE PUBLIK) NASAB PALSU DZURIYAH NABI S.A.W.

Membongkar nasab-nasab palsu kepada nabi Muhammad SAW telah dilakukan ulama-ulama masa lalu. Seperti yang dilakukan Ibnu Hazm al-Andalusi dan Imam Tajuddin As-Subki dalam membongkar kepalsuan nasab Bani Ubaid yang mengaku sebagai keturunan nabi Muhammad SAW.

hukumnya fardu kifayah. tergolong nahi munkar.

Ulama yang melakukan:
1. Ibnu Hazm al-Andalusi dan Imam Tajuddin As-Subki, membongkar kepalsuan nasab Bani Ubaid.
2. Al-hakim An-Naisaburi, membongkar kepalsuan Abu Bakar ar-Razi, mengaku dzuriyah melalui Muhammad bin Ayyub al-Bajali;
3. Adz-Dzhabi, membongkar kepalsuan nasab Ibnu Dihyah al-Andalusi;
4. Ibnu hajar al-Asqolani yang membongkar kepalsuan nasab Syekh Abu Bakar al-Qumni. (Ushulu wa Qowaid Fi Kasfi Mudda’I al-Syaraf: 11)

Wajib menyebarkan kepalsuan nasab diketahui, dan haram mendiamkan kedustaan tersebut.
pemalsuan nasab termasuk istihqor bi haqqi al mustofa (merendahkan hak Nabi Muhammad SAW)

Imam Ibnu Hajar al-Asqolani al-berkata:
ينبغي لكل احد ان يكون له غيرة في هذا النسب الشريف وضبطه حتى لا ينتسب اليه صلى الله عليه وسلم احد الا بحق (الصواعق المحرقة:2/537)
“Seyogyanya, setiap orang cemburu thd nasab mulia Nabi dan mendhobit (memeriksa), agar tidak ada orang bernasab kepada Nabi. kecuali dg sebenarnya. (Ash-Showa’iq al Muhriqoh: 2/537)”.

Syekh Ibrahim bin Qosim berkata:
ولا يجوز للعالم كتمان علمه في هذا الباب فامانة العلم والكشف عن اختلاط الانساب من الامر بالمعروف.
“Dan seorang alim tidak bileh menyembunyikan ilmu (nasab)ini, termasuk amanah dlm ilmu dan membongkar tercampurnya nasab adalah bagian dari amar ma’ruf dan nahi munkar” (Ushulu wa Qowaid Fi Kasfi Mudda’I al-Syaraf: 13)

Imam Malik bin Anas berkata:
من انتسب الي بيت النبي صلى الله عليه وسلم يعنى بالباطل يضرب ضربا وجيعا ويشهر ويحبس .

“Barangsiapa yang bernisbah kepada keluarga nabi, yakni dengan batil maka ia harus dipukul dengan pukulan yang pedih dan di umumkan serta dipenjara” (Ushulu wa Qowaid Fi Kasfi Mudda’I al-Syaraf: 9)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *